Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi’raj News Agency (MINA), Da’i Pesantren Al-Fatah
Ibadah i’tikaf merupakan rangkaian kegiatan beriringan dengan bulan Ramadhan. Di dalam Al-Quran, Allah menyebutkannya dalam ayat:
…..ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى الَّيْلِ وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلاَ تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Artinya: “……kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf di dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 187).
Ayat lain yang berkaitan dengan i’tikaf di antaranya:
…..أَن طَهِّرَا بَيۡتِىَ لِلطَّآٮِٕفِينَ وَٱلۡعَـٰكِفِينَ وَٱلرُّڪَّعِ ٱلسُّجُودِ
Artinya : “….. Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 125).
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Penisbatan i’tikaf kepada masjid dalam ayat di atas, “sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”, menunjukkan bahwa ibadah i’tikaf tidak bisa dilakukan kecuali di dalam masjid, dan hal ini telah menjadi konsensus (ijma’) para ulama.
Adapun keutamaan it’tikaf pada bulan suci Ramadhan, disebutkan di dalam Surat Al-Baqarah ayat 187, sebagai kelanjutan puasa Ramadhan pada ayat sebelumnya, Al-Baqarah 183.
Dalam beberapa riwayat disebutkan mengingat begitu keutamaan i’tikaf pada bulan Ramadhan tersebut, adalah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam melaksanakan i’tikaf pada sepuluh hari akhir bulan Ramadhan.
Maka, jika kita dapat melaksanakan ibadah i’tikaf di masjid pada sepuluh hari yang akhir dari bulan Ramadhan, maka itu akan menambah kesempurnaan ibadah puasa Ramadhannya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Lebih dari itu, kita pun akan berpeluang besar mendapatkan Lailatul Qadar, satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Sebab, Lailatul Qadar, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits, kemungkinan besar terjadi pada malam-malam sepuluh hari terakhir Ramadhan.
Sehingga Nabi pun memberikan arahannya kepada kita:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Artinya: “Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari).
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Dengan i’tikaf tersebut dapat dijadikan sebagai sarana evaluasi diri (muhasabah), memperbanyak mengingat Allah (tadzakkur), dan memikirkan karunia-Nya (tafakkur) untuk memelihara dan meningkatkan kualitas takwa.
Karenanya, i’tikaf disyariatkan dalam rangka menyucikan jiwa (tazkiyatun nafs) dengan berkonsentrasi untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah pada waktu yang sangat terbatas, hanya sepuluh hari dari 365 hari dalam setahun. Namun memiliki nilai yang amat tinggi di sisi Allah.
Untuk itu, seorang yang sedang beri’tikaf akan menyibukkan diri dengan dzikir, istighfar, tilawah Al-Qur’an, shalat, munajat dan berdoa kepada Allah.
Ia juga harus menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak bermanfaat yang bisa menodai kesempurnaan i’tikafnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Sehingga diharapkan setelah i’tikaf, iman dan jiwa seseorang akan lebih fresh dan dapat menjalani aktivitas kesehariannya dalam menjalani sisa hidupnya menuju kampung akhiratnya. (A/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang