Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keutamaan Menulis Dalam Islam

Bahron Ansori Editor : Rudi Hendrik - Kamis, 8 Agustus 2024 - 09:51 WIB

Kamis, 8 Agustus 2024 - 09:51 WIB

48 Views

Ilustrasi seorang sedang menulis di depan laptop. (foto: ig)

Menulis merupakan salah satu keterampilan yang sangat dihargai dalam Islam. Allah SWT sendiri bersumpah dengan pena dalam Al-Qur’an, menunjukkan betapa pentingnya aktivitas menulis. Dalam Surah Al-Qalam ayat 1, Allah berfirman,

نۤ ۚوَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُوْنَۙ

“Nun. Demi pena dan apa yang mereka tulis.”

Penekanan pada pentingnya menulis juga terlihat dalam wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam Surah Al-‘Alaq ayat 4-5, Allah berfirman,

الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ

عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ

 “Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Baca Juga: Meraih Syafaat Melalui Shalawat

Menulis adalah sarana untuk menyebarkan ilmu pengetahuan. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya. (HR. Ad-Darimi). Hadits ini menunjukkan bahwa menulis adalah cara untuk melestarikan dan menyebarkan ilmu pengetahuan.

Dalam sejarah Islam, para ulama dan cendekiawan Muslim telah menghasilkan karya-karya tulis yang luar biasa, mencakup berbagai bidang ilmu pengetahuan. Karya-karya ini telah memberikan kontribusi besar bagi perkembangan peradaban manusia.

Menulis juga merupakan bentuk amal jariyah. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim). Tulisan yang bermanfaat dapat menjadi ilmu yang terus mengalir pahalanya bahkan setelah penulis meninggal dunia.

Al-Qur’an sendiri merupakan kitab tertulis yang menjadi pedoman hidup umat Islam. Ini menunjukkan betapa pentingnya tulisan dalam menjaga dan menyebarkan ajaran agama.

Baca Juga: Perjuangan Palestina di PBB, Mungkinkah Berhasil?

Menulis juga dapat menjadi sarana dakwah yang efektif. Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nahl ayat 125,

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.”  Menulis dapat menjadi salah satu metode dakwah yang termasuk dalam kategori ini.

Dalam tradisi keilmuan Islam, menulis menjadi bagian penting dari proses belajar dan mengajar. Para ulama sering menuliskan pemikiran dan penjelasan mereka tentang berbagai aspek agama dan ilmu pengetahuan.

Menulis juga dapat menjadi sarana untuk merenungkan dan memahami ayat-ayat Allah, baik yang tertulis (Al-Qur’an) maupun yang tidak tertulis (alam semesta). Proses menulis dapat membantu seseorang untuk lebih mendalami dan mengapresiasi kebesaran Allah SWT.

Baca Juga: Kekuatan Sabar dalam Menghadapi Ujian Hidup

Terkait hal ibadah, menulis juga memiliki peran penting. Misalnya, dalam menulis wasiat, yang dianjurkan dalam Islam. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 180 yang artinya, “Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.”

Menulis juga dapat menjadi sarana untuk menjaga kejujuran dan keadilan dalam transaksi. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 282 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.”

Sepanjang sejarah Islam, menulis telah memainkan peran penting dalam menjaga keotentikan hadits. Para ulama hadits menulis dan mengkodifikasi hadits-hadits Nabi, memungkinkan generasi berikutnya untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran Nabi Muhammad SAW tanpa menyimpang.

Menulis juga dapat menjadi sarana untuk mengekspresikan rasa syukur dan memuji Allah SWT. Banyak ulama dan penyair Muslim yang menulis puisi dan prosa untuk memuji kebesaran Allah dan Rasul-Nya.

Baca Juga: Menjaga Masjid Al-Aqsa, Tanggung Jawab Setiap Muslim di Seluruh Dunia

Dalam bidang pendidikan Islam, menulis menjadi salah satu metode pembelajaran yang penting. Nabi Muhammad SAW pernah memerintahkan para sahabat untuk menulis ilmu yang mereka pelajari, menunjukkan pentingnya menulis dalam proses belajar.

Akhirnya, menulis juga dapat menjadi sarana untuk meninggalkan warisan ilmu dan kebijaksanaan bagi generasi mendatang. Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Ahzab ayat 21 yang artinya, “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu,”  kita juga dapat meninggalkan teladan melalui tulisan-tulisan yang bermanfaat.

Para Ulama Pun Menulis

Beberapa ulama yang terkenal rajin menulis dan karya-karya mereka yang berpengaruh dalam sejarah Islam di antaranya adalah sebagai berikut.

Baca Juga: Lima Kelemahan Manusia di Dalam Al-Quran

Pertama, Imam Al-Ghazali (1058-1111 M), beliau adalah seorang teolog, filsuf, dan sufi yang sangat produktif. Karya terkenalnya adalah “Ihya Ulumuddin” (Menghidupkan Ilmu-ilmu Agama), sebuah masterpiece yang membahas berbagai aspek ajaran Islam. Karya lainnya termasuk “Tahafut al-Falasifah” (Kerancuan Para Filsuf) dan “Kimiya-yi Sa’ādat” (Kimia Kebahagiaan).

Kedua, Ibnu Sina (980-1037 M), dikenal di Barat sebagai Avicenna, beliau adalah seorang filsuf dan dokter. Karya utamanya “Al-Qanun fi al-Tibb”  (Canon of Medicine) menjadi textbook kedokteran di Eropa selama berabad-abad. Beliau juga menulis “Kitab asy-Syifa” (Buku Penyembuhan) yang membahas filsafat dan ilmu pengetahuan.

Ketiga, Ibnu Rushd (1126-1198 M), dikenal di Barat sebagai Averroes, beliau menulis banyak komentar tentang karya Aristoteles. Karyanya yang terkenal adalah “Tahafut at-Tahafut” (Kerancuan dari Kerancuan), yang merupakan bantahan terhadap karya Al-Ghazali.

Keempat, Imam Syafi’i (767-820 M), pendiri mazhab Syafi’i dalam fiqih Islam. Karya utamanya adalah “Ar-Risalah”, yang dianggap sebagai buku pertama tentang ushul fiqih (metodologi hukum Islam).

Baca Juga: Sejarah Nama Batik, Antara Abjad Arab Ba dan Titik

Kelima, Imam Bukhari (810-870 M), beliau terkenal dengan kompilasi hadits yang dikenal sebagai “Sahih Bukhari”, yang dianggap sebagai kitab hadits paling otentik setelah Al-Qur’an oleh mayoritas umat Islam Sunni.

Keenam, Ibnu Khaldun (1332-1406 M), sejarawan dan sosiolog Muslim yang menulis “Muqaddimah”, sebuah karya monumental tentang sejarah dunia yang juga mencakup teori-teori sosial dan ekonomi yang jauh mendahului zamannya.

Ketujuh, Al-Kindi (801-873 M), filsuf Arab pertama yang menulis banyak risalah tentang filsafat, matematika, dan ilmu pengetahuan lainnya. Beliau menulis lebih dari 260 buku, meskipun banyak yang hilang.

Kedelapan, Imam An-Nawawi (1233-1277 M), ulama fiqih dan hadits yang menulis banyak kitab terkenal, termasuk “Riyadhus Shalihin”  (Taman Orang-orang Saleh) dan “Al-Arba’in An-Nawawiyah”  (40 Hadits An-Nawawi).

Baca Juga: Marissa Haque, Artis Berhijab, Penulis Buku dan Peduli Palestina

Kesembilan, Ibnu Taymiyyah (1263-1328 M), teolog dan ahli fiqih yang sangat produktif. Di antara karyanya yang terkenal adalah “Al-Aqidah Al-Wasitiyah” tentang akidah Islam dan “Majmu’ al-Fatawa”, kumpulan fatwa-fatwanya.

Kesepuluh, Al-Biruni (973-1048 M), ilmuwan Muslim yang menulis lebih dari 100 karya tentang berbagai bidang ilmu, termasuk astronomi, matematika, dan sejarah. Karyanya yang terkenal adalah “Kitab al-Hind” tentang India.

Para ulama ini hanyalah sebagian kecil dari banyak cendekiawan Muslim yang telah memberikan kontribusi besar melalui tulisan-tulisan mereka. Karya-karya mereka tidak hanya mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan dalam dunia Islam, tetapi juga memberikan dampak signifikan pada peradaban dunia secara keseluruhan.[]

Mir’aj News Agency (MINA)

Baca Juga: Enam Keutamaan Umrah ke Baitullah

 

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
MINA Preneur
Indonesia
Palestina