Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Da’i Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jabar
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ ٱعۡبُدُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُمۡ وَٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ (٢١) ٱلَّذِى جَعَلَ لَكُمُ ٱلۡأَرۡضَ فِرَشً۬ا وَٱلسَّمَآءَ بِنَآءً۬ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءً۬ فَأَخۡرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٲتِ رِزۡقً۬ا لَّكُمۡۖ فَلَا تَجۡعَلُواْ لِلَّهِ أَندَادً۬ا وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ (٢٢)
Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. (21) Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air [hujan] dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah [5] padahal kamu mengetahui”. (22). (Q.S. Al-Baqarah [2]: 21-22).
Ayat ini merupakan seruan kepada seluruh manusia yang telah dapat berpikir, untuk menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah menciptakan manusia. Allah mengkhususkan nikmat-Nya yang dianugerahkan kepada manusia berupa penciptaan mereka (ni’matul khalq).
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Ayat ini dimulai dengan kalimat يأيها الناس (Hai manusia), bahwa setiap ayat yang dimulai dengan kalimat يأيها الناس “Hai manusia”, maka kalimat itu menjadi ciri bahwa ayat tersebut diturunkan di Makkah (atau dikenal dengan ayat Makkiyyah), dan setiap ayat yang dimulai dengan kalimat يأيها الذين آمنوا (Hai orang-orang yang beriman), maka kalimat itu menjadi ciri bahwa ayat tersebut diturunkan di Madinah (atau dikenal dengan ayat Madaniyyah).
Menurut Ibnu ‘Abbas, ayat ini ditujukan kepada dua golongan besar , yaitu golongan orang-orang kafir dan golongan orang-orang munafik. Namun walaupun ayat ini ditujukan kepada golongan orang-orang kafir dan golongan orang-orang munafik, tapi Allah juga bermaksud menyeru dengan seruan yang bersifat umum, yaitu seruan kepada seluruh umat manusia untuk menyembah atau beribadah kepada Allah.
Seruan dari Allah kepada seluruh umat manusia agar menyembah kepada-Nya adalah karena memang Allah telah mencurahkan berbagai nikmat-Nya yang tak terhingga kepada manusia. Allah menciptakan hamba-hamba-Nya dari yang sebelumnya tiada menjadi ada, dan Allah pula yang menciptakan orang-orang yang terdahulu. Jadi, sangat wajar jika Allah menyeru kepada manusia untuk menyembah-Nya, Dzat yang pantas untuk disembah oleh manusia.
Inilah tugas para Nabi dan Rasul menyeru daan mengajak manusia untuk menyembah Allah, seperti juga firman-firman-Nya pada ayat:
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِىٓ إِلَيۡهِ أَنَّهُ ۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنَا۟ فَٱعۡبُدُونِ
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan [yang hak] melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (Q.S. Al-Anbiya [21]: 25).
وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِى ڪُلِّ أُمَّةٍ۬ رَّسُولاً أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّـٰغُوتَۖ فَمِنۡهُم مَّنۡ هَدَى ٱللَّهُ وَمِنۡهُم مَّنۡ حَقَّتۡ عَلَيۡهِ ٱلضَّلَـٰلَةُۚ فَسِيرُواْ فِى ٱلۡأَرۡضِ فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَـٰقِبَةُ ٱلۡمُكَذِّبِينَ
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat [untuk menyerukan]: “Sembahlah Allah [saja], dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan [rasul-rasul]”. (Q.S. An-Nahl [16]: 36).
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Pengertian thagut seperti pada ayat ini artinya secara bahasa adalah ‘melampaui batas’. Thaghut secara istilah syar’i yaitu segala sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melebihi batasannya, baik itu sesuatu yang diibadahi, diikuti, atau dithaati. (Menurut Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah).
Syaikh Muhammad At-Tamimi menjelaskan bahwa thagut ada banyak, di antaranya: iblis, siapa saja yang dijadikan sesembahan, barangsiapa yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya, barangsiapa yang mengetahui tentang ilmu ghaib, dan barangsiapa yang berhukum dengan hukum selain yang Allah turunkan.
Selanjutnya, pada pertengahan ayat disebutkan: الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ “…. (yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu). Pada ayat ini kata ‘Allah’ disebut dengan ‘Rabb’, hal ini memberi pengertian bahwa Allah menciptakan manusia, mengembang-biakkannya, memberikan taufik dan hidayah, menjaga dan memelihara, memberi nikmat yang tak terkira banyaknya, agar dengan nikmat itu manusia dapat melaksanakan tugas-tugasnya sebagai hamba Allah. Seperti agar dapat mengembara ke berbagai belahan dunia, maka Allah ciptakan kedua kaki. Agar dapat memanah, menggali, memasak dan melakukan aktivitas, manusia sediakan kedua tangan. Allah pun menyediakan mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, mulut untuk makan, dan sebagainya.
Semua nikmat tersebut Allah berikan kepada manusia sejak permulaan adanya, sampai akhir kehidupannya di dunia ini. Termasuk orang-orang yang ingkar, kafir dan maksiat sekalipun, Allah beri kenikmatan-kenikmatan hidup itu.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Maka, pantaslah jika kita sebagai manusia itu bersyukur kepada-Nya, dengan cara menyembahnya. Dan rasa syukur dengan menyembahnya itu pun, akan kembali kepada kita sendiri dalam bentuk ridha-Nya dan ditambahkannya nikmat Allah itu. Sebaliknya, jika kita mengingkari nikmat-nikmat-Nya, maka yang akan kita terima adalah azab-Nya.
Firman Allah mengingatkan kita :
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Artinya: “Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab Ku sangat pedih”. (Q.S. Ibrahim [14]: 7)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Makna Ibadah
Menyembah atau beribadah kepada Allah, berarti tunduk kepada Allah dengan penuh kethaatan kepada-Nya, menghambakan diri dengan penuh keikhlasan, seraya melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya, karena kita meyakini bahwa hanya Allah-lah yang menciptakan, menguasai, memelihara dan mendidik kita serta seluruh makhluk-Nya.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah yang berkaitan dengan hati (qalbiyah). Sedangkan membaca tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan diikuti hati adalah ibadah lisan dan hati (lisaniyah qalbiyah). Sedangkan shalat, shaum, zakat, shadaqah, haji, dan jihad adalah ibadah fisik dan hati (badaniyah qalbiyah). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan diciptakannya manusia di permukaan bumi ini. Seperti Allah menyebutkan di dalam firman-Nya :
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rezki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh”. (Q.S. Adz-Dzaariyaat [51]: 56-58).
Ibadah itu sendiri ada yang sudah ditentukan tatacaranya, yakni ibadah mahdhah, seperti berwudhu, shalat, shaum, dan haji. Ada juga ibadah yang bersifat umum, di mana Allah hanya menyebutkan secara umum, sedangkan rinciannya manusia dengan kemampuan akalnya yang mengusahakannya. Misalnya Allah memerintahkan berbuat baik (amal sholih), maka manusia mewujudkannya misalnya membangun jalan yang baik, membangun fasilitas umum, sekolah, dan sebagainya, yang mengandung kebaikan.
Kemudian, pada akhir ayat berbunyi لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (agar kamu bertakwa). Dimaksudkan adalah beribadah kepada Allah sebagaimana yang diperintahkan itu, adalah agar kita menjadi orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sehingga dengan taqwa itu terpeliharalah dari azab-Nya dan mencapai derajat yang tinggi lagi sempurna.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Kata la’alla dalam ayat memiliki beberapa makna, di antaranya ta’lil (alasan) dan tarajji ‘indal mukhathab (harapan dari sisi orang diajak bicara). Maka, maksudnya adalah dengan perbuatan itu, adalah agar orang yang menyembah Allah itu mencapai derajat taqwa.
Tentang takwa ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menegaskan, bahwa takwa adalah sarana untuk bisa masuk surga-Nya, sebagaimana hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ الْفَمُ وَالْفَرْجُ.
Artinya: Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, pernah ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, maka beliau pun menjawab: “Takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia.” Dan beliau juga ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka, maka beliau menjawab: “Mulut dan kemaluan”. (H.R. At-Tirmidzi).
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
Jangan Menyekutukan Allah
Firman Allah melanjutkan bagaimana kekuasaan Allah, dalam firman-Nya:
يَـٱلَّذِى جَعَلَ لَكُمُ ٱلۡأَرۡضَ فِرَشً۬ا وَٱلسَّمَآءَ بِنَآءً۬ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءً۬ فَأَخۡرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٲتِ رِزۡقً۬ا لَّكُمۡۖ فَلَا تَجۡعَلُواْ لِلَّهِ أَندَادً۬ا وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
Artinya: “Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air [hujan] dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu mengetahui”. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 22).
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-1] Amalan Bergantung pada Niat
Terbentanglah betapa luas bumi ini, sehingga manusia bisa hidup makmur di atas hamparannya itu. Kemudian di atasnya ada langit yang sangat luas pula, yang terlihat awan yang bergerak di waktu siang dan bintang-bintang yang gemerlap di waktu malam. Peredaran matahari yang memancarkan sinarnya, dan sinar rembulan yang gemilang cahaya.
Lalau, dari langit itu turunlah air hujan yang menyuburkan bumi itu. Keteraturan turunnya hujan itu menyebabkan subur apa-apa yang ditanam. Sawah, kebun, ladang semua ditumbuhi tanaman, yang setiap saat dapat diambil dan dimanfaatkan oleh manusia untuk dimakan. Makanan pokok seperti beras, gandum, kurma, ada juga buah-buahan mangga, apel, pisang, juga tanaman dapur atau herbal semacam jahe, lada, dan cabe.
Itu semua sebagai karunia rezki dari Allah untuk manusia, untuk dimanfaatkan, dijaga, dipelihara dan dilestarikan untuk kemakmuran bumi dasn seisinya. Bukan untuk diambil secara sewenang-wenang, lalu dirusak, hingga terjadilah kerusakan alam, longsor, banjir dan bencana, akibat ulah tangan manusia.
Allah telah memperingatkan di dalam ayat:
Baca Juga: Enam Langkah Menjadi Pribadi yang Dirindukan
ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِى ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِى عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari [akibat] perbuatan mereka, agar mereka kembali [ke jalan yang benar]”. (Q.S. Ar-Ruum [30]: 41).
Maka, kemudian Allah memperingatkan agar dengan segala karunia Allah itu, janganlah kita sebagai manusia mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah.
…..فَلَا تَجۡعَلُواْ لِلَّهِ أَندَادً۬ا وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
Artinya: “…..karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu mengetahui”.
Sekutu-sekutu (andaada) ialah segala sesuatu yang disembah di samping menyembah Allah seperti berhala-berhala, dewa-dewa, majikan, atasan, atau orang yang diagungkan melebihi Allah.
Ibnu Abbas menjelaskan, al-andaad yaitu as-syirk (kemusyrikan) yang lebih samar daripada semut hitam di atas batu yang hitam di kegelapan malam.
Lafal andaad itu jama’ dari nidd, yaitu sepadan, tandingan, dan yang menyerupai. Dan makna “menjadikan tandingan atau sekutu bagi Allah” adalah mengalihkan macam-macam ibadah atau sesuatu dari ibadah kepada selain Allah.
Apalagi kalau sampai pada berbuat syirik, yakni dosa terbesar yang tak terampuni, seperti peringatan Allah di dalam ayat-ayat:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (Q.S. An-Nisa’ [4]: 48).
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Artinya: “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. Az-Zumar [39]: 65).
Di dalam hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menegaskan bahwa menjadikan sekutu (syirik) bagi Allah adalah dosa yang sangat besar.
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُرَحْبِيلَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ قَالَ أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ قُلْتُ إِنَّ ذَلِكَ لَعَظِيمٌ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ قَالَ وَأَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ تَخَافُ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ قَالَ أَنْ تُزَانِيَ حَلِيلَةَ جَارِكَ
Artinya: Dari ‘Amru bin Syurahbil dari ‘Abdullah, dia berkata; Aku bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam; ‘Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah? Beliau menjawab; ‘Bila kamu menyekutukan Allah (syirik), padahal Dialah yang menciptakanmu’. Aku berkata; ‘Tentu itu sungguh besar.’ Aku bertanya lagi; ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau menjawab; ‘Apabila kamu membunuh anakmu karena takut membuat kelaparan.’ Aku bertanya lagi; ‘kemudian apa?’ Beliau menjawab; ‘berzina dengan isteri tetanggamu’. (H.R. Bukhari).
Karena itu, janganlah ada sesuatu apapun yang disembah di samping menyembah Allah. Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah kepada kita untuk tetap dapat memperibadati-Nya. Aamiin. (P4/P2).
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)