Kewajiban Para Nabi Menegakkan Agama dan Tidak Berpecah-Belah

Oleh: , Wartawan Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

شَرَعَ لَكُمْ مِّنَ الدِّيْنِ مَا وَصّٰى بِهٖ نُوْحًا وَّالَّذِيْٓ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهٖٓ اِبْرٰهِيْمَ وَمُوْسٰى وَعِيْسٰٓى اَنْ اَقِيْمُوا الدِّيْنَ وَلَا تَتَفَرَّقُوْا فِيْهِۗ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِيْنَ مَا تَدْعُوْهُمْ اِلَيْهِۗ اَللّٰهُ يَجْتَبِيْٓ اِلَيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَهْدِيْٓ اِلَيْهِ مَنْ يُّنِيْبُۗ

Artinya: “Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu di dalamnya.. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang Dia kehendaki kepada agama tauhid dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS Asy-Syura/42: 13).

Imam Ibnu Katsir di dalam Tafsir Al-Quranul ‘Adzim menjelaskan tentang ayat ini, yaitu bahwa Allah telah membuatkan untukmu agama apa yang Dia perintahkan kepada Nabi Nuh ‘Alaihis Salam dan apa yang Dia turunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Allah menyebutkan yang pertama dari para Rasul setelah Nabi Adam ‘Alaihis Salam, yaitu Nabi Nuh ‘Alaihis Salam, dan yang terakhir dari mereka adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Pada ayat ini pula Allah menyebutkan para Rasul yang mendapat julukan Ulul ‘Azmi, yakni para Rasul yang memiliki keistimewaan tersendiri berupa keteguhan hati dan kesabaran yang begitu kuat dalam berdakwah. Mereka terdiri dari lima Rasul pilihan yaitu: Nabi Nuh ‘Alaihis Salam, Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam, Nabi Musa ‘Alaihis Salam, Nabi Isa ‘Alaihis Salam dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Melalui ayat ini Allah juga hendak menekankan bahwa agama yang dibawa oleh semua Rasul adalah untuk beribadah hanya kepada Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya.

Hal ini dikuatkan di dalam ayat yang lain:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

Artinya: “Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (QS Al-Anbiya/21: 25).

Di dalam hadits disebutkan:

الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلَّاتٍ ، أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ

Artinya: “Para Nabi itu ibarat saudara seibu. Ibu mereka berbeda-beda, tapi agama mereka adalah satu.” (HR Bukhari  dan Muslim).

Mereka semua para Nabi dan Rasul utusan Allah, memiliki kesamaan agama di antara mereka, yaitu menyembah Allah saja yang tidak ada sekutunya. Walaupun hukum dan metode mereka berbeda-beda.

وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ عَمَّا جَاۤءَكَ مِنَ الْحَقِّۗ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَّمِنْهَاجًا ۗوَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَجَعَلَكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلٰكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَآ اٰتٰىكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اِلَى اللّٰهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَۙ

Artinya: “Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan”. (QS Al-Maidah/5: 48)

Di dalam Tafsir Al-Quran Departemen Agama dijelaskan, setelah menerangkan bahwa Taurat telah diturunkan kepada Nabi Musa, dan kitab Injil telah diturunkan pula kepada Nabi Isa dan agar kedua kitab tersebut ditaati dan diamalkan oleh para penganutnya masing-masing. Maka, Allah menurunkan Al-Quran kepada Nabi dan Rasul terakhir Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Al-Qur’an adalah Kitab Samawi terakhir yang membawa kebenaran, mencakup isi dan membenarkan Kitab suci sebelumnya seperti Taurat dan Injil.

Al-Quran adalah kitab yang terpelihara dengan baik, sehingga ia tidak akan mengalami perubahan dan pemalsuan.

Al-Quran juga adalah kitab suci yang menjamin syariat yang murni sebelumnya, dan kitab suci yang berlaku sejak diturunkannya sampai hari kemudian. Oleh karena itu, wajib menghukumkan dan memutuskan perkara anak manusia sesuai dengan hukum yang telah diturunkan Allah, yang telah terdapat di dalam Al-Quran.

Adapun tiap-tiap umat diberi syariat (peraturan-peraturan khusus), dan diwajibkan kepada mereka melaksanakannya, dan juga mereka telah diberi jalan dan petunjuk yang harus dilaksanakan untuk membersihkan diri dan menyucikan batin mereka. Syariat setiap umat dan jalan yang harus ditempuh boleh saja berubah-ubah dan bermacam-macam, tetapi dasar dan landasan agama samawi hanyalah satu, yaitu tauhid.

Kemudian Allah menyatakan, “Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja).” Allah dapat saja menjadikan semua manusia hanya dengan satu syariat dan satu macam jalan yang akan ditempuh dan diamalkan mereka.

Kehendak Allah tentu akan terlaksana dan tidak ada kesulitan sedikit pun, karena Allah kuasa atas segala sesuatu. Akan tetapi yang demikian itu tidak dikehendaki oleh-Nya. Allah menghendaki manusia itu sebagai makhluk yang dapat mempergunakan akal dan pikirannya, dapat maju dan berkembang dari zaman ke zaman.

Demikianlah Allah menghendaki dan memberikan kepada tiap-tiap umat syariat tersendiri, untuk menguji sampai di mana manusia itu dapat dan mampu melaksanakan perintah Allah atau menjauhi larangan-Nya, untuk diberi pahala atau disiksa.

Oleh karena itu seharusnyalah manusia berlomba-lomba berbuat kebaikan dan amal saleh, sesuai dengan syariat yang dibawa oleh nabi penutup rasul terakhir Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Syariat yang menggantikan syariat sebelumnya, untuk kepentingan dunia dan kebahagiaan di akhirat kelak.

Jangan Berpecah-Belah

Berkaitan dengan ayat tersebut, Imam Qatadah menjelaskan agar jangan sampai orang-orang beriman berpecah-belah dalam menjalankan agamanya. Hal itu karena berpecah-belah itu akan menuju kehancuran, sedangkan berjama’ah menuju kekuatan.

Ayat ini juga menenkankan agar sesama orang-orang beriman agar jangan sampai terpecah belah di dalamnya, jangan sampai berselisih dalam agama yang Allah perintahkan untuk mengamalkannya.

Pada ayat lain Allah menegaskan tentang larangan berpecah belah dalam beragama:

وَمَا تَفَرَّقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَةُ

Artinya : “Dan tidaklah berpecah belah orang-orang yang didatangkan Al Kitab (kepada mereka) melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata.” (QS Al-Bayyinah/98: 4).

Ayat ini senada dengan firman Allah pada ayat lainnya,

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Artinya : “Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang berpecah-belah dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (QS Ali Imran/3: 105).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan tentang ayat ini bahwa “Umat terdahulu yang diturunkan kitab menjadi berpecah belah setelah diturunkan hujjah dan penjelasan. Akhirnya mereka terpecah menjadi beberapa golongan.”

Pada ayat lain Allah menegaskan:

وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعً۬ا وَلَا تَفَرَّقُواْ‌ۚ وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ أَعۡدَآءً۬ فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦۤ إِخۡوَٲنً۬ا وَكُنتُمۡ عَلَىٰ شَفَا حُفۡرَةٍ۬ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنۡہَا‌ۗ كَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَـٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَہۡتَدُونَ

Artinya: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali [agama] Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu [masa Jahiliyah] bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (QS Ali Imran/3: 103).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menekankan di dalam sabdanya:

اَلْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَ الْفُرْقَةُ عَذَابٌ

Artinya, “Berjama’ah adalah rahmat dan perpecahan adalah adzab.” (HR Ahmad).

Demikianlah semoga kita dapat mewujudkan kehidupan berjama’ah dan menjauhi perpecahan, karena Allah semata. Aamiin. (A/RS2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.