Cileungsi, 10 Jumadil Akhir 1437/19 Maret 2016 (MINA) – Islam dan politik adalah dua hal yang berbeda dan saling bertentangan. Islam adalah ajaran yang mutlak berdasar pada wahyu dari Allah tanpa ada unsur dari yang lainnya, sementara politik adalah buah pikiran manusia yang berawal sekitar 400 Sebelum Masehi.
Hal itu disampaikan oleh da’i Jama’ah Muslimin (Hizbullah) KH Abul Hidayat Saerodjie saat acara Talkshow bertema “Siapa Bilang Islam Non-Politik” yang diselenggarakan oleh Syubban Fatayat Jama’ah Muslimin (Hizbullah) bekerjasama dengan Pesantren Al-Fatah Bogor dan Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency) di Masjid At-Taqwa Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (19/3).
“Islam datang atas dasar wahyu dari Allah, Islam tidak diambil dari suara terbanyak, ajaran Islam bukan atas dasar kesepakatan bersama. Tetapi Islam menyuruh untuk mentaati Allah dengan beribadah kepada-Nya tanpa ada campur tangan dan unsur pemikiran dari manusia,” kata Abul Hidayat.
Jika Islam didirikan atas dasar kekuasaan yang notabene identik dengan dunia perpolitikan, ujar penceramah siraman rohani Islam Radio Silaturrahim itu, maka sudah pasti Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam akan mengambil salah satu dari tiga pilihan yang diberikan kaum Kafir Quraisy ketika terdesak di Makkah, yaitu: kedudukan, harta dan wanita.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
“Ketika kaum Kafir datang kepada Rasulullah dengan memberikan tiga pilihan agar beliau menghentikan dakwah Islamnya, akan bisa kita ketahui jika Rasulullah mengambil sistem politik. Bisa saja Rasulullah menerima salah satu, kemudian atur kekuatan dan kekuasaan, atur skenario, yang kemudian ketika merasa sudah cukup kuat, akan mendesak kafir Quraisy memeluk Islam,” ujar Penasihat Pondok Pesantren Al-Fatah itu.
Menurutnya, selain alasan itu, Islam dan politik tidak bisa disatukan karena Islam tidak terdapat unsur-unsur campur tangan manusia, sementara politik adalah hasil buah pikiran dari tiga tokoh dari Yunani.
“Politik sebenarnya adalah buah pikiran dari tokoh Plato, Aristoteles, dan Socrates yang hidup pada 400 SM, artinya sebelum Nabi Isa Alaihissalam. Jika teori yang mereka sampaikan adalah benar sesuai dengan ajaran Islam, pastilah Rasulullah akan mengaplikasikannya. Namun beliau justru meninggalkannya,” tegasnya.
“Tetapi Islam memang datang dari Allah yang kemudian dipraktikkan oleh para nabi tanpa menggunakan teori manapun,” imbuhnya.
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
Lebih lanjut, Abul Hidayat menegaskan bahwa jika Islam dan politik ada sesuatu yang sama, maka para Nabi akan banyak yang mempraktikkan sistem ini.
“Kalaulah para Nabi menggunakan sistem politik dalam dakwahnya, maka akan banyak yang gagal,” pungkasnya.
Hadir pada kesempatan itu, Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur, Pakar Sejarah Islam dari Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Qomaruddin Basyuni dan da’i muda Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Adnan Fairuz,Lc. bin Zubaidi Ardani, serta ratusan tamu undangan yang datang dari Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Lampung. (L/P011/Ima/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain