Jakarta, MINA – Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Asrorun Niam Sholeh mengatakan, bahwa salah satu khittah (garis besar perjuangan) lahirnya MUI adalah sebagai pemberi fatwa bagi masyarakat.
“Salah satu khittah lahirnya MUI adalah khittatul ifta’, khittah menjalankan tugas fungsi pemfatwaan,” kata Kiai Asrorun saat pembukaan 6th Annual Conference on Fatwa MUI Studies (ACFS), di Jakarta, Selasa (26/7). ACFS merupakan salah satu kegiatan dari rangkaian peringatan Milad MUI ke-47.
Ia juga menjelaskan, dalam khittah pengabdian MUI, telah dirumuskan lima fungsi dan peran utama MUI.
Lima fungsi tersebut diantaranya sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya), sebagai pemberi fatwa (mufti), sebagai pembimbing dan pelayan umat (Ri’ayat Wa Khadim al Ummah), sebagai gerakan Islah wa al Tajdid, dan sebagai penegak amar ma’ruf nahi munkar.
Baca Juga: Hikmah Kisah Maryam, Usaha Maksimal untuk Al-Aqsa
Lebih lanjut, kata Kiai Niam, dalam menjalankan fungsinya sebagai pemberi fatwa, MUI berperan menguatkan dan memperkokoh keputusan pemerintah yang dianggap sesuai dan sejalan dengan perintah keagamaan.
Sebaliknya, ketika ada putusan yang dianggap menyimpang dari aturan agama, tambah dia, fatwa MUI hadir untuk meluruskan sekaligus menyelaraskan dengan prinsip-prinsip syariah.
Kiai Niam berharap acara bertajuk ‘Peran Fatwa MUI dalam Perubahan Sosial’ ini, menjadi momentum bagi publik untuk mengkritik dan memberi masukan serta saran bagi pimpinan dan anggota Komisi Fatwa MUI dalam rangka muhasabah dan memperbaiki diri.
Ia menghimbau kepada peserta agar memanfaatkan secara optimal acara ini sebagai ajang silaturahim dan silatulfikri sekaligus mengoptimalkan fungsi fatwa menuju arah lebih baik terhadap perubahan sosial.
Baca Juga: Perintah Membaca Sebelum BebasKan Al-Aqsa
“Ini sebagai salah satu momentum silaturahim secara fisik, dilanjutkan dengan silatulfikri ketemu ide dan gagasan,” ujarnya. (R/R4/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menag Bertolak ke Saudi Bahas Operasional Haji 1446 H