Oleh: Ali Farkhan Tsani, Da’i Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor dan Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)
الْحَمْدُ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ،.
الحَمْدُ لِلّهِ,الَّذِيْ صَدَقَ وَعْدَهُ ,وَنَصَرَ عَبْدَهُ ,وَأَعَزَّ جُنْدَهُ ,وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لَاإِلهَ إِلاَّالله وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ ,مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ, وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ, وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلهَ إِلاَّالله وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ االداَّعِيْ إِلىَ الصِّراَطِ المُسْتَقِيْمِ.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ نَبِيِّناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ. أَماَّ بَعْدُ. فَيَااَيُّهَا الْعَائِدُوْنَ وَالْفَائِزُوْنَ, أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطّانِ الرَّجِيْم بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنوُااتَّقُواالله حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا وَاذْكُرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ وَقَالَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهِ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
وَقَالَ إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللّهِ فَإِنَّ اللّهِ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Ma’asyiral muslimin wal muslimat, jamaah shalat ‘Ied rahimakumullah.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanyalah bagi Allah Subahanahu Wa Ta’ala, Tuhan yang senantiasa menganugerahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Mulai dari nikmat badan sehat wal afiat, nikmat kaki bisa melangkah ke tempat ibadah, nikmat tangan bisa menjabat sesama saudara, nikmat mata bisa memandang bacaan-bacaan mulia dan nikmat mata yang mampu mengalirkan air mata penyesalan dosa dan pengaduan kepada Ilahi Robbi.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis
Hingga yang paling utama adalah nikmat iman dan Islam yang masih bersemayam di dalam dada kita. Nikmat yang mampu menjadikan kita tetap memperibadati-Nya dengan sepenuh jiwa raga. Nikmat yang mampu mengantarkan kita ke tempat mulia ini, untuk bertakbir, bertahmid, bertahlil, bertasbih, shalat ‘ied hingga nanti memotong hewan qurban.
Semoga kita diberi kemampuan oleh Allah Yang Maha Kuasa, untuk senantiasa istiqamah dalam menjaga nikmat iman dan Islam ini, hingga khusnul khatimah menghadap ilahi, tetap sebagai seorang Muslim yang berserah diri. Aamiin.
Untuk itu, maka marilah kita jaga iman dan taqwa kita kepada Allah, agar Allah berkenan mengampuni dosa-dosa kita, seperti janji-Nya di dalam ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهِ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (71)
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memberantas Miras Menurut Syariat Islam
Artinya: “Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar. Dengan begitu, niscaya semua yang kalian lakukan hasilnya akan menjadi baik dan dosa-dosa kalian akan diampuni Allah. Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia memperoleh kemenangan yang sangat besar.” (QS Al-Ahzab [33]: 70-71).
Jamaah shalat ‘ied yang berbahagia,
Tatkala kita berjumpa dengan Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Qurban, maka jiwa iman kita akan tertuju kepada teladan keluarga Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam. Gambaran sebuah keluarga yang tha’at dan berbakti kepada Allah tanpa pernah menolak sedikitpun perintah-Nya. Sebuah keluarga yang saling menguatkan dan saling melengkapi dalam beribadah kepada-Nya. Keluarga yang saling mengingatkan, saling menasihati, saling memberi dan saling menjaga agar senantiasa menjadi hamba-hamba-Nya. Keluarga yang shabar, tabah, dan kuat dalam menghadapi berbagai ujian dari-Nya. Sekaligus keluarga yang mampu menghadapi godaan syaitan dengan penuh tawakkal kepada-Nya.
Lihatlah bagaimana ketika Hajar, isteri Nabi Ibrahim, dan puteranya Ismail yang masih bayi, saat ditinggalkan tanpa siapa-siapa dan tanpa apa-apa di padang pasir di dekat Baitullah kala itu. Hanya dengan meninggalkan tempat makanan berisi sedikit kurma dan tempat minum berisi air.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyongsong Bulan Solidaritas Palestina
Begitu Nabi Ibrahim hendak berangkat kembali ke wilayah Masjidil Aqsha, Ibrahim meninggalkan keduanya. Siti Hajar mengikutinya dan bertanya, “Hendak ke manakah engkau wahai Nabiyullah Ibrahim? Engkau meninggalkan kami di lembah yang tiada siapapun atau apa pun?” Hajar mengulang pertanyaannya beberapa kali.
Saat dilihatnya Nabi Ibrahim hanya diam dan tetap terdiam tanpa jawaban. Padahal betapa Nabi Ibrahim yang berhati lembut, penyantun lagi penuh kasih kepada keluarganya, isterinya dan anaknya Ismail yang masih bayi. Betapa ia tak kuasa menjawab pertanyaan itu dan tak tega melihat kedua manusia yang dicintainya itu, untuk memenuhi amanah, perintah Allah untuk berangkat dari Baitullah ke Al-Quds.
Lalu, dengan penuh keimanan pula, Siti Hajar pun akhirnya menyampaikan, “Apakah Allah yang menyuruh engkau berbuat demikian?” tanyanya. “Benar,” jawab Nabi Ibrahim. hajar pun berkata, “Jika demikian, maka Allah tentu tidak akan menelantarkan kami.
Belum selesai sampai di situ, beberapa hari Siti Hajar menyusui Ismail kecil dan minum dari tempat perbekalannya. Dan, setelah air itu habis, ia pun kehausan. Demikian pula anaknya. Siti Hajar memperhatikan anaknya yang berguling-guling kehausan. Ia tak tega. Dengan penuh cinta, ia beranjak pergi mendaki ke Bukit Shafa. Ia berharap ada orang yang akan menolongnya atau menemukan lokasi air. Ketika tak menemukan apa yang dicarinya, ia menaiki satu bukit lainnya, Bukit Marwah. Terus-menerus seperti itu sebanyak tujuh kali, sampai datanglah pertolongan Allah. Tiba-tiba air keluar dari bawah kaki Ismail kecil yang menangis karena kehausan, yang kemudian disebut dengan “air zam-zam”.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Berhati-hati dalam Menyebarkan Informasi
Karena itulah, sangat wajar seperti disebutkan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebut Siti Hajar dalam sabdanya, “Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada ibunda Ismail, Siti Hajar. Jika ia membiarkan Zamzam atau jika ia tidak membuat kolam, niscaya Zamzam menjadi mata air yang mengalir.”
Dan setelah itu, jamaah umrah maupun haji, hingga kini 1,5 juta jamaah haji, dan entah sudah berapa miliar kaum Muslimin yang pergi ke Baitullah. Menapaktilasi sa’i antara Shafa dan Marwah dalam tujuh kali jalan kaki, sepanjang sekitar 450 meter kali 7 yaitu 3,15 km bolak-balik. Sebuah penghormatan luar biasa dari Allah kepada Siti Hajar, sekaligus pembelajaran dan ibrah bagi kaum Muslimin, begitulah sosok Siri Hajar yahng patut diteladani, bukan hanya karena mencari air zam-zamnya. Namun karena kesabaran jiwanya, ketabahan hatinya, keteguhan imannya, kethaatan amalnya, ketawakkalan upayanya, dan segala kebaikannya untuk kita teladani.
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Jama’ah shalat ‘ied yang Allah muliakan.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memperkuat Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina
Ujian dan cobaan perintah Allah bukan hanya sampai di situ. Beberapa tahun setelah Nabi Ibrahim meninggalkan kawasan Baitullah menuju kawasan Al-Aqsha. Kemudian Allah perintahkan kembali beliau untuk melakukan long march perjalanan kaki menempuh ribuan kilometer dari Palestina menuju Arab Saudi untuk menengok keluarganya, isterinya Hajar dan lebih-lebih putaranya yang sudah mulai tumbuh besar sebagai anak shalih yang membahagiakan.
Sebelum meninggalkan Palestina, terlebih dahulu Nabi Ibrahim yang sangat dikenal sebagai hamba yang dermawan, penyantun, taqwa, dan cinta kepada Allah. Beliau berqurban dengan 1.000 ekor kambing, 300 ekor lembu, dan 100 ekor unta. Hal ini membuat orang-orang dan para malaikat sekalipun terheran-heran.
Nabi Ibrahim berkata, “Setiap apapun yang membuat aku dekat dengan Allah, maka tidak ada sesuatu yang berharga bagiku. Demi Allah, jika aku mempunyai seorang anak, niscaya aku pun akan menyembelihnya ke jalan Allah. Jika itu bisa membuatku dekat kepada Allah”.
Lalu beliaupun berdoa:
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Umat Unggul dengan Al-Qur’an
رَبِّ هَبۡ لِى مِنَ ٱلصَّـٰلِحِينَ
Artinya: “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang termasuk orang-orang yang shalih.” (QS Ashshaffat [37]: 100).
Nah, doa itupun dikabulkan dengan lahirnya Nabi Isma’il. Maka ucapan tadi itu pun menjadi ujian baginya. yakni ketika beliau berjumpa dengan Isma’il, puteranya yang gagah dan mulai menginjak usia bisa diajak ayahnya, sekitar umur 9-12 tahun, setelah bertahun-tahun ditinggalkan. Belum lama berjumpa, lalu datanglah perintah Allah yang Allah abadikan di dalam ayat:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡىَ قَالَ يَـٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلۡمَنَامِ أَنِّىٓ أَذۡبَحُكَ
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Makan yang Halal dan Thayib
Artinya: “Maka tatkala anak itu (Isma’il) sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Wahai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi (wahyu) bahwa aku menyembelihmu…..”. (QS Ashshaffat [37]: 102).
Hati seorang ayah manakah yang akan tega dan kuat melaksanakan perintah Allah yang sedemikian itu? Lalu, anak semacam mana pulakah yang sanggup menerima permintaan ayahnya sendiri, yang itu adalah perinta Allah.
Ayat melanjutkan bagaimana dialog sang ayah dan sang anak dalam sama-sama melaksanakan perintah Allah:
قَالَ يَـٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِينَ…..
Baca Juga: Khutbah Jumat: Upaya Agar Istiqamah di Jalan Yang Lurus
Artinya: “…..Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS Ashshaffat [37]: 102).
Ketika Nabi Ibrahim akan mengajak puteranya untuk disembelih, Beliau berkata kepada isterinya Hajar “Pakaikanlah anakmu dengan pakaian yang bagus, karena sesungguhnya aku akan pergi bersamanya untuk bertamu!”. Hajar pun memberi Nabi Ismail dengan pakaian yang bagus, memberinya wangi-wangian, dan menyisir rambutnya. Kemudian Nabi Ibrahim pergi bersama Nabi Ismail dengan membawa sebuah pisau besar dan tali ke arah tanah Mina.
Pada hari itu Iblis lebih sibuk dan lebih gugup, datang dan kembali. Ia menemui, menggoda mereka, dan berusaha agar penyembelihan tersebut gagal. Iblis menggoda Nabi Ibrahim waktu Nabi Ismail sedang berlari-lari, “Apakah kamu tidak melihat tegaknya anakmu ketika ia berdiri, ia begitu tampan, dan lembut tingkah lakunya !!!”. Nabi Ibrahim berkata “Iya, tetapi aku diperintah untuk menyembelihnya !!!”. Iblis pun tak kuasa menggoda Nabi Ibrahim meski dengan seribu godaan. Kemudian iblis pergi menemui Hajar, dan berkata “Wahai Hajar, bagaimana bisa kamu hanya duduk di sini sedangkan Ibrahim pergi bersama anaknya untuk menyembelihnya !!!”. Hajar berkata “Kamu jangan dusta kepadaku, mana ada seorang ayah yang tega menyembelih putranya ?”. Iblis menjawab “Lalu untuk apa Ibrahim membawa pisau besar dan tali !!!”. Hajar bertanya “Untuk alasan apa ia menyembelihnya ?”. Iblis menjawab “Ia menyangka bahwa tuhannya telah memerintahkannya untuk menyembelih anaknya !!!”.
Hajar berkata “Seorang Nabi tidak diperintahkan untuk kebatilan dan aku akan selalu percaya padanya. Nyawaku sebagai tebusan atas perkara itu, maka bagaimana dengan anakku tentu ia pun demikian !!!”. Dengan beribu-ribu rayuan dan godaan, tetapi Iblis tak kuasa menggoda Hajar.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Kabar Gembira bagi yang Mentaati Allah dan Rasul-Nya
Kemudian ia pergi menemui Nabi Ismail dan menggodanya “Kamu sangat senang bermain-main, tetapi ayahmu membawa pisau besar dan tali, ia akan menyembelihmu !!!”. Nabi Ismail berkata “Kamu jangan berbohong kepadaku, ayahku tidak akan menyembelihku !”. Iblis berkata “Ia menyangka bahwa tuhannya telah memerintahkannya untuk menyembelihmu !!!” Nabi Ismail berkata “Aku akan selalu tunduk dan taat terhadap perintah tuhanku !!!”. Saat Iblis akan melontarkan perkataan lain untuk menggodanya, Nabi Ismail mengambil batu-batu dan melemparkannya kepada Iblis. Kemudian Iblis pun pergi dengan kecewa dan putus asa.
Nah, pada tempat Allah mewajibkan melempar jumrah bagi orang yang melaksanakan haji dengan niat melempar batu atau kerikil ke arah syetan dan mengikuti apa yang telah dilakukan Nabi Ismail.
Dan ketika saatnya Ibrahim hendak menyembelih puteranya, Ismail pun berkata, “Nanti sampaikan salam dariku untuk ibu, dan katakan padanya bersabarlah atas perintah Allah. Jangan Ayah menceritakan kepada Ibu bagaimana Ayah menyembelih dan mengikat tanganku. Jangan Ayah sesekali membawa seorang anak kepada Ibu agar Ibu tidak semakin bersedih. Jika Ayah melihat seorang anak sepertiku, maka jangan engkau terus memandanginya hingga engkau bersedih.”
Nabi Ibrahim pun menjawab, “Baiklah, semoga pertolongan selalu menyertaimu atas perintah Allah, wahai anakku !”.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Keutamaan Rapatnya Shaf dan Shaf Pertama dalam Shalat Berjamaah
Nabi Ibrahim membaringkan Nabi Ismail untuk disembelih seperti layaknya kambing sembelihan. Dan kejadian itu terjadi di atas batu besar di Tanah Mina. Nabi Ibrahim pun meletakkan pisau besarnya di leher putra beliau. Kemudian beliau menyembelih leher putra beliau dengan kuat, akan tetapi atas kehendak Allah pisau tersebut tak mampu memotong leher Nabi Ismail bahkan menggoresnya pun tidak.
Allah membuka tutup mata dari semua malaikat langit dan bumi, sehingga mereka mengetahui kejadian tersebut. Kemudian mereka berlutut dan bersujud kepada Allah. Kemudian Allah berkata “Lihatlah kalian semua kepada hambaku bagaimana ia menebaskan pisau besar pada leher anaknya karena mengharap ridha-Ku, sedangkan kalian berkata ketika aku berkata :
وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ۬ فِى ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةً۬ۖ قَالُوٓاْ أَتَجۡعَلُ فِيہَا مَن يُفۡسِدُ فِيہَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۖ قَالَ إِنِّىٓ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ (٣٠)
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan [khalifah] di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 30).
Nabi Ismail saat itupun berkata “Wahai Ayahku tercinta, Ayah telah melemahkan kekuatan Ayah karena cinta kepadaku. Sehingga Ayah tidak kuasa untuk menyembelihku”.
Kemudian Nabi Ibrahim menebaskan pisau besarnya pada batu dan batu tersebut terbelah menjadi dua. Nabi Ibrahim berkata terheran-heran “Pisau ini bisa memotong batu tetapi tidak bisa memotong daging”.
Namun atas kuasa Allah, pisau tersebut berkata “Wahai Ibrahim, kamu mengatakan potonglah, tetapi Tuhan semesta alam berkata jangan potong. Maka bagaimana aku melaksanakan perintahmu yang berlawanan dengan perintah Tuhanmu”.
Maka, Allah pun melanjutkan di dalam ayat-ayat-Nya:
وَنَـٰدَيۡنَـٰهُ أَن يَـٰٓإِبۡرَٲهِيمُ (١٠٤) قَدۡ صَدَّقۡتَ ٱلرُّءۡيَآۚ إِنَّا كَذَٲلِكَ نَجۡزِى ٱلۡمُحۡسِنِينَ (١٠٥) إِنَّ هَـٰذَا لَهُوَ ٱلۡبَلَـٰٓؤُاْ ٱلۡمُبِينُ (١٠٦) وَفَدَيۡنَـٰهُ بِذِبۡحٍ عَظِيمٍ۬ (١٠٧) وَتَرَكۡنَا عَلَيۡهِ فِى ٱلۡأَخِرِينَ (١٠٨) سَلَـٰمٌ عَلَىٰٓ إِبۡرَٲهِيمَ (١٠٩) كَذَٲلِكَ نَجۡزِى ٱلۡمُحۡسِنِينَ (١١٠) إِنَّهُ ۥ مِنۡ عِبَادِنَا ٱلۡمُؤۡمِنِينَ (١١١)
Artinya: “Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, (104) sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu [1] , sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (105) Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (106) Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar [2]. (107) Kami abadikan untuk Ibrahim itu [pujian yang baik] di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (108) [yaitu] “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”. (109) Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (110) Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman (111).” (QS Ashshaffat [37]: 105-111)
Saat itu, Malaikat Jibril pun datang dengan membawa seekor domba yang besar dari dalam surga. Kemudian domba tersebut dijadikan tebusan atau ganti Nabi Ismail. Malaikat Jibril yang datang dan melihat Nabi Ibrahim berusaha memotong leher putera beliau. Dengan rasa ta’dzim (hormat) dan terheran atas Nabi Ibrahim, Malaikat Jibril bertakbir :
الله اكبر الله اكبر
Kemudian Nabi Ibrahim menjawab :
لااله الا الله والله اكبر
Nabi Ismail pun mengikuti :
الله اكبر ولله الحمد
Demikian kisah dari Kitab Durrotun Nashihin karangan Syaikh Asy-Syakiri Al-Khoubawi.
Hadirin yang sama-sama mengharap ridha Allah
Lalu, pelajaran apakah yang dapat kita petik dan amalkan dari kisah Keteladanan Keluarga Nabi Ibrahim ini? Antara lain adalah:
1. Kethaatan dan ketundukan kepada Allah akan mendapatkan godaan dan tantangan dari syaitan. Karena itu lontarlah atau lawanlah dan hadapilah godaan itu dengan berpegang teguh pada kethaatan kepada Allah dan dengan memohon pertolongan-Nya.
2. Biarpun kasih dan sayang kepada keluarga, tapi kalau sudah ada amanah dan perintah Allah, maka tinggalkanlah urusan keluarga itu dan penuhilah perintah Allah. Dan Allah pasti tidak akan menyia-nyiakan pengorbanan kita.
3. Harta kekayaan dan anak-anak, serta segala yang kita miliki hanyalah titipan-Nya. Karena itu, marilah kita gunakan titipan Allah ini untuk mengabdi kepada-Nya. Dan Allah pasti akan menggantinya dengan pahala yang lebih baik lagi.
4. Bagi kita kaum Muslimin yang memiliki kemampuan untuk berqurban, maka marilah kita berqurban dengan hewan. Kita tidak sampai berqurban dengan anak kita seperti Nabi Ibrahim terhadap Nabi Ismail. Dan Allah pun pasti akan mengganti qurban kita dengan pahala sejumlah bulu dan rambut yang ada di hewan qurban kita serta Allah ganti sebagai kendaraan kita menju syurga-Nya.
الله اكبر الله اكبر
لااله الا الله والله اكبر
الله اكبر ولله الحمد
Ma’asyiral muslimin wal muslimat, jamaah shalat ‘Ied rahimakumullah.
Selanjutnya, masih dari kisah Nabi Ibrahim, di tempat yang luas, samudera padang pasir tanpa manusia itulah, ketika Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail membangun kembali Baitullah, Nabiyullah Ibrahim Allah perintahkan untuk menyeru manusia agar mengunjungi tempat itu untuk berhaji.
Ketika mendapatkan perintah ini, Nabi Ibrahim pun kebingungan, bagaimana cara untuk menyeru agar manusia dapat menunaikan ibadah haji? Beliau pun mengeluhkan “Wahai Rabb, bagaimana saya dapat menyerukan sementara suara saya tidak dapat didengar mereka?” Maka Allah pun berkata kepada Ibrahim “Serulah, kami yang akan menyampaikannya”
Nabi Ibrahim pun menyeru, “Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan Baitullah, maka tunaikanlah ibadah haji.”
Setelah itu, gunung itupun tunduk dan menyebarkan seruan Nabi Ibrahim hingga seluruh manusia mendengarnya. Mereka pun kemudian menjawab “Labbaik allahumma labbaik” (Saya penuhi panggilanmu ya Allah.. Saya penuhi panggilanmu).
Allah pun kemudian mengabadikannya dalam ayat:
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
Artinya : “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh”. (Q.S. Al-Hajj [22]: 27).
Demikian disarikan dari Kitab Ayaatul Hajji Fil Qur’an karya Syaikh Shalih Al-Maghamisi dan telah dirujuk kembali pada kitab Tafsir Ibnu Katsir.
Kini, mereka para manusia menuju Baitullah, dari berbagai penjuru dunia, tanpa memandang pangkat dan jabatan, warna kulit dan antargolongan, serta melalui berbagai cara dan upaya.
Ada tukang sayur di Jawa yang baru bisa berangkat setelah setelah menabung sepanjang dua puluh tahun, ada juga warga yang rela menjual tanah ladangnya, hingga ada yang nekad naik sepeda sendirian dari negeri Cina dengan menempuh jarak 8.000 km lebih. Subhaanallaah.
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Hadirin-hadirat yang dirahmati Allah.
Pada episode berikutnya, hari Arafah masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, saat beliau sedang melaksanakan wuquf di padang Arafah, bersama dengan sekitar 144 ribu para sahabatnya, ketika untuk pertama kalinya menjalankan ibadah haji tanpa bercampur dengan kaum Musryikin turunlah ayat:
ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَـٰمَ دِينً۬ا…..ۚ…..
Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku- cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS Al-Maidah [5]: 3).
Di Padang Arafah ini pula Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyampaikan Khutbatul Wada’, atau khutbah perpisahan, yakni tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriyah. Karena tahun berikutnya beliau wafat dipanggil Allah. Khutbah yang menggetarkan nilai-nilai kemanusiaan, betapa beliau sangat menghargai harga diri seorang Muslim yang tidak boleh tertumpah darah darinya, dan betapa sesama Muslim adalah bersaudara.
Di antara kutipan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada hari khutbah Arafah itu adalah:
أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ إِلَى أَنْ تَلْقَوْا رَبَّكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِى شَهْرِكُمْ هَذَا فِى بَلَدِكُمْ هَذَا.
Artinya : “Wahai manusia, sesungguhnya darah kalian dan harta kalian haram atas kalian hingga kalian bertemu Tuhan kalian (hari Kiamat) seperti keharaman hari kalian ini, di bulan kalian ini, di negri kalian ini”.
وَإِنَّمَا النِّسَاءُ عِنْدَكُمْ عَوَانٌ، لاَ يَمْلِكْنَ لأَنْفُسِهِنَّ شَيْئًا، وَإِنَّكُمْ إِنَّمَا أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانَةِ اللهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ فِي النِّسَاءِ وَاسْتَوْصُوا بِهِنَّ خَيْرًا.
Artinya: “Dan sesungguhnya perempuan (isteri) di sisi kalian ibarat tawanan, mereka sedikitpun tidak berkuasa atas diri mereka sendiri, dan sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanah Allah dan kalian menjadikan kemaluan mereka halal (untuk kalian) dengan kalimat Allah, bertaqwalah kalian kepada Allah di dalam urusannya perempuan (isteri), dan nasehatlah dengan baik kepada mereka.”
أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ وَلاَ يَحِلُّ لامْرِئٍ مَالٌ لأَخِيهِ إِلاَّ عَنْ طَيِّبِ نَفْسٍ مِنْهُ
Artinya: “Wahai manusia, Sesungguhnya orang-orang iman adalah bersaudara, dan tidak halal bagi seseorang harta saudaranya kecuali disertai enak (ridhanya) diri”.
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Artinya: “Telah aku tinggalkan di kalangan kalian dua perkara yang kalian tidak akan sesat selagi berpegang teguh pada keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabinya.”
أَيُّهَا النَّاسُ، أَلاَ إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ، وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ، أَلاَ لاَ فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ، وَلاَ لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ، وَلاَ لأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ، وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى.
Artinya: “Wahai manusia, ingatlah sesungguhnya Tuhan kalian itu satu, bapak kalian itu satu, ingatlah tidak ada keutamaan orang Arab melebihi orang A’jam (non-Arab), dan tidak ada keutamaan orang A’jam melebihi orang Arab, dan tidak ada keutamaan orang kulit merah mengalahkan orang kulit hitam, tidak ada keutamaan orang kulit hitam mengalahkan orang kulit merah, melainkan dengan sebab takwa”.
Setelah itu di tempat yang sama dan jarak waktu yang tidak lama baginda Nabi pun mendapat wahyu berupa ayat terakhir :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا
Artinya : “Hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian dan aku sempurnakan atas kalian nikmat-nikmat-Ku, dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian”. (Q.S. Al-Maidah [5]: 3).
Kira-kira tiga bulan setelah khutbah yang sangat monumental tersebut, beliau memenuhi panggilan Allah, kekasih sekaligus Tuhan yang telah mengutusnya sebagai rahmat bagi seluruh alam, shalawat dan salam semoga tetap atasnya.
اللهم صلى على محمد اللهم صلى على محمد اللهم صلى على محمد
الله اكبر, الله اكبر, لااله الاالله اكبر, الله اكبر ولله الحمد
Ma’asyiral muslimin wal muslimat
Ini juga adalah pelajaran terbesar daeri pelaksanaan ibadah haji, yakni urgensi pentingnya persatuan dan kesatuan umat Islam seluruh dunia di bawah pimpinan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang kemudian dilanjutkan oleh kepemimpinan Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyyin, dan kemudian dilanjutkan oleh Kepemimpinan yang mengikuti jejak-jejak kenabian atau Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah. Hingga kini dan akhir jaman. Tidak boleh terjadi kehormatan Islam dilecehkan, darah kaum Muslimin khususnya dan manusia pada umumnya tertumpah. Itu semua menjadi catatan betapa urgennya keberadaan seorang Khalifah atau Imaam bagi kaum Muslimin.
Khalifah sebagai penyelsai masalah, pemimpin perjuangan dan pemersatu segala potensi kaum Muslimin dan dalam menata peradaban dunia berdasarkan syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Inilah aga tauhid seperti Allah sebutkan di dalam firman-Nya :
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِي. فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ. فَذَرْهُمْ فِي غَمْرَتِهِمْ حَتَّى حِينٍ
Artinya : “Dan sesungguhnya (agama) tauhid ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertaqwalah kepada-Ku. Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka menjadi terpecahbelah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu.” (Q.S. Al-Mu’minun [23]: 52-54).
Persatuan dan kesatuan umat Islam adalah kekuatan, sementara bertikai dan berpecah belah justru melemahkan perjuangan.
Seperti pada ayat lain Allah mengingatkan :
وَأَطِيعُواْ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَلاَ تَنَازَعُواْ فَتَفْشَلُواْ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُواْ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Artinya : “Dan ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kalian berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu, dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Anfal [8]: 46).
Adapun permusuhan dan kebencian sesama kaum Muslimin, merupakan bisikan dan ajakan syaitan. Seperti Allah peringatkan di dalam kalam suci-Nya :
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاء…
Artinya : “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian …” (Q.S. Al-Maidah [5]: 46).
Allah pun menegaskan sekali lagi di dalam ayat:
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا وَاذْكُرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ
Artinya : “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian pada tali Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu berfirqah-firqah (bergolong-golongan), dan ingatlah akan ni’mat Allah atas kamu tatkala kamu dahulu bermusuh-musuhan maka Allah jinakkan antara hati-hati kamu, maka dengan ni’mat itu kamu menjadi bersaudara, padahal kamu dahulu nya telah berada di tepi jurang api Neraka, tetapi Dia (Allah) menyelamatkan kamu dari padanya; begitulah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu, supaya kamu mendapat petunjuk.” (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 103 ).
Wujud pengamalan persatuan dan kesatuan umat Islam itu adalah dengan mengamalkan syari’at Jama’ah Muslimin beserta Imaamnya, sebagaimana penjelasan tafsir dari surat Ali Imran ayat 103 itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan:
تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ
Artinya: “Tetapilah oleh engkau Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka!” (Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim dari Hudzaifah bin Yaman).
Ibnu Katsir di dalam Tafsir Al-Quranul ‘Adzim menjelaskan, “Bahwa Allah telah memerintahkan kepada umat Islam untuk berjama’ah dan melarang mereka dari perpecahan. Demikian pula termaktub di dalam hadits-hadits yang memerintahkan umat Islam untuk berjama’ah”.
الله اكبر, الله اكبر, لااله الاالله اكبر, الله اكبر ولله الحمد
Jama’ah shalat ‘Idul Adha Rahimakumullah.
Termasuk puncak perjuangan jihad di jalan Allah, itu adalah atas arahan dan pimpinan Khalifah atau Imaamul Muslimin.
Maka momentum Idul Adha ini juga diharapkan sanggup melipatgandakan ruhul jihad fi sabilillah dalam menegakkan kehormatan Islam dan muslimin. Sebab, tanpa adanya jihad fi sabilillah, maka begitulah nasib muslimin dihinakan, dilecehkan, dan dipinggirkan di mana-mana. Al-Aqsha dinodai, kaum Muslimin tertindas di Palestina, Rohingya, dan negeri-negeri lain di mana Islam merupakan minoritas. Sementara saudara-saudara kita masih dilanda konflik di negeri-negeri kawasan Timur Tengah seperti di Iraq, Suriah, Yaman dan lainnya. Semuanya insya-Allah hanya dapat diselesaikan jika kaum Muslimin bersatu dalam satu Jama’ah Muslimin beserta Imaamnya. Allahu Akbar!
Dunia penuh dengan ketidakadilan, penindasan, pelecehan, umat Islam bagai makanan di meja hidangan, dikeroyok dari berbagai penjuru. Terutama tampak sekali dari pemberitaan di media massa baik cetak, elektronik maupun online. Maka saatnyalah kita meningkatkan kewajiban berjihad fi sabilillah, sebagai puncak ibadah kita kepada-Nya.
Seperti disebutkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
أَلاَ أُخْبِرُكَ بِرَأْسِ الأَمْرِ كُلِّهِ وَعَمُودِهِ وَذِرْوَةِ سَنَامِهِ ؟ قُلْتُ : بَلَى يَا رَسُولَ الله . قَالَ : رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ ، وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الجِهَادُ.
Artinya : “Sukakah aku kabarkan kepada engkau kepala segala urusan, tiangnya dan puncak ketinggiannya?” Saya (Muadz) berkata: “Pastilah, Duhai Rasulullah!” Jawab Rasulullah, “Kepala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncak ketinggiannya adalah Jihad.”(HR At-Tirmidzi).
لاَ يَدَعُ قَوْمٌ الْجِهَادَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ ضَرَبَهُمُ الله بِالْفَقْرِ
Artinya : “Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad fie sabilillah, melainkan Allah timpakan kefakiran terhadap mereka.” (HR Ibnu ‘Asakir).
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ ، وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ ، وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ ، وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ ، سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ .
Artinya : “Bila kalian berjual‑beli dengan ‘inah (yakni riba dan penipuan), mengikuti ekor‑ekor sapi, menyukai bercocok tanam, dan kalian meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menimpakan kehinaan ke atas kalian yang tidak akan dicabut sehingga kalian kembali kepada agamamu.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Hal ini seiring dan sejiwa dengan maklumat Jama’ah Muslimin (Hizbullah), wadah kesatuan umat Islam secara keseluruhan, sebagai perwujudan Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah, yang benar-benar secara realita berada di tengah-tengah medan jihad fil ardh, bersama kaum muslimin lainnya.
Hal ini seperti yang dimaklumatkan pada awal ditetapinya Jama’ah Muslimin (Hizbullah) pada Hari Raya Idul Adha 10 Dzulhijjah 1372 H. / 20 Agustus 1953 yang antara lain berbunyi, “Bahwa Jama’ah Muslimin (Hizbullah) tegak berdiri di dalam lingkungan kaum muslimin, di tengah-tengah antar golongan, menyeru kepada kebajikan, menyuruh bebuat baik dan mencegah perbuatan munkar. Menolak tiap-tiap fitnah penjajahan, kedzaliman suatu bangsa di atas bangsa lain dan mengusahakan ta’aruf antar bangsa”.
Jama’ah Muslimin (Hizbullah) itu sendiri terlahir dari kandungan kaum muslimin, bersama kaum muslimin, menuju mardhatillah. Jama’ah Muslimin (Hizbullah) juru bicara kaum muslimin dalam menyampaikan amar maruf nahi mungkar ke seluruh permukaan bumi. Jama’ah Muslimin (Hizbullah) juga merupakan tali pengikat dan penghubung di antara kaum muslimin seluruh dunia. Jama’ah Muslimin (Hizbullah)juga merupakan pemanggil seluruh manusia menuju masyarakat yang adil, makmur dan damai, yang rahmatan lil ‘alamin.
Dengan persatuan dan kesatuan (Jama’ah Muslimin), bersaudara saling beramal shalih, inilah tanda-tanda kejayaan kaum Muslimin. Sesuai dengan janji-Nya :
وَعَدَ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَ لَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَ لَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُوْنَنِيْ لاَ يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْئًا وَ مَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُوْنَ
Artinya : “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar [keadaan] mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang [tetap] kafir sesudah [janji] itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Q.S. An-Nuur [24] : 55).
إِنَّا فَتَحۡنَا لَكَ فَتۡحً۬ا مُّبِينً۬ا .لِّيَغۡفِرَ لَكَ ٱللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنۢبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعۡمَتَهُ ۥ عَلَيۡكَ وَيَہۡدِيَكَ صِرَٲطً۬ا مُّسۡتَقِيمً۬ا .وَيَنصُرَكَ ٱللَّهُ نَصۡرًا عَزِيزًا .
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata. Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang, serta menyempurnakan ni’mat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus, dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat [banyak].” (QS Al-Fath : 1-3).
Termasuk yang paling pokok adalah jihad bagi kembalinya Masjid Al-Aqsha ke pangkuan kaum Muslimin, dari cengkeraman Zionis Israel. Saat itu pun sudah dekat, sesuai dengan janji nubuwwah :
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُوْنَ الْيَهُوْدَ فَيَقْتُلُهُمُ الْمُسْلِمُوْنَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِىُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوِ الشَّجَرُ : “يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللهِ هَذَا يَهُودِىٌّ خَلْفِيْ فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ”، إِلاَّ الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ”.
Artinya : “Tidak akan terjadi Hari Kiamat sehingga kaum Muslimin memerangi kaum Yahudi lalu kaum Muslimin membunuh mereka. Sehingga orang yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon. Maka batu atau pun pohon itu berkata : “Wahai Muslim, Wahai Hamba Allah.. ini ada seorang Yahudi bersembunyi di belakangku, kemarilah bunuhlah dia! Kecuali pohon gharqad, karena pohon tersebut diantara pohon-pohon (yang ditanam) orang-orang Yahudi”. (H.R. Muslim dari Abu Hurairah).
الله اكبر, الله اكبر, لااله الاالله اكبر, الله اكبر ولله الحمد
Demikianlah Jama’ah ’Idul Adha yang dimuliakan Allah.
Akhir dari khutbah ini, secara khusus kepada kaum muslimat, Khatib pesankan kepada kalian pandai-pandailah bersyukur kepada Allah, berbakti kepada orang tua, meningkatkan infaq dan amal sholih, serta tidak ketinggalan menopang perjuangan jihad fi sabilillah. Seperti dukungan Siti Hajar pada Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam.
Tidak lupa, perbanyaklah berterima kasih kepada suami yang dengan takdir Allah sebagai pimpinan di rumah tangga kalian, apapun dan bagaimanapun keadaannya, itulah pimpinan kalian wahai kaum muslimat. Karena itu jika suami kalian, ayah dari anak-anak kalian, sedang menunaikan amanah, kuatkanlah dan doakanlah. Juga jika suami kalian, ayah dari anak-anak kalian, sedang dilanda kerugian, masalah, dan musibah, maka shabarkanlah, semangatilah, dan gembirakanlah. Atau jika suami kalian, ayah dari anak-anak kalian, sedang terpuruk dosa dan maksiat, sadarkanlah, ingatkanlah dengan tetap berbakti kepadanya, doakanlah, ajaklah untuk bertaubat dan taqarrub kepada Allah.
Semoga kaum muslimat semuanya menjadi wanita shalihat yang diridhai Allah Subhananhu Wa Ta’ala. Amin Yaa Robal ‘alamin.
Terakhir, marilah kita tundukkan jiwa, rendahkan hati, untuk munajat doa kepada Allah Yang Maha Kuasa. Pada hari mulia ini, mulai detik ini, marilah kita bertaubat dengan taubatan nasuha, kembali ke jalan yang diridhai-Nya, kembali memperbaiki amal ibadah kita yang selama ini kurang sempurna, kita bergandeng tangan menjalin ukhuwah sesama ikhwan, kembali ke barisan jihad secara berjama’ah.
Ingatlah saudara-saudaraku seiman seperjuangan, bahwa kelak kita akan menghadap Allah satu per satu tanpa ada yang menemani kecuali amal sholih kita sendiri selama kita hidup di dunia yang fana ini. Lalu kita akan mempertanggungjawabkan segala apa yang telah kita katakan dan apa-apa yang sudah kita kerjakan, kita amalkan.
الحَمْدُ لله رَبِّ العَلَمِيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى اَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالمرْسَلِيْن َوَعَلَى الِهِ وَأَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ .أَللَّهُمَّ مُنْزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ السَّحَابِ وَهَازِمَ اْلأَحْزَابِ اَللَّهُمَّ هْزِمْهُمْ وَانْصُرْنَا عَلَيْهِمْ. أَللَّهُمَّ مُنْزِلَ الْكِتَابِ سَرِيْعَ اْلحِسَابِ اِهْزِمِ اْلأَحْزَابِ أَللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَزَلْزِلْهُمْ. أَللَّهُمَّ احْيِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاِمَامَهُمْ بِجَمَاعَةِ اْلمُسْلِمِيْنَ حَيَاةً كَامِلَةً طَيِّبَةً وَارْزُقْهُمْ قُوَّةً غَالِبَةً عَلَى كُلِّ بَاطِلٍ وَظَالِمٍ وَسُوْءٍ وَفَاحِشٍ وَمُنْكَرٍ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ .رَبَّنَا ءَامَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ. رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ. اللَّهُمَّ انْجِ الْمُسْلِمِيْنَ اللَّهُمَّ انْجِ الْمُؤْمِنِيْنَ فىِ بِلاَدِ الْعِرَاقِ وَأَفْغَانِسْتَانِ وَسُورِيَة وَرَاهِنْياَ وَفَلَسْطِيْنَ خَاصَّةً, وَفىِ بُلْدَانِ اْلمُؤْمِنِيْنَ عَامَّةً. اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى كُفَّارِ أَمِيْرِكَ وَيَهُوْدِ إِسْرَائِيْلَ وَشُرَكَائِهِمْ. اللَّهُمَّ وَشَطَّطْ شَمْلَهُمْ وَفَرِّقْ جَمْعَهُمْ اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَزَلْزِلْهُمْ. رَبَّنَا اَتِنَا فِىْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى ْالأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَ أَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ اْلأَبْرَارِ يَا عَزِيْزٌ يَا غَفَّارٌ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ. تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّاوَمِنْكُمْ, تَقَبَّلْ يَاكَرِيْم.
(P4/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)