KHUTBAH IDUL ADHA: WUJUDKAN KESATUAN UMAT ISLAM TEBARKAN RAHMAT BAGI SEGENAP ALAM

afta umrah 1Oleh : Ali Farkhan Tsani*

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهْ صَدَقَ وَعْدَهُ ,وَنَصَرَ عَبْدَهُ ,وَأَعَزَّ جُنْدَهُ ,وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لَاإِلهَ إِلاَّالله وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ ,مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ, وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ, وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلهَ إِلاَّالله لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ االداَّعِيْ إِلىَ الصِّراَطِ المُسْتَقِيْمِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ نَبِيِّناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ. أَماَّ بَعْدُ. فَيَااَيُّهَا الْعَائِدُوْنَ وَالْفَائِزُوْنَ, أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا الله حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ وَقَالَ يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ

الله اكبر, الله اكبر, لااله الاالله اكبر, الله اكبر ولله الحمد

 

Ma’asyiral muslimin wal muslimat, rahimakumullah.

Wasiat Taqwallah

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi-Nya, Sang Pemilik jagat raya, pemelihara langit cakrawala, dan bumi seisinya, kasih sayang-Nya tak terkira dan tak terhingga. Karunia-Nya mengiringi, derap langkah kaum muslimin pagi ini,  berkumpul bersama menghadiri shalat , seraya berharap ridha ilahi.

Shalawat serta salam terkirim kepada junjungan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam beserta keluarganya dan Nabiyullah Ibrahim ‘Alaihis Salam beserta keluarganya.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Selanjutnya, khatib menyampaikan wasiat taqwallah. Marilah kita pelihara kualitas taqwa tanpa putus asa dan keluh kesah. Dalam suka maupun duka, bahagia maupun sengsara, miskin atau kaya, sendiri atau bersama-sama, sejak muda hingga tua, tetap dalam taqwallah.

Hal ini karena, derajat mulianya manusia di sisi rabb-Nya, adalah karena taqwanya semata. Bukan kekayaan harta yang dikumpulkannya, bukan pula penampilan fisik atau baju baru yang dipakainya, juga tidak karena tingginya pangkat jabatan yang didudukinya. Akan tetapi semata-mata karena taqwanya, keistiqamahannya menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.

Sesuai dengan firman-Nya :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: ”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Al-Hujurat/49 :13).

Di samping itu, Allah hanya akan memperkenankan ibadah dari hamba-hamba-Nya yang bertaqwa, seperti dalam ayat :

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلۡمُتَّقِينَ

Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa”. (QS Al-Maidah / 5 : 27).

Dengan taqwa pula, Allah akan berkenan memberikan pertolongan kepada kita dalam menghadapi berbagai problematika hidup. Sebagaimana firman-Nya :

 ۚ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًاوَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا…..وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

Artinya : “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. …..Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (QS Ath-Thalaq / 65 : 1-4).

Dengan taqwallah, insya Allah amal kita akan semakin baik dan Allah berkenan mengampuni kesalahan-kesalahan kita.

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, tha’atlah kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar. Dengan begitu, niscaya semua yang kalian lakukan hasilnya akan menjadi baik, dan dosa-dosa kalian akan diampuni Allah. Siapa saja yang menaati Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia memperoleh kemenangan yang sangat besar.” (QS Al-Ahzab/33 : 71-72).

Sementara jika kita mengingkari Allah, bahkan berbuat maksiat, berpaling dari peringanatn Allah, maka dampaknya berupa penghidupan yang sempit, seolah jalan buntu, dan gelap gulita. Seperti peringatan-Nya :

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَإِنَّ لَهُ مَعِيْشَةً ضَنْكَا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ القِيَامَةِ أَعْمَى

Artinya : “Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS Thaha/20 : 114).

Haji dan Kesatuan Umat Islam

Sementara jutaan jama’ah haji di tanah suci Makkah Al-Mukarramah, sedang menunaikan rukun Islam kelima, sebagai kewajiban memenuhi panggilan Allah.

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِين

Artinya : “Menunaikan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah, dan barangsiapa yang mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak membutuhkan sesuatu) dari semesta alam.” (QS Ali ‘Imran/3: 97).

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! عَلَى اَلنِّسَاءِ جِهَادٌ  قَالَ: نَعَمْ, عَلَيْهِنَّ جِهَادٌ لَا قِتَالَ فِيهِ: اَلْحَجُّ, وَالْعُمْرَةُ

Dari ‘Aisyah Radhiyallaahu ‘Anha bahwa dia bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kaum wanita itu diwajibkan jihad?” Beliau menjawab, “Ya, mereka diwajibkan jihad tanpa perang di dalamnya, yaitu haji dan umrah.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Para jama’ah hajji, berkumpul dalam gerak yang satu, thawaf mengitari Ka’bah yang satu, berpakaian ihram dengan warna putih yang satu, berwuquf di ‘Arafah yang satu. Kesatuan jama’ah haji dalam satu tempat, waktu dan tujuan, hal tersebut menunjukkan bahwa umat Islam memang sesungguhnya adalah umat yang satu. Sebagaimana firman Allah :

وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِي

Artinya : “Dan sesungguhnya (agama) tauhid ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertaqwalah kepada -Ku.” (QS Al-Mu’minun/23 : 52).

Sebagai umat yang satu, maka hendaklah mereka saling bersaudara karena Allah, saling mendamaikan antarsesamanya, dan saling menutupi kekurangannya. Sehingga terjalin bingkai persaudaraan bagai sebuah bangunan kokoh tak tergoyahkan, bagai rantai yang tak terputuskan.

Allah mengingatkan kita di dalam firman-Nya :

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٌ۬ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡ‌ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”. (QS Al-Hujurat : 10).

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Artinya : “Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kalian bercerai-berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian karena ni’mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk”. (QS Ali Imran/3 : 103).

Berkaitan dengan ayat tersebut, Ibnu Mas’ud menjelaskan, yang dimaksud “tali Allah” adalah Al-Jama’ah.  Selanjutnya, Imam Al-Qurthubi menyatakan, sesungguhnya Allah memerintahkan supaya (kaum muslimin) bersatu padu dan melarang mereka berpecah belah, karena perpecahan itu adalah kerusakan dan persatuan (Al-Jama’ah) itu adalah keselamatan.

Ibnu Katsir di dalam tafsirnya menyebut, wujud persatuan dan kesatuan kaum muslimin adalah dalam wadah Jama’ah Muslimin beserta Imaam mereka.

تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْـلِمِيْنَ وَإِمَامَهُمْ

Artinya : “Tetaplah kalian pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka “(Muttafaq ‘Alaih dari Hudzaifah bin Yaman).

Dengan pola hidup berjama’ah, maka kita dituntut berlaku adil, jangan sampai menebar kebencian kepada orang lain, yang dapat mengakibatkan tidak dapat berbuat adil.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap sesuatu kaum, mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al-Maidah / 5 : 8).

Adapun soal perbedaan pendapat dan pandangan, itu hanyalah warna-warni kehidupan bukan untuk permusuhan dan pertikaian. Dulu, di kalangan sahabat saja, perbedaan pendapat ternyata terjadi di kalangan mereka, bahkan ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam masih ada. Setelah beliau wafat, volume perbedaan di antara mereka semakin meningkat. Bayangkan saja, di antara Umar bin Khattab dengan Abdullah bin Mas’ud saja, seperti diungkap Ibnul Qayyim al- Jauziyah, bahwa terjadi perbedaan pendapat pada sejumlah hal yang mencapai seratus masalah. Lalu, apakah perbedaan pendapat itu merusak persahabatan di antara mereka? Ternyata tidak.

Ketika suatu saat Umar bin Khattab berkumpul bersama sahabat-sahabatnya, lalu dari kejauhan terlihat sosok Abdullah bin Mas’ud. Umar berkata, “Lihatlah, tidak ada orang yang lebih kusukai ketinggian ilmu dan kesalehannya lebih dari orang itu”. Sebaliknya, ketika Abdullah bin Mas’ud bersama para sahabatnya, lalu melihat sosok Umar, ia berkata, “Lihatlah, tidak ada orang yang lebih kukagumi dan kuhormati lebih dari orang itu”.

Apa yang terjadi pada sahabat Umar bin Khattab dan Abdullah bin Mas’ud, ternyata berlaku pula pada para sahabat lainnya seperti antara Umar bin Khattab dengan Abu Bakar Shiddiq, antara Abdullah bin Abbas dengan Zaid bin Tsabit, dan lain-lain. Subhaanallaah.

Perbedaan pendapat yang terjadi di antara para sahabat terjadi begitu alami dan dinaungi cahaya Ilahi. Sehingga kesan indah tentang kemuliaan akhlak muncul dan memancar di antara mereka. Mereka tetap saling menghargai dan saling menghormati. Sebab jika perbedaan pendapat yang kemudian menjadikan perdebatan apalagi pertikaian, maka jutsru itu dapat merusak kekuatan kaum muslimin.

Allah mengingatkan kembali kita di dalam firman-Nya :

وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ ۥ وَلَا تَنَـٰزَعُواْ فَتَفۡشَلُواْ وَتَذۡهَبَ رِيحُكُمۡ‌ۖ وَٱصۡبِرُوٓاْ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّـٰبِرِينَ

Artinya : “Dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS Al-Anfal/8 : 46).

Apalagi jika sesama kaum muslimin saling menumpahkan darah tanpa sebab yang haq. Na’udzubillaahi min dzalik.

Ingatlah bagaimana wasiat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada saat beliau melaksanakan Haji Wada’, atau haji perpisahan. Sebab setelah haji itu, tahun berikutnya beliau wafat. Pesan beliau :

أَيُّهَاالـنَّاسُ، إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْـوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ إِلَى أَنْ تَلْقَوْا رَبَّكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هذَا، وَكَـحُرْمَةِ شَهْرِكُمْ هذَا

Artinya : “Wahai manusia! Bahwasannya darah kalian dan harta-benda kalian adalah haram (untuk duganggu), sampai datang masanya kalian menghadap Tuhan  kalian, seperti kesucian hari ini dan kesucian bulan ini”.

Kemudian pesan beliau lanjutnya :

أَيُّهَا النَّاسُ، إِسْمَعُوْا قَوْلِيْ وَاعْقِلُوْهُ، تَعْلَمُنَّ أَنَّ كُلَّ مُسْلِمٍ أَخٌ لِلْمُسْلِمِ، وَأَنَّ الْمُسْلِمِيْنَ إِخْوَةٌ، فَلاَ يُحِلُّ لاِمْرِىءٍ مِنْ أَخِيْهِ إِلاَّ مَا أَعْطَاهُ عَنْ طِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ، فَلاَ تُظْلَمُنَّ أَنْفُسَكُمْ. اللّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ ! قُلْ لَهُمْ إِنَّ اللهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ إِلَى أَنْ تَلْقَوْا رَبَّكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هذَا.  اللّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ؟ اللّهُمَّ اشْهَدْ!

Artinya : “Wahai manusia sekalian! Dengarkan kata-kataku ini dan perhatikan! Kalian akan mengerti, bahwa setiap Muslim adalah saudara Muslim yang lain, dan kaum Muslimin semuanya bersaudara. Tetapi seseorang tidak dibenarkan (mengambil sesuatu) darai saeudaranya, kecuali jika dengan senang hati diberikan kepadanya. Janganlah kamu menganiaya diri sendiri. Ya Allah, sudah kusampaikan?. Katakanlah kepada mereka, bahwa darah dan harta kamu oleh Tuhan disucikan, seperti hari ini yang suci, sampai masanya kamu sekalian bertemu dengan Tuhan. Ya Allah! sudahkah kusampaikan? Ya Allah. saksikanlah ini!”

Rahmat bagi Semesta Alam

Itulah ajaran Islam yang membawa rahmat, kesejahteraan, kedamaian, kebahagiaan bagai semesta alam. Sebagaimana firman-Nya :

وَمَاأَرْسَلْنَاكَ إِلّاَرَحْمَةً لَلْعَالَمِيْنَ

Artinya : “Dan tidaklah Aku utus engkau (wahai Muhammad) kecuali menjadi rahmat bagi segenap alam”. (QS Al-Anbiya : 107).

Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu menjelaskan ayat tersebut, yaitu Allah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai rahmat bagi seluruh manusia, baik mukmin maupun kafir. Rahmat bagi orang mukmin yaitu Allah memberinya petunjuk dengan sebab diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengantarkan orang-orang beriman ke dalam surga dengan iman dan amal mereka terhadap ajaran Allah. Sedangkan rahmat bagi orang kafir, berupa tidak disegerakannya bencana yang menimpa umat-umat terdahulu yang mengingkari ajaran Allah.

Sifat kasih sayang beliau Shallalahu ‘Alaihi Wasallam amatlah terang benderang. Lisan beliau tak pernah mengucapkan kata-kata cercaan dan caci maki. Beliau sendiri bersabda:

إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا . وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً

Artinya : “Aku tidak diutus sebagai tukang melaknat. Akan tetapi aku diutus sebagai penyemai rahmat”. (HR Muslim).

Pada hari pembebasan Fathu Mekkah, kaum kafir Quraisy ketakutan melihat tentara kaum muslimin yang telah menguasai Mekkah. Mereka menunggu apa yang akan diucapkan atau dilakukan Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam.

Apa yang dikatakan oleh beliau? Adalah seperti Nabi Yusuf ketika mengatakan kepada saudara-saudaranya tatkala beliau sudah menjadi pejabat. Sementara saudara-saudaranya memerlukannya. Nabi Shallalahu ‘Alaihi Wasallam membacakan firman Allah :

قَالَ لَا تَثۡرِيبَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡيَوۡمَ‌ۖ يَغۡفِرُ ٱللَّهُ لَكُمۡ‌ۖ وَهُوَ أَرۡحَمُ ٱلرَّٲحِمِينَ

 Artinya : “Dia (Yusuf) berkata: “Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kalian, mudah-mudahan Allah mengampuni (kalian), dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.” (QS Yusuf/12 : 92).

Terhadap makanan pun, baginda Nabi Shallalahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah mengeluarkan kata-kata celaan dan caci-maki. Bila beliau Shallalahu ‘Alaihi Wasallam berselera, maka beliau akan memakan hidangan yang ada. Bila sedang tak berselera, maka akan beliau tinggalkan, tanpa disertai komentar apapun.

Sikap penuh rahmat dan kasih sayang inilah yang juga diteladani oleh Panglima Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi tatkala menaklukkan Palestina tahun 1193. Sikap penuh perikemanusiaan Sultan Shalahuddin dalam memperlakukan tentara salib Nasrani itu merupakan suatu gambaran yang berbeda seperti langit dan bumi, dengan perlakuan dan pembunuhan secara besar-besaran yang dialami kaum Muslimin ketika dikalahkan oleh tentara Salib sekitar satu abad sebelumnya.

Menurut penuturan ahli sejarah Michaud, pada waktu Jerusalem direbut oleh tentara Salib pada tahun 1099 Masehi, kaum Muslimin dibunuh secara besar-besaran di jalan-jalan raya dan di rumah-rumah kediaman. Jerusalem tidak memiliki tempat berlindung bagi umat Islam yang menderita kekalahan itu. Tentara Salib berjalan menginjak-injak tumpukan mayat Muslimin, mengejar mereka yang masih berusaha dengan sia-sia melarikan diri. Raymond d’ Angiles yang menyaksikan peristiwa itu mengatakan bahwa : “Di serambi masjid mengalir darah kaum muslimin sampai setinggi lutut, dan sampai ke tali tukang kuda prajurit.”

Sebaliknya, ketika Sultan Shalahuddin merebut kembali kota Jerusalem, dia tidak membalas dendam, tetapi justru memberi pengampunan umum kepada penduduk Nasrani untuk tinggal di kota itu. Hanya para prajurit Salib yang diharuskan meninggalkan kota dengan pembayaran uang tebusan yang ringan. Bahkan sering terjadi bahwa Sultan Shalahuddin yang mengeluarkan uang tebusan itu dari kantongnya sendiri dan diberikannya pula kemudian alat pengangkutan.

Tentang sifat memberi maaf, tanpa dendam, menolak kejahatan dengan cara yang baik, Allah sebutkan di dalam Al-Quran :

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ. وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ

Artinya : “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.”. (QS Fushshilat/41 : 34-35).

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ

Artinya : “Shadaqah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR Muslim).

أَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى أَكْرَمِ أَخْلاَقِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ؟ تَعْفُو عَمَّنْ ظَلَمَكَ وَتُعْطِى مَنْ حَرَمَكَ وَتَصِلُ مَنْ قَطَعَكَ

Artinya : “Maukah kalian aku tunjukkan akhlak yang paling mulia di dunia dan di akhirat? Memberi maaf orang yang mendzalimimu, memberi orang yang menghalangimu dan menyambung silaturrahim orang yang memutuskanmu” (HR Baihaqi).

Beberapa hadits lain menyebutkan, yang artinya :

“Barangsiapa yang didatangi saudaranya yang hendak meminta maaf, hendaklah memaafkannya, apakah ia berada di pihak yang benar ataukah yang salah, apabila tidak memaafkan, niscaya tidak akan mendatangi telagaku di akhirat.: (HR Al-Hakim).

Barangsiapa yang tidak mau memberi maaf kepada oranglain, maka ia tidak akan diberi maaf (oleh Allah).” (HR Ahmad dari Jabir bin Abdullah).

“Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan puasa?” Sahabat menjawab, “Tentu saja!” Rasulullah pun kemudian menjelaskan, “Engkau damaikan yang bertengkar, menyambungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan ukhuwah di antara mereka, (semua itu) adalah amal saleh yang besar pahalanya. Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali persaudaraan” (HR Bukhari dan Muslim).

الله اكبر, الله اكبر, ولله الحمد

Hadirin hadirat yang berbahagia.

Keteladanan ketha’atan Nabi Ibrahim beserta keluarganya

Jama’ah hajji diperintahkan mengulang-ulang lafadz kalimat Talbiyah :

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ.

Artinya : “Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya puji dan ni’mat adalah milik-Mu begitu juga kerajaan tiada sekutu bagi-Mu”.

Kalimat “Labbaik” artinya aku penuhi penggilan-Mu. Begitulah karakteristik hamba Allah terhadap Tuhannya. Selalu berusaha memenuhi panggilan atau perintah Allah. Selalu siap, sami’na wa atho’na dalam menjawab setiap perintah Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 285 :

ءَامَنَ الرَّسُولُ بِمَآأُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ ءَامَنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

Artinya : “Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun dari rasul-rasulNya’, dan mereka mengatakan, ‘Kami dengar dan kami taat.’ (Mereka berdoa), ‘Ampunilah kami ya Rabb kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali”.

Itulah konsekwensi dan konsistensi orang-orang beriman terhadap semua apa yang diturunkan oleh Allah dan dibawa oleh Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam, yang termaktub di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Bahwasanya mereka itu mendengar (sami’na) dengan maksud penerimaan, ketundukan dan kepatuhan. Dilanjutkan dengan penghambaan dan kethaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian diikuti dengan memohon pertolongan untuk melaksanakannya.

Itulah keteladanan Nabiyullah Ibrahim ‘Alaihis Salam yang menuntaskan seluruh perintah Allah dengan ikhlas, tawadhu, sungguh-sungguh dan penuh keyakinan tiada ragu. Allah pun mengabadikannya di dalam kitab suci Al-Quran :

وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ

Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Nabi Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Nabi Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imaam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang dzalim”. (QS Al-Baqara/2 : 124).

Prof. Dr. HAMKA di dalam Tafsir Al-Azhar menguraikan ayat ini, Nabi Ibrahim adalah orang besar yang telah lulus dari berbagai ujian Allah. Allah telah mengujinya dengan beberapa kalimat, artinya beberapa ketentuan dari-Nya. Dia telah diuji ketika menentang orang di negerinya dan berhadapan dengan ayahnya sendiri yang menyembah berhala. Dia telah diuji sampai dibakar orang. Dia telah diuji, apakah kampung halaman yang lebih dikasihinya atau keyakinannya? Dia telah tinggalkan karnpung halaman karena menegakkan keyakinan.

Dia pun telah diuji karena sampai tua tidak beroleh putera. Setelah dia sangat tua dan mendapatkan putera yang sangat diidam-idamkannya, maka beliau diuji pula, disuruh menyembelih puteranya yang dicintainya itu. Dan berbagai ujian yang lain.

Akan tetapi semuanya ditunaikannya, dibayar tuntas tanpa sisa, Allah menyebutnya dengan:  فَأَتَمَّهُنَّ, yang artinya : “Maka telah dipenuhinya semuanya.”

Ketha’atannya yang luar biasa kepada Allah, menurun pula kepada puteranya, Isma’il, yang diperintahkan Allah agar Nabi Ibrahim untuk menyembelih putera tercintanya itu.

Allah mengabadikannya di dalam Al-Quran :

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya : “Maka tatkala anak itu (Isma’il) sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Duhai anakku (terkasih), sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu?” Ia menjawab: “Duhai bapakku (tersayang), kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS Ash-Shaffat/37: 102).

Itulah Isma’il, hasil didikan penuh kesabaran tiada tara, ketekunan, keikhlasan, ketegaran, dan kekuatan dari seorang ibu bernama Hajar. Seorang ibu yang rela ditinggalkan di padang pasir nan tandus, demi mememenuhi perintah Allah.

Ketika ia dan bayinya, Isma’il ditinggalkan oleh Ibrahim, Hajar mengejar Ibrahim seraya menghiba, “Ya Ibrahim…, kepada siapa engkau meninggalkan kami? Tidak ada seorang pun di sini.” Akan tetapi Ibrahim tidak menjawab pertanyaannya. Karena jika dia menjawab, maka akan terjadi percakapan, dan dia khawatir hatinya menjadi luluh. Sementara dia harus memenuhi perintah Allah.

Beliau tetap berjalan tanpa menoleh kepada isterinya dan bayinya. Sementara isterinya Hajar tetap mengikutinya, “Ya Ibrahim…, kepada siapa engkau meninggalkan kami?” Ibrahim tetap tidak menjawab dan terus berjalan. Akhirnya Hajar berhenti sejenak dan berpikir, dan karena keshalihannya kepada Allah. Hajar pun bertanya satu pertanyaan yang sederhana, “Ya Ibrahim! Apakah Allah yang telah memerintahkan engkau untuk melakukan ini?” Seketika Ibrahim menjawab hanya dengan satu jawaban. “Ya”, kata Ibrahim sambil terus berjalan.

Lalu Hajar pun berhenti mengejarnya dan hanya mengamati suaminya yang terus berjalan semakin jauh dan menjauh. Hajar pun menjadi tenang dan berkata, “Kalau begitu, (laksanaanlah perintah Allah itu), pasti Allah tidak akan membiarkan kita… Allah tidak akan membiarkan kita.”

Hingga saat ini jutaan manusia yang menunaikan ibadah Umrah dan Haji, wajib melakukan sa’i antara Shafa dan Marwa, meneladani perjuangan Hajar mencari zam-zam, mencari air untuk bayinya, Isma’il ketika mereka berdua ditinggalkan Ibrahim karena memenuhi perintah Tuhannya. Subhaanallaah.

Itulah antara lain gambaran wanita shalihat, yang baik, yang mampu menjaga diri, yang tha’at beribadah kepada Allah, dan berbakti kepada suami yang juga tha’at kepada Allah di dalam membimbing rumah tangganya.

Allah mengingatkan kita para keluarga muslim di dalam firman-Nya :

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ …

Artinya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalihat, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)….” (QS An-Nisa / 4 : 34).

Sosok wanita shalihat, itulah yang patut diteladani dari Hajar bagi wanita-wanita mukminah. Di antaranya dengan menjadi wanita yang pandai menjaga diri. Seperti arahan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :

إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ

Artinya : “Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan mentha’ati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.” (HR Ibnu Abi Hatim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).

Tentu saja, isteri shalihat, antara lain didukung kuat oleh sang suami sebagai kepala rumah tangga yang perhatian terhadap keluarganya, sebagaimana begitu perhatian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terhadap keluarganya.

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى

Artinya : “Sebaik-baik kalian adalah yang berbuat baik kepada keluarganya. Sedangkan aku adalah orang yang  paling berbuat baik kepada keluargaku” (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha).

كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ تَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ

Artinya : “Beliau (Shallalahu ‘Alaihi Wasallam) senantiasa membantu pekerjaan keluarganya, dan jika datang waktu shalat maka beliau keluar untuk melaksanakan shalat (berjama’ah di masjid).” (HR Bukhari).

الله اكبر, الله اكبر, لااله الاالله اكبر, الله اكبر ولله الحمد

Hadirin hadirat yang berbahagia.

Keutamaan dan Hikmah Qurban

Selanjutnya, bagi mereka yang mempunyai kemampuan untuk berqurban pada hari ini 10 Dzuhijjah, dan hari-hari Tasyrik 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, insya Allah yang sampai kepada Allah pada hakikatnya bukanlah daging dan darah qurban itu. Akan tetapi yang sampai kepada Sang Pencipta adalah ketaqwaannya semata.

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

Artinya : “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai [keridhaan] Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”. (QS Al-Hajj/22 : 37).

Adapun pahala berqurban sungguh sangat luar biasa, sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam sebuah haditsnya :

مَا عَمِلَ أَدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ اَحَبَّ اِلى الله ِمِنْ اِهْرَاقِ الدَّمِ وَإِنَّهُ لَتَأْتِي يَوْمَ اْلقِياَمَةِ بِقُرُوْنِهاَ وَاَشْعاَرِهَا وَاَظْلاَلِهاَ وَاِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ الله ِ بِمَكاَنٍ قَبْلَ اَنْ يَقَعَ عَلَى اْلأَرْضِ وَطِيْبُوْا بِهاَ نَفْسًا. روه الترمذي وقال : حديث حسن وابن ماجه والحاكم وقال: صحيح الإسناد

Artinya : “Tidaklah seorang anak adam beramal suatu amalan dihari nahar (‘Idul Adha) yang lebih dicintai Allah SWT melebihi mengalirkan darah qurban, dan sesungguhnya ia akan datang  pada hari kiyamat dengan tanduk, bulu, dan punuk-punuknya dan sesungguhnya  darah tersebut akan jatuh di sisi Alloh SWT dalam suatu tempat kemuliaan, sebelum darah tersebut menyentuh bumi, maka longgarkanlah hatimu untuk berqurban”. (HR At-Tirmidzi dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha).

Berqurban, berarti mengingatkan kepada kita betapa pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim ’Alaihis Salam dan keluarganya untuk dicontoh, diteladani, dan diwujudkan nilai-nilainya oleh orang-orang yang beriman. Ketha’atan tiada tara hanya karena Allah, itulah sumber kesuksesan, kejayaan dan kemenangan.

Termasuk berkorban membantu saudara-saudara kita yang memerlukan pertolongan kita, sementara harta titipan ada di kantong kita :

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ اَخِيْهِ.

Artinya : “Siapa yang melepaskan kesusahan seorang mukmin di dunia niscaya Allah akan melepaskan kesusahannya di akhirat. Siapa yang memudahkan orang yang kesusahan, niscaya Allah akan memudahkan (urusannya) di dunia dan di akhirat. Siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya jika hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR Muslim).

Puncaknya adalah berkorban jiwa raga untuk Jihad Fi Sabilillah. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits saat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda kepada Mu’adz bin Jabbal Radhiyallahu ’Anhu tentang jihad puncak urusan.

أَلاَ أُخْبِرُكَ بِرَأْسِ الأَمْرِ كُلِّهِ وَعَمُودِهِ وَذِرْوَةِ سَنَامِهِ ؟ قُلْتُ : بَلَى يَا رَسُولَ الله . قَالَ : رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ ، وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الجِهَادُ.

Artinya : “Sukakah aku kabarkan kepada engkau kepala segala urusan, tiangnya dan puncak ketinggiannya?” Saya (Muadz) berkata: “Pastilah, ya Rasulullah!” Jawab Rasulullah, “Kepala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncak ketinggiannya adalah Jihad.”(HR At-Tirmidzi).

Hadits ini menerangkan puncak ketinggian dalam Islam adalah jihad. Jihad juga adalah satu amalan yang menjanjikan kemuliaan kepada hamba-Nya yang mengamalkannya. Dengan Jihad Islam dan umatnya akan menjadi tinggi, terhormat, lagi mulia di hadapan seluruh umat yang lain di bumi ini. Sedangkan tanpa Jihad, Islam dan umatnya akan menjadi hina tanpa wibawa, terombang-ambing bagai buih di hempasan gelombang, bagai makanan di atas meja menjadi keroyokan.

Apalagi dalam perjuangan besar membebaskan Masjid Al-Aqsha dari cengkeraman penjajahan Zionis Isarel. Haruslah dilawan dengan kesungguhan jihad secara berjama’ah, bersatunya seluruh kekuatan kaum muslimin secara terpimpin, semata-mata karena Allah.

Pembelaan yang pernah ditegaskan oleh Sultan Abdul Hamid II pada masa Mulkan Turki Utsmaniyyah, ketika mengultimatum Pimpinan Zionis Yahudi Theodore Hertzl agar tidak meneruskan rencananya ingin bermukim di Palestina. Jawaban Sultan Abdul Hamid ketika akan disuap dengan segerobak emas oleh Zionis Yahudi tahun 1902, Aku tidak akan melepaskan walaupun segenggam tanah ini (Palestina), karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Karena itu, silakan Yahudi menyimpan saja harta mereka. Jika Khilafah Utsmaniyah dimusnahkan pada suatu hari maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Namun, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat Tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah.”

Itulah perjuangan membebaskan Al-Aqsha, Baitul Maqdis, seperti disebutkan di dalam beberapa hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :

عَنْ مَيْمُونَةَ مَوْلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أَنَّهَا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَفْتِنَا فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ ، فَقَالَ : ” أَرْضُ الْمَنْشَرِ والْمَحْشَرِ، إَيتُوهُ، فَصَلُّوا فِيهِ ، فَإِنَّ صَلَاةً فِيهِ كَأَلْفِ صَلَاةٍ . قَالَتْ : أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ نُطِقْ أَنْ نَتَحَمَلَ إِلَيْهِ أَوْ نَأْتِيَهُ ؟ , قَالَ : ” فَأَهْدِينَ إِلَيْهِ زَيْتًا يُسْرَجُ فِيهِ ، فَإِنَّ مَنْ أَهْدَى لَهُ كَانَ كَمَنْ صَلَّى فِيهِ

Artinya : “Dari Maimunah maula Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Ya Nabi Allah, berikan fatwa kepadaku tentang Baitul Maqdis”. Nabi menjawab, “Tempat dikumpulkanya dan disebarkanya (manusia). Maka datangilah ia dan shalatlah di dalamnya. Karena shalat di dalamnya seperti shalat 1.000 rakaat di selainnya”. Maimunah bertanya lagi, “Bagaimana jika aku tidak bisa”. “Maka berikanlah minyak untuk peneranganya. Barangsiapa yang memberikannya, maka seolah ia telah mendatanginya.” (HR Ahmad).

لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ لَعَدُوِّهِمْ قَاهِرِينَ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلَّا مَا أَصَابَهُمْ مِنْ لَأْوَاءَ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَأَيْنَ هُمْ قَالَ بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ

Artinya : “Tidak henti-hentinya kelompok dari umatku yang menampakkan kebenaran terhadap musuh mereka. Mereka mengalahkannya, dan tidak ada yang membahayakan mereka orang-orang yang menentangnya, hingga datang kepada mereka keputusan Allah Azza wa Jalla, dan tetaplah dalam keadaan demikian”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, di manakah mereka?”. Beliau bersabda, “Di Bait Al-Maqdis dan di sisi-sisi Bait Al-Maqdis”.  (HR Ahmad dari Abi Umamah).

لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُود

 

Artinya : ”Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum muslimin berperang dengan Yahudi. Maka kaum muslimin membunuh mereka sampai Yahudi bersembunyi di belakang batu-batuan dan pohon-pohonan. Dan berkatalah batu dan pohon: ”Wahai muslim wahai hamba Allah ini Yahudi di belakangku, kemari dan bunuhlah ia kecuali pohon Gorqhod karena ia adalah pohon Yahudi”.  (HR Muslim).

Perjuangan mengangkat kehormatan dan Muslimin melalui jihad dengan diri dan harta terus berlangsung, hingga kepemimpinan Islam itu meliputi dan menjadi rujukan bagi segenap kaum muslimin dan umat-umat lainnya dengan membawa misi rahmatan lil ‘alamin, di bawah panji Khilafah yang mengikuti jejak kenabian (Khilafah ’Alaa minhaajin Nubuwwah), sebagaimana dijanjikan Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam :

…ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ

Artinya : “…..Kemudian terjadi fase Khilafah yang mengikuti jejak kenabian”.

Akhirnya, marilah kita tundukkan jiwa, rendahkan hati, untuk munajat doa kepada Allah Yang Maha Kuasa. Pada hari fitri ini, mulai detik ini, marilah kita bertaubat dengan taubatan nasuha, kembali ke jalan yang diridhai-Nya, kembali memperbaiki amal ibadah kita yang selama ini kurang sempurna.

Doa

الحَمْدُ لله رَبِّ العَلَمِيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى اَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالمرْسَلِيْن َوَعَلَى الِهِ وَأَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ .أَللَّهُمَّ  مُنْزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ السَّحَابِ وَهَازِمَ  اْلأَحْزَابِ  اَللَّهُمَّ هْزِمْهُمْ  وَانْصُرْنَا عَلَيْهِمْ. أَللَّهُمَّ  مُنْزِلَ الْكِتَابِ سَرِيْعَ  اْلحِسَابِ اِهْزِمِ  اْلأَحْزَابِ أَللَّهُمَّ  اهْزِمْهُمْ  وَزَلْزِلْهُمْ. أَللَّهُمَّ احْيِ اْلمُسْلِمِيْنَ  وَاِمَامَهُمْ  بِجَمَاعَةِ  اْلمُسْلِمِيْنَ حَيَاةً  كَامِلَةً طَيِّبَةً وَارْزُقْهُمْ  قُوَّةً  غَالِبَةً عَلَى كُلِّ  بَاطِلٍ وَظَالِمٍ وَسُوْءٍ  وَفَاحِشٍ  وَمُنْكَرٍ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ .رَبَّنَا ءَامَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ. رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ. اللَّهُمَّ انْجِ الْمُسْلِمِيْنَ اللَّهُمَّ انْجِ الْمُؤْمِنِيْنَ فىِ بِلاَدِ الْعِرَاقِ وَأَفْغَانِسْتَانِ وَسُورِيَة وَرَاهِنْياَ وَفَلَسْطِيْنَ خَاصَّةً, وَفىِ بُلْدَانِ اْلمُؤْمِنِيْنَ عَامَّةً. اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى كُفَّارِ أَمِيْرِكَ وَيَهُوْدِ إِسْرَائِيْلَ وَشُرَكَائِهِمْ. اللَّهُمَّ وَشَطَّطْ شَمْلَهُمْ وَفَرِّقْ جَمْعَهُمْ اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَزَلْزِلْهُمْ. رَبَّنَا اَتِنَا فِىْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى ْالأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَ أَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ اْلأَبْرَارِ يَا عَزِيْزٌ يَا غَفَّارٌ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ. تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّاوَمِنْكُمْ, تَقَبَّلْ يَاكَرِيْم.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته.

 *Ali Farkhan Tsani

   Redaktur Mi’rah News Agency (MINA), Alumni Al-Quds Institute of Shana’a, Yaman,  

  Da’i Pondok Pesantren “Al-Fatah” Pasirangin, Cileungsi, Bogor, 16820.

  BBM : 25BF4CA3. HP : 0896 9819 4599.  Email : [email protected]

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0