KHUTBAH IDUL ADHA 1435 H: HAJI DAN KESATUAN UMAT

yakhsyallah mansur
yakhsyallah mansur
Drs. K.H. Yakhsyallah Mansur (Dok MINA)

بسم الله الرحمن الرحيم

Oleh: Yakhsyallah Mansur

 

 

اَلْحَمْدُ لِلّهِ نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ  وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّأَتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهِ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهِ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اَللّهُمَ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَمَنْ وَلاَهُ وَ مَنِ اتَّبَعَهُ. أَمَّا بَعْدُ

 

Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd

 

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Hari ini manusia muslim di seluruh penjuru bumi mengumandangkan takbir dan tahmid mengagungkan asma Allah, Rabb yang sangat mengasihi dan menyayangi mereka. Rabb yang dengan sifat keagungan-Nya selalu menjaga mereka dari marabahaya. Rabb yang dengan sifat keperkasaan-Nya melindungi mereka dari musuh-musuh yang hendak membinasakan mereka. Rabb yang dengan sifat kedermawanan-Nya akan mengabulkan setiap doa yang dipanjatkan kepada-Nya. Rabb yang mempertautkan hati manusia yang konsisten terhadap syariat-Nya. Oleh karena itu hanya Dia yang patut disembah dan diagungkan dan berbahagialah manusia yang mengakui Dia sebagai Rabbnya.

Hari ini sebagian manusia muslim sedang melaksanakan ibadah haji mengunjungi Baitullah sebagai salah satu wujud kecintaan mereka kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sedang sebagian yang lain sebentar lagi akan melaksanakan ibadah kurban sebagai salah satu wujud kepedulian kepada sesamanya.

Kedua ibadah ini berasal dari Bapak Monotheisme, Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam sosok pribadi yang memiliki perjalanan hidup yang penuh teladan bagi manusia yang ingin menghambakan diri secara penuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (الممتحنة: ٤)

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata): “Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali, “ (QS. Al-Mumtahanah: 4)

 

Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam adalah manusia yang menemukan Tuhan dalam arti yang sebenarnya, yaitu Tuhan yang satu, yang bersifat universal bukan sekedar Tuhan suku atau golongan manusia tertentu tetapi Tuhan seru sekalian alam, Tuhan sebelum dan sesudah manusia tercipta di alam raya ini. Inilah yang kemudian dikenal dengan prinsip keyakinan tauhid yaitu keyakinan akan keesaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena Tuhan mereka satu maka sebetulnya mereka adalah umat yang satu yang tidak dapat dipecah-belah oleh situasi dan kondisi apapun.

Praktek-praktek ibadah haji dan kurban pada hakekatnya merupakan penegasan prinsip tauhid yang dianut dan diajarkan oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam tersebut. Oleh karena itu, ibadah haji dan kurban akan hilang essensinya apabila tidak dikaitkan dengan prinsip Tauhid yang melahirkan .

 

Maasyiral Muslimin rahimakumullah,

Marilah kita renungkan keterkaitan ibadah haji dan kurban ini, dengan kesatuan umat yang sekarang sedang dalam kondisi memprihatinkan.

 

Haji dan Kesatuan Umat

adalah agama yang sangat menekankan kesatuan. Al-Qur’an dengan jelas menyatakan bahwa kaum muslimin adalah satu umat bukan bermacam-macam umat (al-umam). Ketika menyebut , Alah selalu menggunakan kalimat tunggal (mufrad) bukan kalimat yang bermakna banyak (jamak). Hal ini tampak dari beberapa ayat di bawah ini:

 

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا (البقرة: ١٤۳)

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu….” (QS. Al-Baqarah: 143)

 

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ (ال عمران: ١١۰)

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. …” (QS. Ali ‘Imran: 110)

 

إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ (الأنبياء: ۹٢)

“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.” (QS. Al-Anbiyaa’: 92)

 

وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ (المؤمنون: ٥٢)

“Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.” (QS. Al-Mu’minun: 52)

 

Dalam ayat yang lain, Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan tegas memerintahkan agar umat Islam memelihara kesatuan dan melarang berpecah-belah:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (ال عمران: ١۰۳)

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali ‘Imran: 103)

 

Ketika menafsirkan ayat ini, Ibn Katsir menukilkan hadits riwayat Muslim:

اَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلَاثًا فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَيَسْخَطُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةِ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ (رواه مسلم)

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sungguh Allah ridla kepada kalian tiga perkara dan benci kepada kalian tiga perkara. Ridla kepada kalian apabila kalian memperibadatinya dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu, berpegang teguh kepada tali Allah seraya berjama’ah dan tidak berpecah-belah, kalian menasehati orang yang diserahi oleh Allah untuk mengurus urusan kalian. Dia benci kepada kalian tiga perkara: berbicara tanpa dasar, menghambur-hamburkan harta, dan banyak bertanya.” (HR. Muslim)

 

Selanjutnya Ibn Katsir menyatakan bahwa ayat ini memerintahkan umat Islam berjama’ah (bersatu dan bersama-sama) dan melarang mereka berfirqah-firqah (berpecah-belah)

Sejatinya umat Islam adalah umat yang satu, mengingat Rabb mereka satu; Rasul yang diutus kepada mereka satu; Kiblat mereka satu; Pedoman hidup mereka satu; Syiar-syiar agama mereka satu; syariat mereka satu; dan Imam mereka satu.

Ibadah haji dikumandangkan Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam sekitar 3600 tahun yang lalu. Sesudah masa beliau, praktek-prakteknya sedikit atau banyak telah mengalami perubahan, kemudian diluruskan kembali oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Salah satu yang diluruskan itu adalah praktek ritual yang bertentangan dengan nilai kesatuan dan kebersamaan. Al-Qur’an menegur sekelompok manusia yang dikenal dengan nama “al-hummas” yang merasa memiliki keistimewaan sehingga enggan bersatu dengan orang banyak dalam melakukan wuquf. Mereka wuquf di Mudzalifah sedang orang banyak di Arafah. Pemisahan diri yang dilatarbelakangi oleh perasaan dicegah oleh al-Qur’an dan turunlah firman Allah:

ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (البقرة: ١۹۹)

“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (`Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 199)

 

Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd.

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Seluruh syariat yang dipraktekkan dalam pelaksanaan ibadah haji, baik dalam bentuk ritual atau non ritualnya, dalam bentuk kewajiban atau larangannya dan dalam bentuk nyata atau simboliknya, semua akhirnya bermuara kepada ajaran tentang pentingnya kesatuan dan kebersamaan.

Di bawah ini dikemukakan sepintas beberapa praktek amaliah haji dan hubungannya dengan ajaran tersebut:

 

  1. Ibadah haji dimulai dengan niat sambil menanggalkan pakaian biasa dan mengenakan pakaian ihram yang sama, berupa dua helai pakaian berwarna putih sebagaimana yang akan membalut tubuh ketika mengakhiri perjalanan hidup di dunia ini.  Tidak dapat disangkal bahwa pakaian menurut kenyataannya berfungsi antara lain untuk membedakan antara seseorang atau kelompok dengan lainnya. Perbedaan itu dapat membawa perbedaan status sosial, ekonomi, atau profesi. Pakaian juga dapat memberi pengaruh psikologis kepada pemakainya. Untuk itulah, jamaah haji diperintahkan menanggalkan pakaian keseharian mereka dan menggantinya dengan pakaian yang sama agar pengaruh psikologis yang negatif dari pakaian dapat ditanggalkan sehingga semua merasakan dalam satu kesatuan dan persamaan.
  2. Ka’bah yang mereka kunjungi mengandung pelajaran yang amat berharga bagi terwujudnya kesatuan dan kebersamaan. Dari berbagai penjuru, para hujjaj datang mengunjungi satu titik yang sama dan melakukan bentuk peribadatan berupa thawaf dengan aktifitas yang sama. Hal ini mengingatkan agar setiap muslim memiliki tujuan hidup yang sama dan dalam setiap melakukan aktifitas selalu mengedepankan persamaan dan menghindarkan perbedaan. Di Ka’bah ini Isma’il putra Ibrahim ‘Alaihi Salam berada dalam pangkuan ibunya yang bernama Hajar, seorang wanita hitam, miskin bahkan budak, yang konon kuburannya berada di dekat Ka’bah di tempat yang sekarang disebut Hijr Isma’il. Namun demikian, budak wanita ini ditempatkan oleh Allah di rumah-Nya untuk memberi pelajaran bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala memandang manusia itu sama. Yang membedakan mereka di sisi Allah hanya taqwanya. Apabila Allah tidak membedakan status manusia, mengapa kita harus membedakan mereka? Disini sekali lagi kita mendapatkan pelajaran tentang persamaan diantara manusia.
  1. Setelah melakukan thawaf yang menjadikan pelakunya larut dan berbaur bersama manusia yang lain, serta memberi nuansa kebersamaan menuju satu tujuan yang sama yakni mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah, dilakukanlah sa’i. Sa’i, yang arti harfiahnya usaha, dimulai dari bukit Shafa yang berarti kesucian dan ketegaran dan diakhiri di Marwa yang berarti ideal manusia, sikap menghargai, bermurah hati, dan memaafkan orang lain. Inilah nilai-nilai kehidupan yang apabila diterapkan akan mewujudkan kesatuan dan kebersamaan. Dalam realitas pergaulan manusia, kita memang dituntut berusaha sesuai dengan profesi kita masing-masing. Agar usaha kita tidak menimbulkan persaingan yang berdampak kepada perpecahan, maka usaha yang kita lakukan harus sesuai dengan tuntunan Allah dan dimulai dengan niat yang suci serta dilandasi dengan prinsip saling menghargai diantara manusia.

Wartawan: Admin

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0