Oleh : Tim Lembaga Bimbingan Ibadah dan Penyuluhan Islam (LBIPI)
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
وَاعْلَمُوْا رَحِمَكُمُ اللهُ إِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَالْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ أَمَّابَعْدُ فَيَاعِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ وَطَاعَةِ رَسُوْلِهِ فِيْ كُلِّ وَقْتٍ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ، فَعَلَيْكُمْ بِجَمَاعَةِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَإِيَّاكُمْ وَاْلفُرْقَةِ فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ فِي النَّارِ.
اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
وقال الله تعالى في القرآن العظيم : إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ لا إله إلا الله واللهُ أكْبَرُ الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ…..
Saudara-saudara kaum muslimin rahimakumullah…!
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah semata, Dia-lah Dzat yang berhak atas segala pujian dan sanjungan dari seluruh makhluk yang menggema dari segenap penjuru semesta raya dari zaman ke zaman hingga hari kiamat. Dia-lah Tuhan yang menggerakkan langkah jutaan manusia dari masing-masing negerinya untuk datang dengan beraneka moda transportasi bahkan dengan unta yang kurus dan berjalan kaki. Allah mengumpulkan mereka di satu titik yang dimuliakan-NYA yakni padang Arafah dan sekitarnya dalam rangka melaksanakan wuquf dan segenap prosesi ibadah haji.
Lihatlah bagaimana Allah menyatukan mereka di bawah satu kehendak dan perintah-Nya bahkan dengan berpakaian yang sama dan melantunkan pujian yang sama: Labbaik Allahumma Labbaik, Labbaika Laa Syariika Laka Labbaik, Innal Hamda Wanni’mata Laka Wal Mulk, Laa Syariika Laka.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Jalan Mendaki Menuju Ridha Ilahi
اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ لا إله إلا الله واللهُ أكْبَرُ الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ…..
Saudara-saudara kaum muslimin rahimakumullah…!
Adalah kewajiban khotib untuk menyampaikan pesan taqwa yakni marilah kita memelihara dan meningkatkan taqwa kita kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan hendaknya kita menjaga agar tetap dalam iman dan islam sampai maut menjemput kita.
Tidak terasa ternyata waktu terus berjalan dan membawa kita bertemu hari raya Iedul Adha tahun ini. Hadirnya Iedul Adha selalu membawa kita untuk mengenang sosok pribadi Nabi Ibrahim yang disebut sebagai teladan yang terbaik oleh Allah Ta’ala dalam Al Qur’an surah Al Mumtahanah ayat 4:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia”.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis
Bahkan dalam rangkaian ayat selanjutnya yakni ayat ke 6 Surah yang sama kata uswatun hasanah atau teladan terbaik itu diulangi lagi dengan redaksi yang hampir sama yakni
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَمَن يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
“Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian. dan Barangsiapa yang berpaling, Maka Sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Dua pribadi agung yang mendapat sebutan mulia sebagai uswah hasanah adalah Nabi Ibrahim dan Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam. Kita fokus pada kesempatan ini pada figur Nabi Ibrahim dan keluarganya yang dijadikan sebagai teladan terbaik sepanjang sejarah umat manusia. Dalam kehidupan Ibrahim dan keluarganya terdapat gagasan-gagasan besar yang apabila diteladani akan membawa kita menjadi pribadi yang mulia, atau keluarga kita menjadi keluarga yang agung, sebagai bangsa kita pun akan tumbuh menjadi bangsa yang besar serta puncaknya adalah ummat Islam akan menjadi ummat yang jaya serta dihormati dan disegani oleh seluruh manusia.
Namun kini kenyataannya justru sebaliknya: ummat Islam masih dipandang sebelah mata dan hidup dalam keterpurukan. Kehidupan ummat Islam diwarnai oleh potret buram dan muram karena persoalan-persoalan kemiskinan, keterbelakangan dan perpecahan bahkan pertikaian sesama saudara seagama.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memberantas Miras Menurut Syariat Islam
Secara geografis kaum muslimin sebenarnya tinggal di negeri-negeri yang sangat kaya sumberdaya alam yang terbentang antara Maroko sampai ke Merauke. Namun kekayaan alam yang berlimpah itu tidak dimanfaatkan dengan rasa syukur namun dijarah dan dirampok besar-besaran oleh kaum kuffar dan mengakibatkan kaum muslimin tertinggal dan terpuruk dalam kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan.
Masjid Al Aqsa sebagai masjid suci ke-tiga ummat Islam sampai kini terus dicengkram dan dinistakan oleh kuffar Zionis Israel. Gaza dibumihangus dan ribuan saudara-saudara kita dibantai dengan biadab. Begitu juga yang terjadi di Iraq, Suriah, Syam dan sekitarnya, saudara-saudari kita dilecehkan, diperkosa, dihinakan, dirampok dan dibasmi dengan kejam. Semua tragedi memilukan itu terjadi di depan mata kita tanpa kita mampu untuk menghentikannya.
اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ لا إله إلا الله واللهُ أكْبَرُ الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ…..
Kaum muslimin rahimakumullah,
Dengan datangnya Iedul Adha marilah kita kaji kembali apa sebenarnya yang dapat kita teladani dari pribadi agung Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan bagaimana teladan itu mengantarkan kita keluar dari semua persoalan yang membuat ummat Islam lemah dan terpuruk. Sesungguhnya teladan terbaik itu dihadirkan sebagai wujud kasih sayang Allah kepada ummat Islam agar berupaya sekuat tenaga membangun kekuatan berdasarkan kunci kejayaan yang sejati.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyongsong Bulan Solidaritas Palestina
Teladan sedemikian disediakan oleh Al Quran sebagai visualisasi nyata di mana kita yang dapat kita contoh bulat-bulat tanpa harus merasa ragu apakah teladan tersebut nyata dan bisa diterapkan dalam kehidupan nyata. Ternyata sejarah membuktikan teladan agung itu benar-benar riil dan pernah hidup di tengah manusia dan dari bangsa manusia biasa. Teladan itu pun menjadi motivator bagi kita orang-orang yang beriman untuk mencapai puncak-puncak prestasi kebaikan dunia sampai akhirat.
Sungguh dalam pribadi agung Nabi Ibrahim dan keluarganya terdapat samudra hikmah yang tidak akan habis digali mutiara nasihat buat kita sebagai pribadi, keluarga, bangsa dan ummah. Apakah sesungguhnya kunci kejayaan yang dapat kita teladani dari Nabi Ibrahim dan keluarganya serta orang-orang yang berjuang bersama mereka? Jawabnya adalah JIWA TAUHID.
اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله واللهُ أكْبَرُ الله أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ…..
Saudara-saudara kaum muslimin rahimakumullah…!
Nabi Ibrahim adalah sosok utusan Allah pembawa panji-panji tauhid. Perjalanan hidupnya sarat dengan dakwah kepada tauhid. Berbagai ujian hidup di atasinya dengan JIWA TAUHID. Beliau selalu mengajak umatnya untuk bertuhan hanya kepada Allah serta mencegah mereka dari sikap taklid buta terhadap ajaran sesat nenek moyang yang menyembah berhala yang direkam kisahnya dalam Al Quran surah Al Anbiya ayat 53 – 58.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Berhati-hati dalam Menyebarkan Informasi
Selain berjuang membawa kaumnya keluar dari penghambaan diri kepada benda mati yaitu berhala atau patung-patung dalam berbagai ukuran, Nabi Ibrahim pun menghadapi bengisnya Raja Namrud yang menindas manusia dan memaksa kaumnya menyembahnya laksana tuhan. Artinya Nabi Ibrahim berjihad menumpas dua jenis penuhanan yakni penuhanan kepada objek mati yang pasif dan penuhanan kepada objek hidup yang aktif. Apapun jenis tuhannya pasif atau aktif, benda mati atau makhluk hidup, paganisme atau diktatorianisme, jihad Nabi Ibrahim adalah jihad yang proaktif dan tidak berdiam diri larut ditelan arus zaman. Beliau berjihad menegakkan tauhid dan mengajak manusia untuk kembali tunduk dan berhamba pada satu-satunya tuhan yang benar yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Perjuangan ketauhidan sesungguhnya menjadi misi Nubuwah utama dari para nabi dan rasul yang diutus Allah ke tengah manusia sebagaimana difirmankan dalam Surah An Nahl 36:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلّ أُمّةٍ رّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الْطّاغُوتَ فَمِنْهُم مّنْ هَدَى اللّهُ وَمِنْهُمْ مّنْ حَقّتْ عَلَيْهِ الضّلالَةُ فَسِيرُواْ فِي الأرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذّبِينَ
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyampaikan pesan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (para rasul itu)”
Dan setiap nabi dan rasul selalu menyampaikan pesan tauhid yang sama yakni agar manusia hanya tunduk berhamba kepada satu-satunya Tuhan, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pesan itu diabadikan di berbagai ayat dalam Al Qur’an di antaranya pada surah Al A’raf yakni 65, 73 dan 85 yang intinya :
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memperkuat Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina
يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
“Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya.
Misi Nubuwah tersebut terus dijalankan oleh para nabi dan rasul dan disempurnakan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sebagai penutup para nabi. Rasulullah mengajak manusia kepada tauhid dan pelurusan aqidah, karena hal itu merupakan landasan utama bangunan Islam. Rasulullah tidak mengawali dakwah dengan membangun daulah dan kekuasaan melainkan beliau mengajak kepada hal yang paling penting, yaitu Tauhid. Rasulullah selama tahap pertama misi kenabian beliau di Mekkah fokus kepada tugas meletakkan dasar-dasar Tauhid yang kokoh untuk menjadi fondasi pembangunan masyarakat dengan peradaban yang sangat tinggi dan mengalahkan bangsa-bangsa adi daya saat itu yakni Romawi dan Persia.
Kesuksesan gilang gemilang di masa kenabian Ibrahim maupun Rasulullahi Shallahu ‘alaihi wassalam yang dilandasi kekuatan jiwa tauhid dari ummat yang dibangun oleh dua figur teladan itu hendaknya menjadi pegangan bagi kita untuk melangkah mantap dan penuh percaya diri untuk menyongsong kebangkitan menuju kejayaan Islam dan muslimin selanjutnya.
اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ لا إله إلا الله واللهُ أكْبَرُ الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ…..
Ma’asyiral muslimiin rahimakumullah,
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Umat Unggul dengan Al-Qur’an
JIWA TAUHID adalah bagian terpenting dari iman seseorang sebagaimana disabdakan oleh bagian Nabi Shallahu ‘alaihi wassalam dalam hadits yang dirujuk dari Abu Hurairah berikut ini:
الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
“Iman itu ada 70 atau 60 sekian cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘laa ilaha illallah’ (tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah), yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan sifat malu merupakan bagian dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tauhid yang kokoh berakar pada ikatan yang kuat antara seorang hamba dengan Tuhannya. Ikatan yang kuat itu lazim disebut dengan aqidah. Seorang muslim memiliki aqidah yang mantap dan terhubung kuat dengan Allah sebagai Rabb sekaligus Ilah-nya. Sejatinya setiap manusia memiliki ikatan tertentu dengan suatu sumber penggerak prilaku bahkan hidupnya secara keseluruhan yang dirumuskan dalam konsep tuhan. Artinya seluruh manusia memiliki aqidah tertentu. Yang membedakan di antara manusia adalah kepada akidat itu terikat apakah kepada Allah atau kepada selain Allah. Ada pula yang aqidahnya seperti terikat kepada Allah namun dalam saat yang bersamaan juga terikat kepada yang lainnya. Inilah yang disinggung dalam Al Qur’an surah Al Baqarah 165
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Makan yang Halal dan Thayib
Ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam prakteknya terjadi penyimpangan dari yang seharusnya beraqidah yang benar dengan bertauhid namun ada yang terikat pula dengan tuhan-tuhan yang lain selain Allah. Ada banyak hal yang dipertuhankan oleh manusia baik dari benda mati maupun makhluk hidup, baik yang abstrak tidak kasat mata sampai yang konkrit sangat kasat mata. Di antara hal yang sering dipertuhankan manusia adalah hawa nafsu. Begitu banyak di antara manusia yang bertekuk lutut di bawah kekuasaan hawa nafsu dan kehilangan kekuatan dan kehormatannya sebagai manusia. Al Qur’an menggambarkan hal ini dalam berbagai ayat di antaranya ayat ke 23 Surat Al Jatsiyah
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
Juga dalam Ayat ke 44 surat al Furqan:
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ ۚ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ ۖ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا
Apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).
Baca Juga: Khutbah Jumat: Upaya Agar Istiqamah di Jalan Yang Lurus
Hawa nafsu ini lah yang mendorong manusia kepada keburukan, kegelapan dan kejahatan seperti disebutkan dalam Surah Yusuf ayat 53
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.”
Bahkan kejahatan yang mengakibatkan tumpahnya darah yang pertama di muka bumi adalah karena manusia mempertuhankan hawa nafsunya sebagaimana difirmankan dalam ayat ke 30 surat Al Maidah:
فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, Maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Kabar Gembira bagi yang Mentaati Allah dan Rasul-Nya
اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ لا إله إلا الله واللهُ أكْبَرُ الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ…..
Ma’asyiral muslimiin rahimakumullah,
Pada setiap persoalan hidup ditemukan benang merah yang bila ditelusur akan sampai pada akarnya yaitu persoalan pada aqidah seseorang. Oleh karena itu untuk membawa kaum muslimin kepada kejayaan harus dilakukan dengan kembali kepada ikatan aqidah yang benar yang bersumber pada nilai-nilai tauhid. Jangan sampai kita menjadi kaum yang justru memilih terpuruk dalam kehinaan daripada berjaya dalam kemenangan sebagaimana disindir oleh Al Quran dalam surat Al A’raf 176:
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir”.
اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ لا إله إلا الله واللهُ أكْبَرُ الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ…..
Ma’asyiral muslimiin rahimakumullah,
Sebagai kesimpulan pesan Iedul Adha 1435 Hijriah ini, khotib menggarisbawahi hendaknya kita dengan sungguh-sungguh berusaha keluar dari fitnah besar yang mendera tubuh ummat Islam dengan kembali kepada Tauhid. Sebagai-mana diteladani oleh Nabi Ibrahim ‘alaihi salam dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam yang membangun kekuatan ummat dengan diawali mem-bangun JIWA TAUHID. Semua dimulai dari keluarga beliau berdua yakni seluruh anggota keluarga kita dididik dalam nilai-nilai Tauhid yang benar dan lurus. Sehingga setiap anggota keluarga kita terjauhkan dari bertuhan kepada selain Allah. Dengan demikian kita semua akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang terbebaskan dari penghambaan diri kepada tuhan-tuhan kecil termasuk hawa nafsu.
Sudah saatnya kita menghentikan semua kebodohan kita karena didikte oleh tuhan bernama hawa nafsu ataupun tuhan-tuhan lainnya yang mengakibatkan kita terpecah belah dan mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Marilah kita kedepankan kedewasaan dan kebesaran jiwa berdasarkan Tauhid dan mengesampingkan semua arogansi, ashobiyah, egoism dan berbagai penyakit hati yang menyulitkan kita untuk bersatu dalam shof yang kokoh sebagaimana diperintahkan oleh di dalam Al Quran surah Ali Imran 103:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Sayid Quthb saat menafsirkan ayat ini mengatakan, ada 2 (dua) kekuatan dan ciri umat Islam yang terkandung di dalam ayat 103 surat Ali Imron ini. Pertama, keimanan. Kedua, Persatuan dan ukhuwwah. Jika satu diantara kedua sifat itu tidak ada, maka tidak ada gunanya umat ini.
Umat Islam berjumlah besar dan tersebar dimana-mana tapi jika aqidah dan keimanannya rapuh atau cacat maka mereka tidak akan sanggup menghadang setiap kebatilan dan kedurhakaan. Sementara, jika umat ini tidak bersatu, berpecah belah serta retak kekuatan persaudaraan dan robek untaian ukhuwwahnya, maka mereka tak akan maksimal menghadapi musuh-musuh Allah yang semakin durhaka dan kufur kepada syari’at Islam.
Rasulullah Shallallahu álaihi wasallam pun menegaskan,
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ
“Wajib atas kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para khalifah yang lurus lagi mendapat petunjuk, gigitlah di atsnya dengan gigi geraham. Dan Al-Jamaah itu adalah rahmat serta firqoh itu adalah siksa. ” (Al-Hadits).
Aqidah yang kuat berdasarkan tauhid pasti akan melahirkan pola hidup berjamaah dan berimaamah. Itulah pola dan fitrah kita sebagai muslim, teladan sunnah dan pola nubuwwah. Sistem dan pola yang telah ditempuh dan dijalankan oleh para Anbiya dan Auliya.
Orang-orang yang memusuhi ummat Islam selalu berusaha sejak dahulu agar umat Islam tidak bersatu, dengan segala daya dan dana agar umat Islam tidak mewujudkan kesatuan jamaah dan kesatuan imaamah.
Perjuangan besar untuk mengamalkan kembali Jama’ah dan imaamah ini, hanya bisa terlaksana dengan kekuatan bersama, kekuatan aqidah untuk berjuang menyongsong masa depan umat yang gemilang dan cemerlang. Allah menjanjikan berbagai anugrah bagi orang-orang yang bertakwa dan berjuang menegakkan agamanya bahkan limpahan anugrah dari langit dan bumi sebagaimana difirmankan dalam Surah Al A’rah ayat 96:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS.Al-A’raf : 96).
Semoga kita mampu meneladani keagungan pribadi Nabi Ibrahim alaihi salam dan Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam
اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ لا إله إلا الله واللهُ أكْبَرُ الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ…..
Marilah kita sejenak menundukkan kepala, berdo’a kepada Allah..
الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا يُوَا فِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ يَارَبَّنَا لَكَ اْلحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِىْ ِلجَلاَلِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ اللَّهُمَّ لَكَ اْلحَمْدُ كُلُّهُ وَلَكَ الشُّكْرُ كُلُّهُ وَإِلَيْكَ يُرْجَعُ اْلأَمْرُ كُلُّهُ اللَّهُمَّ لَكَ اْلحَمْدُ بِاْلإِيْمَانِ وَلَكَ اْلحَمْدُ بِاْلإِسْلاَمِ وَلَكَ اْلحَمْدُ بِالْقُرْأَنِ وَلَكَ اْلحَمْدُ بِالْمَالِ وَاْلاَهْلِ وَاْلمُعَافَةِ أَللَّهُمَّ لَكَ اْلحَمْدُ حَتَّى تَرْضَى وَلَكَ اْلحَمْدُ إِذَا رَضِيْتَ وَلَكَ اْلحَمْدُ بَعْدَ الرِّضَى أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
- Ya Allah ya Robbana, di pagi hari ini kami bersimpuh di hadapan-Mu, mengakui segala kelalaian dan kesalahan kami, kami ruku’ untuk mengharap ma’af-Mu, kami sujud kepada-Mu untuk memohon ampunan dan ridlo-Mu. Ya Rabb tidak ada yang mampu mengampuni dosa-dosa kami yang banyak, tidak ada yang bisa memaafkan kesalahan-kesalahan kami yang tak terhitung kecuali Engkau ya Rabb.
- Ya Allah Yang Maha Pengampun, sesungguhnya kami telah menzholimi diri kami, jika Egkau tidak mengampuni dan merahmati kami, sungguh kami menjadi orang-orang yang merugi, menjadi orang-orang yang bangkrut lagi tidak mendapatkan harga diri.
- Ya Allah ya Ghaffar, ampunilah dosa-dosa kami, baik dosa yang kami sadar melakukannya maupun dosa yang tidak kami sadari melakukannya.
- Ya Allah, bangunkanlah hati kami, hati para ulama dan zu’ama, serta hati seluruh kaum muslimin dari tidur yang nyenyak dan kelalaian yang dalam, tunjukanlah kepada mereka dan juga kepada kami jalan yang benar lagi diridloi-Mu.
- Ya Allah, jayakanlah Jama’ah Muslimin dan Imaamnya, porak porandakanlah musuh-musuh kami juga musuh-musuh-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Gagah lagi Maha Perkasa.
- Ya Allah tolonglah saudara-saudara kami para Mujahidin di Palestina, para pejuang di Afganistan, para penegak sunnah di Iraq dan Suriah, para pembela kebenaran di Sudan, para pencinta syahid di Rohingya, dan kuatkanlah muslimin di Uighur dan di seluruh tempat di muka bumi ini, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
- Ya Allah, terimalah ibadah kami, ruku’ kami, sujud kami, shaum kami, zakat kami, kurban kami, hajji kami dan segala amal shalih kami lainnya, sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha berterimakasih
اَللَّهُمَّ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنَّا، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَالْعَمَلَ الَّذِى يُبَلِّغُنَا حُبَّكَ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ اْلهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَاْلغِنَى، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْعَمَلٍ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْعَمَلٍ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ سَخَاتِكَ وَ النَّارِ، اَللَّهُمَّ اجْعَلِ الْقُرْآنَ الْعَظِيْمَ شَفِيْعَنَا وَحُجَّةً لَنَا لاَ حُجَّةً عَلَيْنَا.
رَبَّنَا آتِنَا فِىْ الد ُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى ْالآخِرَةِ حَسَنَةً وَقـِنَا عَذابَ النَّارِ. وَ أَدْخِلْنَا ألْجَنَّةَ مَع اْلأَبْرَارِ يَاعَـزِيْزٌ يَا غـَفَّارٌ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعـِزَّةِ عَمَّا يَصِفـُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ.
(L/P004/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)