Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Khutbah Idul Adha 1437H Majlis Dakwah Pusat Jama’ah Muslimin (Hizbullah)

Hasanatun Aliyah - Ahad, 11 September 2016 - 15:35 WIB

Ahad, 11 September 2016 - 15:35 WIB

685 Views

Oleh: Majlis Dakwah Pusat Jama’ah Muslimin (Hizbullah)

 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 اللهُ أكْبَرُ، الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ.

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحَّدَنَا بِعِيْدِهِ كَأُمَّةٍ وَاحِدَةٍ، مِنْ غَيْرِ الأُمَم، وَنَشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ إِحْسَانِهِ وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ.

أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ أَنْتَ وَحْدَكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ، اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاء وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاء وَتُعِزُّ مَن تَشَاء وَتُذِلُّ مَن تَشَاء بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ.

الَلَّهُمَّ صَلِّ وُسَلِّمُ عَلَى حَبِيْبِناَ المُصْطَفَى، الَّذِّي بَلَّغَ الرِّسَالَةْ، وَأَدَّى الأَمَانَةْ، وَنَصَحَ الأُمَّةْ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعاَ اِلَى اللهِ بِدَعْوَتِهِ، وَجاَهَدَ فِيْ اللهِ حَقَّ جِهاَدِهِ.

اَمَّا بَعْدُ: عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ!

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

اَللهُ أَكْبَرُ… اَللهُ أَكْبَرُ… اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْد

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً،

لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللَّهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللَّهُ اَللهُ أَكْبَر

اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْدُ

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

 

Jama’ah shalat Iedul Adha rahimakumullah,

Alhamdulillâhi Rabbi al-âlamîn, segala puji marilah kita panjatkan ke hadhirat Allah subhanahu wata’ala. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada  Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wasallam beserta keluarga, para shahabatnya, dan seluruh umatnya yang senantiasa menaati risalahnya, serta berjuang tak kenal lelah untuk menerapkan dan menyebarluaskannya ke seluruh pelosok dunia hingga akhir zaman.

Hari ini umat Islam di seluruh penjuru dunia bersama-sama menggemakan pujian atas kebesaran Allah Swt. Lebih dari 1,57 milyar kaum Muslimin di seluruh dunia mengagungkan asma Allah Swt melalui takbir, tahlil, dan tahmid. Sementara itu, pada 9 Dzulhijjah kemarin, lebih dari 3 juta saudara kita kaum Muslimin dari seluruh penjuru dunia telah berkumpul untuk wukuf di Padang Arafah, menunaikan ibadah haji, rukun Islam yang kelima.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Hari Raya Idul Qurban selalu mengingatkan kita kepada perjuangan Nabi Ibrahim Alaihi Sallam dalam menegakkan tauhid baik ketika berada di Babilonia (Irak) maupun ketika beliau diamanahi oleh Allah Subahanhu Wa Ta’ala untuk menjaga Masjidil Haram dari prilaku kemusyrikan dan sekligus pembawa misi tauhid di Tanah Haram itu sesuai Firman Allah Ta’ala.

وَإِذۡ بَوَّأۡنَا لِإِبۡرَٲهِيمَ مَكَانَ ٱلۡبَيۡتِ أَن لَّا تُشۡرِكۡ بِى شَيۡـًٔ۬ا وَطَهِّرۡ بَيۡتِىَ لِلطَّآٮِٕفِينَ وَٱلۡقَآٮِٕمِينَ وَٱلرُّڪَّعِ ٱلسُّجُودِ

“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku` dan sujud.” (QS. Al Hajj : 26)

Ayat ini sejak awal mengambarkan betapa misi yang di bawa para nabi sampai nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak lain adalah mentauhidkan Allah Ta’ala, dan tidak menyarikatkannya dengan sesuatu apapun.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Allahu Akbar – Allahu Akbar – Allahu Akbar walillahil hamd !!!.

Dalam suasana Iedul Adha ini amatlah penting bagi kita untuk membedah lebih dalam tentang karakter Nabi Ibrahim AS sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan dalam QS An-Nahl : 120-123, untuk kita teladani:

إِنَّ إِبۡرَٲهِيمَ كَانَ أُمَّةً۬ قَانِتً۬ا لِّلَّهِ حَنِيفً۬ا وَلَمۡ يَكُ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ (١٢٠) شَاڪِرً۬ا لِّأَنۡعُمِهِ‌ۚ ٱجۡتَبَٮٰهُ وَهَدَٮٰهُ إِلَىٰ صِرَٲطٍ۬ مُّسۡتَقِيمٍ۬ (١٢١) وَءَاتَيۡنَـٰهُ فِى ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةً۬‌ۖ وَإِنَّهُ ۥ فِى ٱلۡأَخِرَةِ لَمِنَ ٱلصَّـٰلِحِينَ (١٢٢) ثُمَّ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ أَنِ ٱتَّبِعۡ مِلَّةَ إِبۡرَٲهِيمَ حَنِيفً۬ا‌ۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِڪِينَ (١٢٣

“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). (120) (lagi) yang mensyukuri ni’mat-ni’mat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. (121) Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. (122) “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”. (123)

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Dalam ayat ini Allah subahanhu wa ta’ala sebutkan beberapa karakter mulia Nabi Ibrahim AS. Karakter adalah sifat khusus yang melekat pada seseorang yang membedakan dengan yang lain. Hakekat karakter disebutkan oleh beberapa ahli pendidikan dalam tiga tahapan yaitu, knowing the good (tahu tentang kebenaran), desiring the good (cenderung atau condong kepada kebaikan) dan doing the good (berusaha melakukan hal yang diyakininya sebagai suatu kebenaran).Jadi, dikatakan muslim yang berkarakter tidak cukup dengan kemampuan ilmu semata, namun harus sejalan dengan perwujudan yang diaplikasihan dalam kehidupan sehari-hari.

Mari kita teliti karakter Nabi Ibrahim AS.:

  1. Aqidah yang kokoh

Nabi Ibrahim AS adalah manusia yang menemukan Tuhan dalam arti sebenarnya, yaitu Tuhan yang satu, yang bersifat universal bukan sekedar tuhan suku atau golongan manusia tertentu, tetapi Tuhan seru sekalian alam, Tuhan sebelum dan sesudah manusia tercipta di alam raya ini.  Inilah yang kemudian dikenal dengan prinsip keyakinan tauhid yaitu keyakinan akan keesaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena Tuhan mereka satu maka sebetulnya mereka adalah umat yang satu yang tidak dapat di pecah-pecah oleh situasi dan kondisi apapun.

Sosok pribadi Nabi Ibrahim AS dengan ketauhidan yang mendalam digambarkan pada ungkapan beliau, dalam QS Al-An’am: 79.

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

إِنِّى وَجَّهۡتُ وَجۡهِىَ لِلَّذِى فَطَرَ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضَ حَنِيفً۬ا‌ۖ وَمَآ أَنَا۟ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِين

“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.”

Pribadi yang karakter tauhidnya sangat kuat tidak hanya dirinya yang bertauhid, namun juga keinginannya yang begitu besar terhadap orang lain agar mereka memiliki tauhid yang benar. Sehingga beliau selalu bersedih saat melihat masyarakat Babilonia dalam kemusyrikan.

Inilah satu teladan yang patut kita renungkan, sampai sejauh mana keyakinan kita kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari. Benarkah kita meyakini janji-janji Allah bahwa setiap amal sholih kita akan dibalas dengan pahala dan kebaikan di akhirat. Dalam kenyataannya umat Islam 1,5 milyar ini hanya sebagian kecil yang memiliki akidah yang kokoh, yang membuat mereka tidak ragu beribadah, tidak ragu beramal sholih dan tidak ragu berjuang menegakkan syariah Islam dalam kehidupan nyata.

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah

  1. Teladan ketaatan

Nabi Ibrahim AS adalah sebagai pribadi (umat/imam) yang sangat taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala, hal ini nampak pada keterangan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam beberapa ayat, diantaranya;

رَّبَّنَآ إِنِّىٓ أَسۡكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِى بِوَادٍ غَيۡرِ ذِى زَرۡعٍ عِندَ بَيۡتِكَ ٱلۡمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱجۡعَلۡ أَفۡـِٔدَةً۬ مِّنَ ٱلنَّاسِ تَہۡوِىٓ إِلَيۡہِمۡ وَٱرۡزُقۡهُم مِّنَ ٱلثَّمَرَٲتِ لَعَلَّهُمۡ يَشۡكُرُونَ

 “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”(QS. Ibrahim: 37) 

Dalam ayat ini, Allah perintahkan Nabi Ibrahim untuk membawa istri dan anaknya yang masih kecil dari wilayah Syam, Palestina, ke tempat yang sudah Allah janjikan yaitu di samping Masjidil Haram, tempat yang jauh jaraknya hingga ribuan kilometer. Kemudian Allah perintahkan untuk meninggalkan mereka di satu lembah yang jauh dari keramaian, bahkan tidak nampak tanda-tanda kehidupan manusia di sana, dan di situlah beliau tinggalkan mereka dengan berat hati tanpa bekal dan pengawalan, kecuali keyakinan akan datangnya pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡىَ قَالَ يَـٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلۡمَنَامِ أَنِّىٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰ‌ۚ قَالَ يَـٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُ‌ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِينَ

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.(QS. Ash-Shaffat: 102)

Terhadap perintah itu, Nabi Ibrahim mengedepankan kecintaan yang tinggi yakni kecintaan kepada Allah subhanahu wata’ala dan menyingkirkan kecintaan duniawi, yakni kecintaan kepada anak.

Perintah amat berat itu pun disambut oleh putranya, Ismail alaihissalam, dengan penuh kesabaran. Ismail pun mengukuhkan keteguhan jiwa ayahandanya dengan mengatakan:

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam

“Wahai Ayahanda, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (QS. ash-Shaffat: 102)

Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail tersebut sudah seharusnya menjadi teladan bagi umat Islam saat ini.  Tidak hanya teladan dalam pelaksanaan ibadah haji dan ibadah qurban, namun juga teladan dalam berjuang dan berkorban mewujudkan pengamalan syariah Islam secara kaffah.

Ketaatan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam melaksanakan syariah Islam mungkin terasa asing bahkan aneh, di tengah peradaban modern yang membanggakan dan mengidolakan kekayaan dan kemewahan duniawi. Semakin kita merasa aneh maka semakin jauh kita dari sikap mental Islamy yang justru semestinya menjadi pakaian dalam kehidupan ini.  Inilah ruh Islam yang seharusnya menjiwai segenap aktifitas hidup orang-orang beriman. Tidak sedikit umat Islam yang amalan agamanya hanya sebatas ritual saja.  Sementara hatinya kosong, tidak ada ruh Islamy yang menggema di dalamnya.

Lemahnya kekuatan ruhiyah ini nampak dari sikap-sikap permisif (serba membolehkan), hedonistis (mengejar kepuasan hidup) dan materialistis (serba materi, semua amal dinilai secara materi).

Selanjutnya yang patut menjadi introspeksi kita dari keteladanan ketaatan Keluarga Nabi Ibrahim adalah, sampai di manakah ketaatan umat Islam terhadap syariah Allah dan Rasulullah.  Ketaatan yang utuh adalah ketaatan mukminin kepada Allah, Rasulullah dan Ulil Amri (pemimpin umat) yang tidak boleh dipisah-pisahkan, sebagaimana Allah perintahkan :

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِى ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡ‌ۖ فَإِن تَنَـٰزَعۡتُمۡ فِى شَىۡءٍ۬ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِ‌ۚ ذَٲلِكَ خَيۡرٌ۬ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلاً

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS.An-Nisa 59)

Dengan demikian ketiga sumber ketaatan tersebut menjadi pemandu amalan mukminin sehari-hari.  Tanpa Ulil Amri di tengah umat maka kesatuan umat tidak pernah terwujud dan potensi umat terkoyah-koyak sehingga tidak berdaya menghadapi gangguan musuh-musuh Islam dan muslimin.

Faktanya hingga saat ini umat Islam di dunia tidak mampu menghadapi segelintir Zionis dan sekutunya yang memporak-porandakan muslimin. Wilayah-wilayah sentral muslimin di negara-negara Timur Tengah kini lumpuh di tangan Zionis dan Barat. Libia, Afganistan, Irak, Palestina dan kini Syiria menjadi bulan-bulanan mereka. Kenapa demikian? Karena dunia Islam tersebar dan terpecah-belah tanpa Ulil Amri.

Allah hanya menjanjikan keberkahan dari langit dan bumi, manakala penghuni negeri-negeri muslimin di dunia melaksanakan ketaatan secara utuh: Allah, Rasulullah dan Ulil Amri – Satu Ummat Satu Ulil Amri.

Peran Muslimin Dalam Kehidupan

Sebagai taubat kita, marilah kita benahi akidah dan ketaatan kita kepada Allah dan Rasul-Nya agar dunia dan akhirat kita dalam ridho dan Ampunan-Nya. Kita tingkatkan peran kita sebagai “Khoiro Ummah”. Allah subhanahu wa ta’ala telah menegaskan tentang peran muslimin dalam kehidupan yang diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj : 41

ٱلَّذِينَ إِن مَّكَّنَّـٰهُمۡ فِى ٱلۡأَرۡضِ أَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّڪَوٰةَ وَأَمَرُواْ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَنَهَوۡاْ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ‌ۗ وَلِلَّهِ عَـٰقِبَةُ ٱلۡأُمُورِ

“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”( Al-Hajj [22] 41)

Dari ayat di atas telah menjadi sunatullah bahwa karakter muslim selalu berusaha dalam kehidupan mereka tidak lepas dari aturan dan hukum Allah subahanhu wata’ala, sehingga di manapun mereka berada mereka akan berusaha untuk:

  1. Menegakkan Agama

Pada ayat Al-Hajj : 41tertulis kalimat “Orang-orang jika kami beri kedudukan di muka bumi, mereka menegakkah sholat dan menunaikan zakat”. Sholat dan zakat adalah simbol ibadah utama dalam Islam yang mengindikasikan peran muslim di manapun mereka berada akan menjadi Khalifatullah.

Tidak hanya umat Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam, kepada umat-umat terdahulupun, Allah memerintahkan kepada para nabi, kepada Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa untuk menegakkan agama, dan tidak berpecah belah/berfirqoh-firqoh di dalamnya. “An Aqiimuddi n wala tatafarraqu fiihi

شَرَعَ لَكُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِۦ نُوحً۬ا وَٱلَّذِىٓ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ وَمَا وَصَّيۡنَا بِهِۦۤ إِبۡرَٲهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰٓ‌ۖ أَنۡ أَقِيمُواْ ٱلدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُواْ فِيهِ‌ۚ كَبُرَ عَلَى ٱلۡمُشۡرِكِينَ مَا تَدۡعُوهُمۡ إِلَيۡهِ‌ۚ ٱللَّهُ يَجۡتَبِىٓ إِلَيۡهِ مَن يَشَآءُ وَيَہۡدِىٓ إِلَيۡهِ مَن يُنِيبُ)

“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (QS. Ash-Shura: 13)

Pada  ayat  di  atas  Allah  subhanahu  wata’ala  menjelaskan  bahwa  ad-dien (agama)  yang  disyariatkan  untuk manusia  yang  dibawa  oleh  para  Rasul hanyalah satu, yaitu Islam.  Jarak antara Nabi   Nuh  ‘alaihis   salam  dan  Nabi Muhammad  Shalallahu alahi  wasallam sekitar  8.000  tahun,  namun  inti  ajaran yang  disyariatkan  kepada  keduanya adalah  sama  yaitu  agar  menegakkan agama (Islam) dan tidak berpecah belah di  dalamnya

Ketika  menjelaskan  kalimat  an  aqiimuddiina  walaatatafarraquu  pada  ayat  13  surat  As-Syuura  Imam  Al-Baghawi berkata, “Allah subhanahu wata’ala mengutus seluruh  Nabi agar  menegakkan agama,  menjalin kasih sayang,  hidup  berjama’ah,  meninggalkan  perpecahan dan  perselisihan.”

Ibnu  Katsir  berkata,  “Allah  Subhanahu  wata’ala mewasiatkan kepada semua Nabi ‘alaihi  shallaatu wa sallam  untuk  hidup  rukun  dan  berjama’ah  serta melarang  berpecah-belah  dan  berselisih.”

Ajakan  para  nabi  ini  dirasakan  berat  oleh orang-orang  yang  musyrik  karena  untuk menegakkan   kehidupan   berjama’ah membutuhkan  perjuangan  yang  tidak  ringan, harta  yang  tidak  sedikit  dan  waktu  yang panjang.  Di  samping  itu,  yang  membuat mereka  berat  menerima  ajakan  Nabi  tersebut adalah  dikarenakan  mereka  sudah  terbiasa hidup  berpecah-belah,  menyembah  banyak  Tuhan  dan  mempunyai  banyak  keyakinan sebanyak  kepala  (pemimpin)  agama  mereka.

Ketika menjelaskan kalimat,  “Dan  tidaklah  mereka berpecah  belah  melainkan  setelah  datangnya penget ahuan. ”   Imam  Al – Baghawi   berkata,

“Mereka  mengetahui  bahwa  berpecah  belah adalah  sesat  tetapi  mereka  tetap  melakukannya.”

Uraian  di  atas  memberikan  pengertian  dengan jelas  bahwa  syariat  Islam  sangat  menekankan pentingnya kesatuan. Menegakkan agama berarti hidup berjama’ah dengan seorang imamnya dan tidak berpecah belah.

  1. Menata kehidupan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul

Kalimat “mereka menyuruh kepada kebaikan dan mencegak dari kemungkaran”, pada ayat Al-Hajj-41 di atas menjelaskan tentang kewajiban muslimin berdakwah menjalankan aturan yang Allah turunkan untuk menata kehidupan manusia secara luas, aturan tentang kehidupan mereka secara pribadi, berkeluarga, berekonomi, bermuamalah, termasuk bagaimana menata kehidupan bermasyarakat/ijtimaiyah yang sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana Allah tegaskan dalam firman-Nya;

“…Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, (QS. Al-Maidah :48.)

Dalam ayat yang lain, Allah subhanahu wata’ala dengan tegas memerintahkan agar umat Islam memelihara kesatuan dan melarang berpecah-belah:

وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعً۬ا وَلَا تَفَرَّقُواْ‌ۚ وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ أَعۡدَآءً۬ فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦۤ إِخۡوَٲنً۬ا وَكُنتُمۡ عَلَىٰ شَفَا حُفۡرَةٍ۬ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنۡہَا‌ۗ كَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَـٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَہۡتَدُونَ

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali ‘Imran: 103)

Ketika menafsirkan ayat ini, Ibn Katsir menukilkan hadits riwayat Muslim:

اَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَإِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلَاثًا فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَيَسْخَطُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَوَإِضَاعَةِ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ (رواه مسلم

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sungguh Allah ridla kepada kalian tiga perkara dan benci kepada kalian tiga perkara. Ridla kepada kalian apabila kalian memperibadatinya dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu, berpegang teguh kepada tali Allah seraya berjama’ah dan tidak berpecah-belah, kalian menasehati orang yang diserahi oleh Allah untuk mengurus urusan kalian. Dia benci kepada kalian tiga perkara: berbicara tanpa dasar, menghambur-hamburkan harta, dan banyak bertanya.” (HR. Muslim)

Selanjutnya Ibn Katsir menyatakan bahwa ayat ini memerintahkan umat Islam berjama’ah (bersatu dan bersama-sama) dan melarang mereka berfirqah-firqah (berpecah-belah)

Sejatinya umat Islam adalah umat yang satu, mengingat Rabb mereka satu; Rasul yang diutus kepada mereka satu; Kiblat mereka satu; Pedoman hidup mereka satu; Syiar-syiar agama mereka satu; syariat mereka satu; dan dengan terwujudnya kesatuan dan kebersamaan di antara umat Islam dalam satu Jama’ah, maka Insya Allah, berbagai bencana dan krisis yang datang silih berganti akhir-akhir ini, dapat teratasi. Mengingat terjadinya berbagai bencana dan krisis tersebut antara lain adalah akibat umat Islam tidak dapat menjaga persatuan dan kebersamaan sebagaimana firman Allah.

وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ

“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.“ (QS. Al-Anfaal: 73)

Menurut para ahli tafsir, yang dimaksud dengan “apa yang diperintahkan Allah itu” adalah keharusan adanya kesatuan dan kebersamaan di antara kaum muslimin.

Dalam rangka mewujudkan kembali kesatuan umat yang porak-poranda setelah dihancurkan kekhilafahan Turki Utsmani oleh Mustafa Kemal At Taturk, seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam pada tahun 1924, maka ditetapi kembali jama’ah muslimin dalam bentuk Jama’ah Muslimin (Hizbullah) pada 10 Dzulhijjah 1372/20 Agustus 1953 di bawah Imam Syeikh Wali Al-Fattaah.

Setelah beliau wafat, dibai’atlah penganti-pengantinya untuk meneruskan keimamahan hingga hari ini.

Semoga, dengan semangat Idul Adha hari ini, dengan haji dan qurbannya menyadarkan kita kaum muslimin untuk semakin mencintai Allah dan Rasul-Nya, mentaati segala perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya serta mau kembali kepada tuntunan Allah dan Rasul-Nya seluruhnya (kaffah) yaitu dengan cara hidup berjama’ah dan tidak berpecah belah. Karena inti dari diturunkannya syariat Islam dalam QS. Asy-Syura : 13 adalah menegakkan agama dengan berjama’ah dan tidak berpecah belah.

 Ma’asiral muslimin rahimakumullah,

Akhirnya, marilah kita memohon kepada Allah, semoga Allah Swt mengabulkan seluruh permohonan kita. Semoga Allah Swt memberi kita kesabaran dan keikhlasan, serta menguatkan kita untuk berperan penting dalam upaya melakukan perubahan besar dunia menuju tegaknya syariah Islam yang kaaffah dalam kepemimpinan Khilafah Ala minhajin Nubuwwah.

 أَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَات

اللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّا مِنَ الْخَاسِرِيْنَ

اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا دُعَائَنَا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.

رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَّسِيْنَآ أَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَاِفِرِيْنَ

اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.

اَللَّهُمَّ يَا مُنْـزِلَ الْكِتَابِ وَمُهْزِمَ اْلأَحْزَابِ اِهْزِمِ اْليَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ وَصَلِيْبِيِّيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ وَرَأْسُمَالِيِّيْنَ وَاِخْوَانَهُمْ وَاِشْتِرَاكِيِّيْنَ وَشُيُوْعِيِّيْنَ وَاَشْيَاعَهُمْ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار وَسُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

(M013/P2 )

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Rekomendasi untuk Anda

Khadijah
Khadijah
Kolom
Khutbah Jumat
Kolom
Kolom