Oleh : Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior MINA, Khatib/Da’i Ponpes Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jabar
الله أكبر الله أكبر, لا إله إلا الله والله أكبر ، الله أكبر ولله الحمد.
الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا . لا إله إلا الله وحده صدق وعده ونصر عبده وأعز جنده وهزم الأحزاب وحده .
لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين ولو كره المشركون ولو كره الكافرون ولو كره المنافقون. الله أكبر . الله أكبر ولله الحمد .
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونتوب إليه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا ، من يهده الله فلا مضل له ومن يضلله فلا هادي له ، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله. اللهم صل على محمد وعلى آله وأصحابه ومن ومن تبعهم إلى يوم الدين . أما بعد أيها المسلمون أوصيكم ونفسي بتقوى الله. اعوذب الله من الشيطان الرجيم يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون. وقال وَقَالَ اللهُ فِيْ اَيَةٍ اُخَرُ , يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغدٍ وَّاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ, يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا , يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
الله اكبر, الله أكبر, ولله الحمد
Jamaah shalat Id yang dirahmati Allah,
Alhamdulillah, segala puji hanyalah milik Allah ‘Azza wa Jalla, Dzat Yang Maha Mulia, Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana. Kepada-Nya segenap makhluk bergantung dan hanya kepada-Nya segala sesuatu akan kembali. Dialah Al-Khaliq, Dzat yang telah menciptakan dan mengatur alam dan segala isinya ini dengan seluruh aturan-Nya yang utuh lagi sempurna.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Jalan Mendaki Menuju Ridha Ilahi
Dialah Al-Hakim, Dzat yang Maha Pembuat Hukum, yang syariat-Nya membawa rahmat bagi semesta alam.
Dialah Al-‘Aliim, yang maha mengetahui segala desiran isi hati dan segala angan khayalan inderawi. Kepada-Nya kita masing-masing akan mempertanggungjawabkan setiap apa yang kita lisankan dan apa-apa yang kita kerjakan.
Dialah Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim, Dzat yang Pengasih lagi Penyayang, mengasihi seluruh hamba dan makhluk ciptaan-Nya, memberi rezki semuanya walau terhadap yang ingkar sekalipun.
Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan dan teladan kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, segenap keluarganya, para shahabatnya, serta para pengikutnya yang tetap istiqamah berjihad di jalan-Nya, hingga akhir masa.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis
Dialah Muhammad utusan Allah, yang telah menghabiskan seluruh waktu dan hidupnya untuk menegakkan syariat Allah di muka bumi ini.
Dialah Muhammad Rasul berakhlak Al-Quran, yang ucapannya selaras dengan tindakannya, tutur katanya jujur, indah dan bermakna, suka memaafkan tak memendam dendam, senang bertamu bersilaturahim dan menerima tamu, penyantun terhadap orang-orang misklin dan kaum dhuafa, namun sekaligus gagah pemberani di medan jihad, tak mudah menyerah apalagi putus asa dalam mengkader sahabat-sahabatnya dan dalam menyebarkan dakwah Islam ke seluruh pelosok negeri.
Dialah Muhammad Al-Amin yang menjadi uswatun hanasah, teladan terbaik bagi kita ummatnya yang mencintainya.
Dialah Muhammad Rasulullah pembawa kedamaian, kesejahteraan dan kasih sayang bagi segenap alam, pembaca misi Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memberantas Miras Menurut Syariat Islam
Hadirin Jama’ah Shalat ‘Ied Rahimakumullah,
Selanjutnya, Marilah kita pelihara kualitas taqwa tanpa putus asa dan keluh kesah. Dalam suka maupun duka, bahagia maupun sengsara, miskin atau kaya, sendiri atau bersama-sama, sejak muda hingga tua, tetap dalam taqwallah.
Menjaga taqwa tidak harus menunggu tua, justru anak muda yang gemar beribadah itulah yang mendapat jaminan perlindungan Allah, tatkala tidak ada perlindungan selain perlindungan-Nya. Mereka adalah pemuda yang mampu menjaga hawa nafsunya untuk tetap dalam iman dan Islam.
Wasiat taqwa menjadi ajakan seluruh khatib, karena derajat kemuliaan kita manusia di sisi Tuhan-Nya, adalah karena taqwanya semata. Bukan kekayaan harta yang dikumpulkannya, bukan pula penampilan fisik atau baju baru yang dipakainya, juga tidak karena tingginya pangkat jabatan yang didudukinya. Akan tetapi semata-mata karena taqwanya, keistiqamahannya menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyongsong Bulan Solidaritas Palestina
Di samping itu, dengan ibadah menyembelih binatang qurban yang sebentare lagi insya-Allah akan kita laksanakan, tiada lain yang Allah terima bukan daging dan darah qurban, tetapi semata karena taqwanya, seperti dalam ayat :
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلۡمُتَّقِينَ
Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa”. (QS Al-Maidah [5]: 27).
Dengan taqwa pulalah, penduduk negeri akan mendapatkan barokah dari langit dan dari bumi. Sebagaimana firman-Nya:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاء وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
Artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf [7]: 96).
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Berhati-hati dalam Menyebarkan Informasi
Itulah maka tatkala kita mengantarkan calon jamaah haji waktu akan berangkatnya, kitapun disunahkan membacakan doa untuk mereka dengan doa:
زَوَّدَكَ اللَّهُ التَّقْوَى وَغَفَرَ ذَنْبَكَ وَيَسَّرَ لَكَ الْخَيْرَ حَيْثُمَا كُنْتَ
Artinya: “Semoga Allah membekalimu dengan takwa, mengampuni dosa-dosamu, dan memudahkanmu di mana saja engkau berada.”
Ke manapun kita pergi perlu bekal, dan sebaik-baik bekala dalah takwa. Sebagaimana firman-Nya:
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
Artinya: “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 197).
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memperkuat Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina
Penerus kepemimpinan Islam, Umar bin Abdil Aziz pun selalu memberikan wasiat takwa ini kepada staf dan makmumnya. Pesannya, “Hendaklah engkau bertaqwa kepada Allah di tempat mana saja Engkau berada. Sesungguhnya taqwa kepada Allah adalah persiapan yang paling baik, program yang paling sempurna, dan kekuatan yang paling dahsyat. Janganlah kalian katakan bahwa musuh-musuh kita lebih jelek keadaannya daripada kita dan mereka takkan pernah menang atas kita. Berapa banyak kaum yang dihinakan dengan sesuatu yang lebih jelek dari musuh-musuhnya, karena perbuatan dosa-dosanya. Mintalah kalian pertolongan kepada Allah atas diri-diri kalian, sebagaimana kalian minta pertolongan pada-Nya atas musuh-musuh kalian.”
Sebaliknya, kaum muslimin wal muslimat
Manakala kita jauh dari taqwa, jauh dari perintah dan peringatan Allah, jauh dari sibuk di jalan Allah. Maka, justru kita akan semakin jauh dari keberkahan, kehidupan dan penghidupan yang kita kejar-kejar justru malah tak kesampaian. Sebab sibuk dunia lupa akhirat, sibuk mencari harta lalai berjuang, dan sibuk dengan urusan keluarga mengabaikan amanah-amanah Allah.
Allah mengingatkan kita di dalm ayat-Nya:
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Umat Unggul dengan Al-Qur’an
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Artinya: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS Thaha [20]:124).
Memang seringkali kita ini tidak berlaku adil terhadap Allah, sering berbuat maksiat, dosa dan pelanggaran.
Ini seperti disinggung di dalam hadits Qudsi, yang menyebutkan bahwa Allah Ta’ala berfirman, “Hai anak Adam, kamu tidak adil terhadap-Ku. Aku mengasihimu dengan kenikmatan-kenikmatan tetapi kamu membenciKu dengan berbuat maksiat-maksiat. Kebajikan kuturunkan kepadamu dan kejahatan-kejahatanmu naik kepada-Ku. Selamanya malaikat yang mulia datang melapor tentang kamu tiap siang dan malam dengan amal-amalmu yang buruk. Tetapi hai anak Adam, jika kamu mendengar perilakumu dari orang lain dan kamu tidak tahu siapa yang disifatkan pasti kamu akan cepat membencinya.” (Riwayat Ar-Rafii dan Ar-Rabii’).
Hal inipun menjadi keheranan Allah, seperti disebutkan di dalam Hadits Qudsi, seperti disebutkan oleh Imam Al-Ghazali.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Makan yang Halal dan Thayib
Allah berfirman, “Wahai manusia ! Aku heran pada orang yang yakin akan kematian, tapi ia hidup bersuka-ria.
Aku heran pada orang yang yakin akan pertanggungjawaban segala amal perbuatan di akhirat, tapi ia masih asyik mengumpulkan dan menumpuk harta benda.
Aku heran pada orang yang yakin akan kubur, tapi ia tertawa terbahak-bahak.
Aku heran pada orang yang yakin akan adanya alam akhirat, tapi ia menjalani kehidupan dengan bersantai-santai.
Aku heran pada orang yang yakin akan kehancuran dunia, tapi ia menggandrunginya.
Aku heran pada intelektual, yang bodoh dalam soal moral.
Aku heran pada orang yang bersuci dengan air, sementara hatinya masih tetap kotor.
Aku heran pada orang yang sibuk mencari cacat dan aib orang lain, sementara ia tidak sadar sama sekali terhadap cacat yang ada pada dirinya sendiri.
Aku heran pada orang yang yakin bahwa Allah senantiasa mengawasi segala perilakunya, tapi ia berbuat durjana.
Aku heran pada orang yang sadar akan kematiannya, kemudian akan tinggal dalam kubur seorang diri, lalu dimintai pertanggungjawaban seluruh amal perbuatannya, tapi berharap belas-kasih dari orang lain.
Sungguh tiada Tuhan kecuali Aku dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Ku”.
Karena itu, jamaah sekalian
Sesuai maknanya, Qurban, Taqarrub, bermakna hendaknya semakin menjadikan kita taqarrub atau dekat dengan Allah. Sebab Allah-lah sumber segala kekuatan, sehingga semakin kita dekat kepada-Nya akan semakin memperoleh kekuatan jiwa.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Upaya Agar Istiqamah di Jalan Yang Lurus
Banyak hal dan persoalan tidak dapat dipecahkan hanya oleh akal dan prediksi semata. Tetapi hanyalah dapat ditembus dengan memperbanyak “istighfar” dan kalimat “Laa haula walaa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘adzim”.
Sehingga membuat kita tetap menjaga keikhlasan dalam beramal dan berjuang, semata-mata karena Allah. Sebab, tiada yang kita cari kecuali Ridha Allah, dan tidak pula ada yang kita tujuan selain dari Allah. “Laa mathluba illallaah, laa maqsuuda illallaah”.
Sedikit dan tak kelihatan oleh pandangan manusia. Namun ikhlas, insya-Allah menjadi besar di sisi-Nya. Sehingga, kita dapat mencontoh bagaimana sahabat Khalid bin Walid tatkala tidak lagi mendapatkan amanah sebagai panglima perang pada masa Khalifah Umar, karena Sang Khalifah khawatir akan kultum individu. Namun Sang Pedang Allah Khalid, tetap berjuang bahkan tak kendur di dalamnya. Katanya, “Saya berjuang bukan karena Umar, tetapi karena Tuhannya Umar”.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillaahil Hamd.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Kabar Gembira bagi yang Mentaati Allah dan Rasul-Nya
Jamaah kaum Muslimin yang sama-sama mengharap ridha dan ampunan Allah
Hari ini, hingga tiga hari tasyrik ke depan, gema suara takbir, tahmid dan tahlil silih berganti menggema ke angkasa raya, menandakan betapa indahnya apabila kaum muslimin memiliki kebersamaan di dalam perjuangan di hadapan sang Khaliqnya. Suasana yang sama hari ini, juga dirasakan jutaan kaum muslimin yang sedang menunaikan ibadah haji di Baitullah. Mereka datang dari seluruh penjuru dunia yang berjauhan, dipersaudarakan dengan niat dan tekad yang satu, memakai kain ihram warna putih yang satu, bergerak thawaf mengelilingi Ka’bah yang satu, wuquf di Arafah, seluruhnya menyembah Allah yang satu.
Begitulah cerminan, bahwa umat Islam ini pada hakikatnya adalah umat yang satu, tidak bisa dan tidak boleh dipecah-belah karena kepentingan tertentu.
Allah menegaskan di dalam firman-Nya :
إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ
Artinya : “Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.” (QS Al-Anbiya [21] : 92).
Karena itu, hakikatnya kita sesama umat Islam adalah satu saudara, seiman seaqidah. Sehingga kita wajib kita. saling membantu, saling menguatkan, saling memaafkan, saling menghargai dan saling membawa rahmat bagi segenap alam.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٌ۬ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”. (QS Al-Hujurat [49] : 10).
Karena itu, Allah mewajibkan yang mampu membantu yang kurang mampu, yang berada menolong yang papa, dan yang berkelapangan memberi kepada yang berkesempitan. Karena Allah dan Rasul-Nya memang memerintahkan yang sedemikian. Dan itulah wujud “ikhwaanaa” kehidupan saling bersaudara.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan di dalam sabdanya:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ اَخِيْهِ.
Artinya : “Siapa yang melepaskan kesusahan seorang mukmin di dunia niscaya Allah akan melepaskan kesusahannya di akhirat. Siapa yang memudahkan orang yang kesusahan, niscaya Allah akan memudahkan (urusannya) di dunia dan di akhirat. Siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya jika hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR Muslim).
Karena kita semuanya sesama mukmin adalah umat yang satu, Allah kita yang satu, agama yang satu yakni Islam, kiblat yang satu yaitu Masjid Al-Aqsha yang kemudian dipindahkan ke Masjidil Haram, serta panutan uswah dan qudwah kita yang satu pula Rasulullah shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Allah menegaskan di dalam ayat:
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا وَاذْكُرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ
Artinya : “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian pada tali Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu berfirqah-firqah (bergolong-golongan), dan ingatlah akan ni’mat Allah atas kamu tatkala kamu dahulu bermusuh-musuhan maka Allah jinakkan antara hati-hati kamu, maka dengan ni’mat itu kamu menjadi bersaudara, padahal kamu dahulu nya telah berada di tepi jurang api Neraka, tetapi Dia (Allah) menyelamatkan kamu dari padanya; begitulah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu, supaya kamu mendapat petunjuk.” (QS Ali ‘Imran [3]: 103 ).
Hadiri Jama’ah ‘Ied yang berbahagia
Lalu, bagaimanakah caranya kita umat Islam bersatu dalam situasi dan kondisi abad kini, yang penuh dengan fitnah, keburukan, dan ketidakadilan di mana-mana? Jawabnya, adalah seperti juga pernah ditanyakan oleh salah seorang sahabat mulia, Hudzaifah bin Yaman. Marilah kita renungkan kembali hadits ini untuk kita amalkan bersama demi kebaikan dan kejayaan Islam dan Muslimin.
كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ
Artinya: “Adalah orang-orang (para sahabat) bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan dan adalah saya bertanya kepada Rasulullah tentang kejahatan, khawatir kejahatan itu menimpa diriku, maka saya bertanya: “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu berada di dalam Jahiliyah dan kejahatan, maka Allah mendatangkan kepada kami dengan kebaikan ini (Islam). Apakah sesudah kebaikan ini timbul kejahatan? Rasulullah menjawab: “Benar!”
قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ
Saya bertanya: Apakah sesudah kejahatan itu datang kebaikan? Rasulullah menjawab: “Benar, tetapi di dalamnya ada kekeruhan (dakhon).” Saya bertanya: “Apakah kekeruhannya itu?” Rasulullah menjawab: “Yaitu orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku. Engkau ketahui dari mereka itu dan engkau ingkari.”
قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا
Aku bertanya: “Apakah sesudah kebaikan itu akan ada lagi keburukan?” Rasulullah menjawab: “Ya, yaitu adanya penyeru-penyeru yang mengajak ke pintu-pintu Jahannam. Barangsiapa mengikuti ajakan mereka, maka mereka melemparkannya ke dalam Jahannam itu.” Aku bertanya: “Ya Rasulullah, tunjukkanlah sifat-sifat mereka itu kepada kami.” Rasululah menjawab: “Mereka itu dari kulit-kulit kita dan berbicara menurut lidah-lidah (bahasa) kita.”
قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ
Aku bertanya: “Apakah yang eng kau perintahkan kepadaku jika aku menjumpai keadaan yang demikian?” Rasulullah bersabda: “Tetaplah engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka !”
قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
Aku bertanya: “Jika tidak ada bagi mereka Jama’ah dan Imaam?” Rasulullah bersabda: “Hendaklah engkau keluar menjauhi firqoh-firqoh itu semuanya, walaupun engkau sampai menggigit akar kayu hingga kematian menjumpaimu, engkau tetap demikian.” (Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim).
Berkaitan dengan ayat dan hadits tersebut, Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir di dalam Tafsir Al-Quranul ‘Adzim menjelaskan, “Bahwa Allah telah memerintahkan kepada umat Islam untuk berjama’ah dan melarang mereka dari perpecahan. Demikian pula termaktub di dalam hadits-hadits yang memerintahkan umat Islam untuk berjama’ah”.
Di sinilah letak urgen dan strategisnya keberadaan seorang Imaam atau Khalifah dari kalangan orang-orang beriman, sebagai pemimpin yang bertugas memberikan arahan dan menggembala ummat menuju mardhotillah.
Allah menyebutkan di dalam firman-Nya :
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
Artinya : “Dan Kami jadikan di antara mereka itu para Imaam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS As-Sajadah : 24).
Apalagi hadirin yang mulia
Saat ini kaum Muslimin di berbagai penjuru negeri sedang diadu domba dalam politik devide et empera. Negeri-negeri Muslim yang saling membelakangi di kawasan Timur tengah, kaum Muslimin minoritas yang terkekang kebebasan beribadahnya, stigma negatif yang acapkali ditujukan kepada Islam dan Muslimin, seperti standar ganda terorisme dan ekstremisme, keterbelakangan dan ujaran kebencian, dan sebagainya.
Terlebih lagi adalah masih adanya satu-satunya negeri di dunia ini yang masih terjajah, yakni Palestina. Ini yang terus menjadi prioritas dalam perjuangan besar umat Islam dalam membebaskan Masjid Al-Aqsha dan Palestina dari cengkeraman penjajahan Zionis.
Itu semua tentu harus dikerjakan dengan kesungguhan jihad secara berjama’ah, terpimpin, semata-mata karena Allah. Ketha’atan, keterbitan dan kedisiplinan itulah kuncinya.
Terlebih jika kita membaca kembali Maklumat Jama’ah Muslimin (Hizbullah) tahun 1953, yang menyebutkan bahwa Jama’ah Muslimin (Hizbullah) “Tegak berdiri di dalam lingkungan kaum muslimin, di tengah-tengah antargolongan, menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat baik dan mencegah perbuatan munkar. Menolak tiap-tiap fitnah penjajahan, kedzaliman suatu bangsa di atas bangsa lain dan mengusahakan ta’aruf antar bangsa”.
Inilah visi besar dan mulia yang dibawa oleh Jama’ah Muslimin wa Imaamahum, membawa kemaslahatan dan nilai-nilai konstruktif bagi pembangunan, mengajak pada nilai-nilai persatuan dan kesatuan, membawa rahmat, kesejahteraan, kedamaian, dan kemaslahatan bagi segenap alam.
Sesuai dengan arahan firman Allah:
وَمَآ أَرۡسَلۡنَـٰكَ إِلَّا رَحۡمَةً۬ لِّلۡعَـٰلَمِينَ
Artinya: “Dan tidaklah Aku utus engkau (Muhammad) kecuali membawa rahmat bagi segenap alam”. (QS Al-Anbiya [21]: 107).
Karena itu, yang juga menjadi tugas kita sekarang adalah membuat kaderisasi generasi bermental pejuang tangguh, da’i, dan penyeru, pada abad globalisasi saat ini.
Kita perlu terus memprogram anak-anak yang hafidz dan hafidzah Al-Quran, berakhlakul karimah, bervisi global, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki skill individu, generasi yang sehat dan kuat, serta memiliki kemampuan leadership.
Sehingga kelak akan muncul para pemimpin bangsa, tokoh masyarakat, pebisnis, ekonom, insyinyur, tentara, polisi, ilmuwan, dan sebagainya, yang hafidz Al-Quran dan Al-Hadits.
Karena memang demikianlah seyogyanya, dunia ini diurus oleh orang-orang shalih yang berilmu, yang menjaga amanah titipan Allah, bumi ini, untuk kesejahteraan alam.
Seperti janji-Nya:
وَلَقَدۡ ڪَتَبۡنَا فِى ٱلزَّبُورِ مِنۢ بَعۡدِ ٱلذِّكۡرِ أَنَّ ٱلۡأَرۡضَ يَرِثُهَا عِبَادِىَ ٱلصَّـٰلِحُونَ
Artinya: “Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh”. (QS Al-Anbiya [21]: 105).
Janji Allah pada ayat lain menyebutkan:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”. (QS An–Nuur [24]: 55).
Mari kita sambut masa kejayaan di tangan orang-orang beriman dan beramal shalih itu, seperti Allah nyatakan di dalam firman-Nya:
إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
Artinya : “Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang dzalim”. (QS Ali ‘Imran [3]: 140).
Janji Allah pada Al-Jama’ah itu sudah sangat nyata dan kuat, yang diikat atas anama Bai’at kepada Allah. Seperti dalam firman-Nya:
إِنَّ ٱلَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ ٱللَّهَ يَدُ ٱللَّهِ فَوۡقَ أَيۡدِيہِمۡۚ فَمَن نَّكَثَ فَإِنَّمَا يَنكُثُ عَلَىٰ نَفۡسِهِۦۖ وَمَنۡ أَوۡفَىٰ بِمَا عَـٰهَدَ عَلَيۡهُ ٱللَّهَ فَسَيُؤۡتِيهِ أَجۡرًا عَظِيمً۬ا
Artinya: “Bahwasanya orang-orang yang berbai’at kepada kamu sesungguhnya mereka berbai’at kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar bai’atnya, niscaya akibat ia pelanggarannya itu akan menimpa dirinya sendiri, dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar”. (QS Al-Fath [48]: 10).
Kuncinya sekarang adalah mari kita tingkatkan kethaatan kita kepada Allah, Rasul-Nya dan Ulil Amri di kalangan kaum Mukminin, serta kita jauhi ketidakthaatan alias kemaksiatan.
Ingatlah akan nasihat Khalifah Umar bin Khaththab kerika memberikan pengaraha kepada pasukan yang dipimpin Panglima Sa’ad bin Abi Waqqas ketika akan menghadapi musuh yang jauh lebih besar, banyak dan kuat, di Kekaisaran Kisra.
Nasihatnya, “Sesungguhnya kita hanya akan ditolong oleh Allah karena kemaksiatan musuh-musuh kita kepada Allah dan kethaatan kita kepada Allah. Jika kita juga sama dalam melakukan maksiat, maka adalah mereka lebih utama daripada kita dalam hal kekuatan. Jika kita tidak mengalahkan mereka dengan kethaatan kita, kita tidak akan dapat mengalahkan mereka dengan kekuatan kita”.
Demikianlah Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah.
Akhirnya, secara khusus kepada kaum muslimat, Khatib pesanan kalian pandai-pandai bersyukur kepada Allah, berterima kasih dan berbakti kepada suami, berbuat baik kepada orang tua, saudara dan sanak kerabat, gemar bershadaqah, tidak mudah saling menggunjing apalagi memfitnah, serta tidak ketinggalan menopang perjuangan di Jalan Allah.
Allah mengingatkan di dalam firman-Nya :
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّبِىُّ إِذَا جَآءَكَ ٱلۡمُؤۡمِنَـٰتُ يُبَايِعۡنَكَ عَلَىٰٓ أَن لَّا يُشۡرِكۡنَ بِٱللَّهِ شَيۡـًٔ۬ا وَلَا يَسۡرِقۡنَ وَلَا يَزۡنِينَ وَلَا يَقۡتُلۡنَ أَوۡلَـٰدَهُنَّ وَلَا يَأۡتِينَ بِبُهۡتَـٰنٍ۬ يَفۡتَرِينَهُ ۥ بَيۡنَ أَيۡدِيہِنَّ وَأَرۡجُلِهِنَّ وَلَا يَعۡصِينَكَ فِى مَعۡرُوفٍ۬ۙ فَبَايِعۡهُنَّ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُنَّ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ۬
Artinya : “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk berbai’at, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah bai’at mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Mumtahanah : 12).
Semoga kaum muslimat semuanya menjadi wanita shalihat yang diridhai Allah Subhananhu Wa Ta’ala. Amin Yaa Robal ‘alamin.
Terakhir, marilah kita tundukkan jiwa, rendahkan hati, untuk munajat doa kepada Allah Yang Maha Kuasa. Pada hari Adha ini, marilah kita bertaubat dengan taubatan nasuha, kembali ke jalan yang diridhai-Nya, kembali memperbaiki amal ibadah kita yang selama ini kurang sempurna, kembali ke barisan jihad secara berjama’ah.
Doa
أَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا يُوَا فِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ
يَارَبَّنَا لَكَ اْلحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِىْ ِلجَلاَلِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ
أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهُمْ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَاجْعَل فِي قُلُوْبِهِم الإِيْمَانَ وَالْحِكْمَةَ
“Ya Allah, ampunilah kaum mukminin dan mukminat, muslimin dan muslimat, perbaikilah di antara mereka, lembutkanlah hati mereka dan jadikanlah hati mereka keimanan dan hikmah”
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَناَ آخِرَتناَ الَّتِي فِيهَا مَعَادُنا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَناَ فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَناَ مِنْ كُلِّ شَرٍّ
“Ya Allah, perbaikilah sikap keagamaan kami sebab agama adalah benteng urusan kami, perbaikilah dunia kami sebagai tempat penghidupan kami, perbaikilah akhirat kami sebagai tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan kami di dunia sebagai tambahan bagi setiap kebaikan. Jadikanlah kematian kami sebagai tempat istirahat bagi kami dari setiap keburukan.”
اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.
“Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang dzalim dan kafir.”
أَللَّهُمَّ احْيِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاِمَامَهُمْ بِجَمَاعَةِ اْلمُسْلِمِيْنَ حَيَاةً كَامِلَةً طَيِّبَةً وَارْزُقْهُمْ قُوَّةً غَالِبَةً عَلَى كُلِّ بَاطِلٍ وَظَالِمٍ وَسُوْءٍ وَفَاحِشٍ وَمُنْكَرٍ
اللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُؤْمِنِينَ فِى بِلاَدِ فلِسْطِيْنَ خَاصَّةً وَفِى أَنْـحَاءِ بُلْدَانِ المْـُؤْمِنِيْنَ عَامّةً
أَللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى الْكُفَّارِ يَهُوْدِى اِسْرَائِيْلِ وَشُرَكَائِهِمْ وَشَطِّطْ شَمْلَهُمْ وَفَرِّقْ جَمْعَهُمْ أَللَّهُمَّ إِهْزِمْهُمْ وَزَلْزِلْهُمْ
رَبَّنَا اَتِنَا فِىْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى ْالأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَ أَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ اْلأَبْرَارِ يَا عَزِيْزٌ يَا غَفَّارٌ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ.
Taqabbalallahu minna waminkum. Aamiin Yaa Robbal ‘aalamiin. (A/RS2/B05)
Mi’raj News Agency (MINA)