oleh: Ust Abu Wihdan Wahyudi KS, Amir Majelis Dakwah Jama’ah Muslimin (Hizbullah)
بــســم الله الرحمـن الرحـيـم
إنَّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَـغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِالله ِمِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَ مِنْ سَـيِّأَتِ أَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلآمُ عَلٰى رَسُوْلَ الله وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَهُ , مَا شَاءَ اللهُ كَانَ وَمَا لَمْ يَشَألَمْ يَكُنْ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِالله , أَعُوْذُ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ: يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا. أمـّا بعد :
Baca Juga: Khutbah Jumat: Jalan Mendaki Menuju Ridha Ilahi
فَـإِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَـابُ اللهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّالْأُمُوْرِ مُحْدَثاتُهَا
اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، لَا إلَهَ إِلَّا اللهُ هَوَ اللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Ma’asyiral Muslimin, Jama’ah Shalat Idul Adha yang dirahmati Allah
Marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah . Yang Maha Besar, Maha Pencipta, Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Pemberi rizki untuk seluruh makhluq-Nya. Kita semua faqir dan lemah dihadapan-Nya.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis
اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ
Jama’ah Muslimin yang dirahmati Allah
Hari kemarin 9 Dzulhijjah, 2 juta jama’ah haji telah mengukir sejarah, pada tanggal 9 Dhulhijjah mereka wukuf di Arafah. Momen ini adalah peristiwa paling mendasar dalam ibadah haji, sehingga saat Rasulullah ditanya:
فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ الْحَجُّ؟ قَالَ: «الْحَجُّ عَرَفَةُ
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memberantas Miras Menurut Syariat Islam
“Ya Rasulullah, Bagaimana haji itu? beliau menjawab Al Hajju Arafah, Haji itu Arafah.”
Arafah mendapat kedudukan istimewa dalam rangkaian ibadah haji. Padang Arafah adalah miniatur Padang Mahsyar. Di Padang Arafah, ketika sadar akan dosa-dosa, kita masih dapat bertobat dan beramal soleh. Sedangkan di Padang Mahsyar, semua manusia akan sadar dan tidak mungkin mengingkari atas banyaknya dosa dan kesalahan, namun semua itu sudah terlambat, di Padang Mahsyar tidak ada pintu tobat, tidak ada gunanya penyesalan. Oleh karena itu, saat inilah momen yang paling tepat untuk kita bertobat. Jangan pernah menunda untuk bertobat, karena kematian bisa datang tiba-tiba tanpa aba-aba terlebih dahulu. Kematian pun tidak akan menunggu tobat kita.
Jama’ah Muslimin yang dirahmati Allah
Hari ini 2 milyar muslimin terbentang dari Maroko sampai Merauke, seperempat penduduk bumi ini adalah kaum Muslimin. Kita bersyukur Islam menjadi satu-satunya agama yang Allah ridlai, kini diterima dan diimani oleh bangsa Eropa, Amerika dan Australia.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyongsong Bulan Solidaritas Palestina
Perkembangan Islam di 3 benua tersebut sangat pesat. Kita tentu berharap kabar gembira ini diiringi dengan kualitas keagamaan yang paripurna (kaafah) terhadap ajaran dan perintah beribadah sebagaimana disyaratkan dalam Islam.
اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ
Jama’ah Muslimin yang mengharap ridla dan ampunan Allah
Salah satu yang patut disayangkan pada sebagian umat Islam saat ini adalah kurang dalam mensyiarkan Idul Adha, dibandingkan dengan mensyiarkan Idul Fitri, padahal Allah dan Rasul-Nya lebih mengagungkan Idul Adha daripada Idul Fitri. Allah berfirman :
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Berhati-hati dalam Menyebarkan Informasi
وَالْفَجْرِ (1) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2)
“Demi waktu fajar dan malam yang sepuluh” (QS. Al Fajr [89]: 1-2)
Al Hafizh Imam Ibnu Katsir menafsirkan, bahwa yang dimaksud dengan malam yang sepuluh adalah 10 hari di awal Dzulhijjah. Hal ini didasarkan pada hadits berikut:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْء
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memperkuat Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina
“Tidak ada hari-hari di mana amalan shalih yang dikerjakan di dalamnya lebih dicintai oleh Allah daripada sepuluh hari ini. Para shahabat bertanya: Termasuk pula jihad fi sabilillah? Beliau bersabda: Ya, termasuk pula jihad fi sabilillah, kecuali seseorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya dan tidak kembali darinya sedikit pun.”
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Yang jelas, bahwa sebab keistimewaan sepuluh hari bulan Dzulhijjah, karena pada bulan ini terkumpul ibadah-ibadah inti, seperti shalat, puasa, shadaqah dan haji, yang mana hal itu tidak didapati pada bulan yang lainnya
Jama’ah Shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah
Ada 6 faktor yang menjadi alasan Idul Adha lebih agung dari Idul Fithri, Alasan pertama, sebagaimana disebutkan dalam Tafsir QS. Al-Fajr, dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Abu Dawud dan Tirmidzi, bahwa beramal shalih di 10 hari awal Dzulhijjah lebih dicintai Allah dibandingkan hari-hari lainnya.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Umat Unggul dengan Al-Qur’an
Alasan kedua, Bahwa sebelum Idul Adha, yakni hari kemarin, 9 Dzulhijjah kaum muslimin dari seluruh dunia berkumpul di Arafah, merekonstruksi sejarah, dimana saat itu 83 hari sebelum wafatnya Rasulullah , beliau berkhutbah di hadapan lebih dari 114 ribu kaum muslimin. Beliau adalah Imaamul Muslimin saat itu. Ini menjadi satu isyarat, bahwa sebenarnya kaum muslimin adalah satu, tidak dipisahkan dengan negara dan bangsa, tidak dibedakan dengan warna kulit dan bahasa. Dimana pun kaum muslimin berada adalah bersaudara. Oleh karena itu, sudah sepantasnya menyambut dengan iman atas sabda beliau ; Talzamu Jamaa’atal Muslimiina wa Imaamahum. “Tetapilah olehmu Jama’ah Muslimin dan Imaam Mereka.”
Alasan ketiga, Adanya hari penyembelihan hingga 4 hari, tanggal 10-13 Dzulhijjah, Rasulullah bersabda :
أَعْظَمُ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمُ النَّحْرِ، ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ
“Hari-hari yang paling agung di sisi Allah adalah hari penyembelihan, kemudian hari (mabit) di Al Qarra (Mina)”
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Makan yang Halal dan Thayib
(Hari Al-Qarr, adalah ‘hari menetap’, yakni tanggal 11 Dzulhijjah, orang-orang yang mengerjakan ibadah haji bermalam dan menetap atau Mabit di Mina).
Alasan keempat, Membaca takbirnya lebih lama, Idul Fithri hanya 1 hari tanggal 1 Syawwal, sedangkan Idul Adha dari tanggal 9 Dzulhijjah ba’da Shubuh sampai dengan tanggal 13 ba’da Ashar di hari Tasyrik. Dan bahkan secara umum, boleh dari tanggal 1 Dzulhijjah.
Alasan kelima, Idul Adha lebih kuat terasa Islam rahmatan lil ‘alamiin, menjadi rahmat bagi seluruh alam, terutama saat pembagian daging kurban. Karena daging kurban bisa dibagikan kepada semua kalangan dan kepada semua agama dan bahkan orang ateis sekalipun.
Alasan keenam, bahwa bulan Dzulhijjah ini merupakan bulan terakhir dalam tahun Hijriyyah. Oleh karena itu, adalah momen yang tepat untuk mengevaluasi diri, rekapitulasi amal, muhasabah dan introspeksi. Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadits sebagai berikut :
Baca Juga: Khutbah Jumat: Upaya Agar Istiqamah di Jalan Yang Lurus
الكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ. هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ.
عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ، قَالَ: حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ، وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا.
مَيْمُونِ بْنِ مِهْرَانَ، قَالَ: لاَ يَكُونُ العَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يُحَاسِبَ نَفْسَهُ كَمَا يُحَاسِبُ شَرِيكَهُ مِنْ أَيْنَ مَطْعَمُهُ وَمَلْبَسُهُ.
“Orang yang cerdas adalah orang yang selalu menginstospeksi diri dan beramal untuk setelah kematiannya. Orang yang lemah adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan saja kepada Allah.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Kabar Gembira bagi yang Mentaati Allah dan Rasul-Nya
Umar bin Khaththab berkata, “Hisablah diri-diri kalian sebelum kalian dihisab nanti, dan berhiaslah kalian untuk Pameran Akbar (alam mahsyar). Sesungguhnya orang-orang yang akan ringan hisabnya di hari kiamat, hanyalah orang yang (sering) menghisab dirinya selama di dunia”.
Maimun bin Mihran berkata, “Tidaklah seorang hamba dikatakan bertaqwa, sehingga ia menghisab dirinya sebagaimana ia menghisab yang menyertainya, dari mana makanannya dan pakainnya?”.
اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ
Jama’ah Muslimin yang mengharap ridla dan ampunan Allah
Bulan Dzulhijjah juga mengingatkan kita pada profil keluarga teladan, Nabi Ibrahim beserta istri dan anaknya. Kita lihat keindahan tiga sosok manusia pilihan:
Pertama, Nabi Ibrahim , sosok seorang ayah yang sarat dengan kedalaman hikmah dan keluhuran akhlaq yang mulia. Konsepnya adalah sebagai berikut :
- Kesatu, mengutamakan istri yang shalihah
Memilih istri yang shalihah yang paling baik agamanya dan akhlaqnya, merupakan prasyarat untuk mendapatkan anak yang shalih. Tanpa keshalihan seorang istri akan sulit mendidik anak untuk tunduk dan taat kepada Allah .
- Kedua, sangat peduli kepada generasi penerus yang shalih.
Nabi Ibrahim sering bermunajat kepada Allah , agar dikaruniai anak yang shalih dengan do’anya :
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
“ Ya Rabb, berikanlah keturunan padaku dari orang-orang yang shalih.” (QS. Ash-Shafat [37]: 100).
Untuk memiliki anak yang shalih tidaklah didapat dengan mendadak, tetapi harus mendidik, berproses, bersabar dalam mendidik dan memberikan contoh berbagai kebaikan dengan memohon pertolongan Allah.
- Ketiga, menjadi teladan bagi anak-anak dan keluarganya.
Kunci sukses Nabi Ibrahim adalah metode keteladanan. Karena seorang anak cenderung meniru atau imitatif pada orang di sekitarnya, terutama pada orang tuanya.
- Keempat, memilih lingkungan yang baik untuk perkembangan mentalitas anak.
Setelah Hajar melahirkan Ismail, Ibrahim pun mengantarkan mereka ke Makkah. Kemudian Ia bermunajat kepada Allah, agar tempat itu diberkahi dan baik untuk perkembangan aqidah dan mentalitas anaknya.
- Kelima, mengajak musyawarah kepada anak.
Saat Ibrahim mendapat perintah menyembelih anaknya, ia panggil Ismail dengan kalimat “Ya bunayya” atau “Wahai anakku sayang“. panggilan penuh kasih sayang, komunikatif serta harmonis.
Ibrahim meminta pendapat Ismail menunjukkan sikap orang tua yang tidak otoriter, tidak memaksakan kehendak dan tetap menjunjung tinggi musyawarah.
- Keenam, mencintai anak karena Allah.
Allah menguji cinta Ibrahim antara kepada Allah dan kepada Ismail. Ternyata demi cintanya kepada Allah, Ibrahim rela mengorbankan Ismail.
Kisah ini mengajarkan kita agar mencintai anak semata-mata karena Allah. Maka arahkan anak-anak kita dengan aturan Allah untuk menjadi generasi yang shalih. Tidak menjadi penghalang orang tuanya dalam mentaati Allah.
- Ketujuh, melibatkan anak beramal shalih
Saat membangun baitullah, Nabi Ibrahim bersama anaknya, Ibrahim berdo’a agar mereka menjadi hamba yang taat dan negeri itu. Di antara do’anya, beliau bermunajat :
رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
“Ya Allah, jadikanlah (negeri Mekah) ini menjadi negeri yang aman dan berilah rizki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari akhir…..”
- Kedelapan, Nabi Ibrahim berharap dan mempersiapkan keturunannya menjadi Pemimpin.
Allah mengisyaratkan bahwa yang dijadikan pemimpin bukanlah orang-orang yang zhalim (QS Al-Baqarah [2]: 124). Ibrahim mendidik anaknya untuk berlaku adil, tidak bertindak zhalim.
Sebagai orang tua, seharusnya kita lebih mengkhawatirkan masa depan aqidah anak-anak kita daripada sekadar mengkhawatirkan karier dunia semata. (QS. Al-Baqarah [2]: 133).
اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ
Hadirin kaum muslimin, yang mengharap ridla dan ampunan Allah
Profil teladan kedua adalah Hajar, istri Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
- Senantiasa ridha dan husnuzhan kepada Allah
Sikap inilah yang menjadikan mentalnya siap menerima berbagai keadaan, dari yang paling sulit sekalipun. Masa-masa sulit dilaluinya dengan tetap yakin, bahwa Allah tidak akan pernah membiarkannya.
- Qana’ah dan Tawakkal
Hajar adalah sosok wanita yang memiliki kepribadian luar biasa. Sikap qana’ah yakni menerima dengan ridla apa adanya.
Dengan modal husnuzhan dan tawakkal yang totalitas hanya kepada Allah , akhirnya Allah mencukupkan kehidupannya, dan kini buahnya, Makkah menjadi negeri yang kaya raya. Allah berfirman :
…وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ….
“Dan barangsiapa yang tawakkal kepada Allah, niscaya Allah mencukupkannya.” (QS. Ath-Thalaq [65] : 3)
- Sabar dan Syukur
Dua sifat utama seorang mukmin adalah sabar dan syukur dimiliki Hajar, ia sabar menjalani hidup dan kehidupannya, dengan segala kekurangan dan keterbatasan. Dengan sifat syukurnya, Allah senantiasa memberikan solusi dari kesulitannya.
- Rela berkorban untuk Allah
Profil Hajar sebagai mujahidah terpancar saat dirinya berkorban, anak satu-satunya diminta untuk diqurbankan kepada Allah yang harus lebih dicintainya. Allah berfirman :
…وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ…
“Dan orang-orang beriman itu sangat cintanya kepada Allah…” (QS. Al-Baqarah [2]: 165)
اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ
Jama’ah shalat Idul Adha yang mengharap ampunan dan ridla Allah.
Profil yang ketiga adalah Ismail ‘alaihissalam.
Ia lahir dari orang tua yang shalih dan shalihah. Maka ia pun tumbuh menjadi seorang anak yang shalih berbakti kepada orang tua dan ta’at kepada Allah .
Keyakinannya kepada Allah begitu kuat. Al-Qur’an surat Ash-Shaffat [37]: 102 menggambarkan dialog antara Ismail dengan Ibrahim. Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”
Ismail pun menjawab :
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”
Benar, Ismail selalu menepati apa yang dijanjikannya. Karena itu, di surah Maryam [19]: 54-55 Allah menyebutkan :
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan dia menyuruh keluarganya untuk (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat, dan dia seorang yang diridlai di sisi Rabbnya”.
Nabi Ismail telah lulus ujian di masa remaja dengan prestasi gemilang, dengan berbagai kemuliaannya.
اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ
Jama’ah shalat Idul Adha yang mengharap ampunan dan ridla Allah.
Mari kita mengambil contoh teladan dari sosok Ismail sebagai berikut ;
- Ismail rajin belajar dan beribadah sejak kecil hingga dikaruniai ilmu dan hikmah.
- Selalu berbakti kepada orang tuanya dalam berbagai hal yang baik.
- Ismail adalah sosok yang selalu menepati janjinya, sehingga mudah menunaikan perintah Allah .
- Selalu sabar dan berprasangka baik kepada ketetapan Allah , sekalipun diluar nalarnya.
- Mengutamakan agama dan akhlaq dalam memilih istrinya. Sehingga di keturunan ke 19 melahirkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.
- Selalu mengarahkan keluarganya untuk bertauhid, mendirikan shalat dan menunaikan zakat.
- Istiqamah dalam kebenaran, mendidik anak dan semangat berdakwah, menjadikan ia termasuk generasi Rabbi Radliya, yakni generasi yang Allah ridlai.
اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ
Jama’ah shalat Idul Adha yang mengharap ampunan dan ridla Allah.
Marilah kita jadikan Dzulhijjah sebagai bulan muhasabah tahunan, apakah banyak amal shalih atau amal salah?
Janganlah kita sia-siakan kesempatan emas ini, karena boleh jadi kali ini adalah Dzulhijjah terakhir untuk kita. Boleh jadi tahun depan Dzulhijjah tiba, namun kita telah tiada.
Imaam At-Tirmidzi meriwayatkan, Rasulullah bersabda :
“Tidak akan bergeser dua tepak kaki seorang hamba, sehingga ditanya 4 perkara: Pertama adalah umurnya, untuk apa dihabiskan. Kedua adalah ilmunya, pada apa ia diamalkan, Ketiga adalah hartanya, darimana ia peroleh, dan kemana dia belanjakan dan yang keempat adalah jasadnya pada apa ia gunakan.
Maka, pendengaran, penglihatan, lisan, pikiran, perasaan, tangan dan seluruh anggota tubuh ini semuanya akan ditanya Allah .
اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ
Jama’ah Muslimin yang dimuliakan Allah
Melalui hikmah Arafah, dan amalan-amalan di bulan Dzulhijjah ini, marilah kita wujudkan persatuan dan kesatuan kaum muslimin, Sebagaimana firman Allah :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
“Dan berpegang teguhlah kepada tali Allah seraya berjama’ah, dan janganlah berpecah-belah”. (QS.Ali Imran [3]: 103)
Hidup berjama’ah dan berimaamah adalah pola kehidupan para nabi dan rasul Allah. Rasulullah bersabda: “Tiga Perkara yang tidak akan ada kedengkian atas mereka hati seorang muslim; Ikhlash beramal karena Allah, Menasihati Imaamul Muslimin dan Menetapi Jama’ah Muslimin”. (HR. Tirmidzi, no hadits 2582 —-Shahih)
Permasalahan Muslimin di manapun berada, adalah masalah yang harus kita pecahkan bersama. Demikian pula Masjidil Aqsha adalah kehormatan kita, namun hingga kini masih dalam kekuasan Zionis Israel laknatullah ‘alaihim,. Nabi Ibrahim sebagai Bapak Para Nabi, telah berdiam di Masjid Al-Aqsha dan sekitarnya. Kemudian setelah memindahkan Hajar istrinya dan Ismail putranya ke Bakkah atau Mekkah sekarang, beliau pun merenovasi baitullah Ka’bah selanjutnya merenovasi Masjidil Aqsa. Ini semua dilakukannya karena Nabi Ibrahim khalilullah, melaksanakan perintah dengan rasa cinta kepada Allah, dan kecintaannya kepada kedua masjid suci itu. Kemudia Allah menjadikan dua mesjid tersebut sebagai kiblatnya kaum muslimin.
Oleh karena itu, janganlah pernah kita menghapus dalam ingatan dan hati kita, bahwa kita punya pekerjaan rumah besar yakni membebaskan Masjid Al-Aqsha dari penjajah Zionis Israel.
Kita yakin saatnya akan tiba sebagaimana diisyaratkan dalam Al-Qur’an surat Al-Israa’ ayat ke 7, bahwa kaum muslimin akan memasuki Masjidil Aqsha sebagaimana di masa Umar bin Khaththab atau di masa Shalahuddin Al-Ayubi. Sebagaimana pula dikabarkan dalam hadits Bukhari Muslim, bahwa Zionis Yahudi akan dikejar-kejar oleh kaum muslimin yang berkarakter HAMBA ALLAH, sehingga mereka akan bersembunyi di balik pohon dan batu. Pohon dan batu berkata Ya Muslim Ya Abdallah, Wahai Muslim Wahai Hamba Allah, kemarilah, di belakangku ini ada orang Yahudi, bunuhlah ia.
اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ
Hamba-hamba Allah, muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah
Dari khutbah ini, marilah kita muhasabah diri dan jujurlah pada nurani, sudah sejauh manakah kita menjadikan uswah, sebagai teladan kepada Rasulullah dan kepada Nabi Ibrahim ?, Adakah kita masih lebih cenderung kepada figur-figur lain selain dua uswah tersebut. Demi Allah, sungguh tidak ada contoh teladan terbaik di dunia ini, selain Muhammad Rasulullah , dan Nabi Ibrahim . Oleh karena itu, untuk mengakhiri khutbah ini, marilah kita tundukkan hati, pusatkan pikiran dan tanamkan rasa tawadlu, rendah hati untuk munajat kepada Allah .
ألْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ َحَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِي مَزِيْدَةٌ بِمَعُوْنَةِ الله تَعاَلَى وَتَوْفِيْقِهِ. يَا رَبَّنَا لَكَ الحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لـِجَلَالِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَعَـظِيْمِ سُلْطَانِكَ. أللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مـُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِه وَأصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإحسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ
Yaa Allah, Dzat Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, pagi ini kami bersimpuh dihadapan-Mu dengan penuh kehinaan dan dosa.
Ya Allah Ya Rabb kami, Anugerahkanlah kepada kami kemampuan untuk meneladani keluarga Ibrahim dan keluarga Nabi Muhammad , sehingga kami bisa bersama mereka di surga-Mu nanti.
Wahai Dzat Yang jantung kami dalam genggaman-Mu, kami sadar betapa banyaknya dosa dan kesalahan kami. Kami sering menyia-nyiakan nikmat-Mu, membuang-buang waktu dengan tanpa perasaan bersalah, menggunakan harta bukan pada jalan yang Engkau ridlai. Menjadikan teladan bukan kepada para kekasih-Mu yakni Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim Padahal kami tahu mereka berdua adalah yang paling pantas dijadikan teladan bagi kami. Ampuni kami Ya Allah, Jadikanlah kami termasuk orang-orang yang bersyukur. Jadikanlah kami sebagai hamba-hambaMu yang shalih.
Ya Allah, perjuangan menegakkan kebenaran Islam ini sungguh sangat berat disaat fitnah akhir zaman ini begitu dahsyat. Karena itu Ya Allah, berikanlah cahaya-Mu kepada kami, anugerahkanlah kekuatan-Mu kepada kami. Satukanlah hati kami dengan rahmat-Mu, sehingga kami semua bisa istiqamah dalam mewujudkan Jama’ah Muslimin dan Imaamnya. Jadikanlah kami untuk senantiasa menjadi Hizbullah yang selalu berpihak pada-Mu. Satukan kami dengan para nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin. Dekaplah kami dipangkuan-Mu dengan cinta, ampunan dan ridla serta karunia-Mu. Ya Allah. Amiin Yaa Rabbal ‘alamiin.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلامِ وَالْمُسْلِمِينَ وَانْصُرْ الإِسْلامَ وَالْمُسْلِمِينَ وَاجْعَلْ كَلِمَتِكَ هَيِ العُلْيَا إِلى يَوْمِ الدِّينِ
اَللَّهُمَّ احْيِ جَمَاعَةَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاِمَامَهُمْ حَيَاةً كَامِلَةً طَيِّبَةً وَارْزُقْهُمْ قُوَّةً غَالِبَةً عَلَى كُلِّ بَاطِلٍ وَظَالِمٍ وَفَاحِشٍ وَسُوْءٍ وَمُنْكَر
اَللَّهُمَّ اشْدُدُ وَطْأَتَكَ عَلَى الكُفَّارِ الَّذِيْنَ يُــحَارِبُوْنَ الإسْلاَمَ وَالـْـمُسْلِمِيْنَ اَللَّهُمَّ شَتِتْ شَـمْلَهُمْ شَـمْلاً وَفَرِّقْ جَـمْعَهُمْ وَمَزِّقْ حِزْبَـهُمْ وَاخْـتَلِفْ بَيْنَ قُلُوْبِـهِمْ اللهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَزَلْزِلْهُمْ
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ ,
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
رَبَّنَا اَتِنَا فِىْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ الْأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِـيْنَ
والْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
(A/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)