Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Khutbah Idul Adha: Momentum Penyucian Hati dan Penguatan Ukhuwah Islamiyah 

Redaksi - Sabtu, 31 Mei 2025 - 22:37 WIB

Sabtu, 31 Mei 2025 - 22:37 WIB

191 Views

Oleh Ust. Deni Rahman M.I.Kom, Amir Majelis Dakwah Jama’ah Muslimin

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ، الْعَزِيْزِ الْغَفَّارِ، رَبِّ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا الْعَزِيْزِ الْجَبَّارِ، نَحْمَدُهُ حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيدَهَا، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyambut Tahun Baru 1447 Hijriyah untuk Pembebasan Al-Aqsa

وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَاحِبُ الْخُلُقِ الْعَظِيْمِ، الَّذِي جَاءَ بِالرَّحْمَةِ وَالْهُدَى لِلْعَالَمِيْنَ، فَصَلَّى اللَّهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ فَإِنَّهَا أَفْضَلُ الزَّادِ، وَأَنْفَعُ الْمُقْتَنَى، وَأَكْرَمُ الْمَطْلَبِ، وَاعْلَمُوا أَنَّهُ لَا نَجَاةَ وَلَا سَعَادَةَ إِلَّا بِالتَّقْوَى، فَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: (وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى)

أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ، هَذَا يَوْمُ التَّضْحِيَةِ وَالإِسْتِسْلَامِ، يَوْمٌ تَتَجَدَّدُ فِيهِ ذِكْرَى الْإِخْلَاصِ وَالْفِدَاءِ، يَوْمٌ نُعَظِّمُ اللَّهَ فِيهِ بِالتَّكْبِيرِ وَالتَّهْلِيلِ وَالتَّحْمِيدِ، فَارْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ بِالتَّكْبِيرِ وَسَبِّحُوا بِحَمْدِ رَبِّكُمْ، فَإِنَّهُ اللَّهُ الرَّحِيْمُ الرَّحْمَانُ، الْعَفُوُّ الْغَفُوْرُ

اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Baca Juga: Khutbah Jumat: Muhasabah Akhir Tahun, Evaluasi Diri dan Perjuangan

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا، وَتَقَبَّلْ أَعْمَالَنَا، وَاجْعَلْنَا مِنَ الْمُقَرَّبِيْنَ إِلَيْكَ، وَأَفِيْضْ عَلَيْنَا مِنْ رَحْمَتِكَ وَمَغْفِرَتِكَ

اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.اَللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ

Segala puji hanya milik Allah , Dzat yang Maha Tinggi. Dzat yang telah mengajarkan manusia tentang makna pengorbanan yang sejati, bukan hanya dengan kata-kata, tetapi melalui ujian yang menghunjam hati. Dia-lah yang telah memuliakan hari ini sebagai hari raya, mengingatkan kita bahwa keikhlasan dan kepasrahan adalah syarat utama bagi seorang hamba yang benar-benar tunduk kepada-Nya.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Haji Mabrur

Betapa sering kita lupa. Betapa sering kita lalai. Bahwa hidup ini hanya sementara, dan setiap yang kita genggam akan hilang, setiap yang kita cintai akan pergi, dan setiap yang kita pertahankan akan lenyap. Hari ini, kita diingatkan kembali akan keteladanan Nabi Ibrahim alaihissalam, seorang ayah yang diperintahkan untuk mengorbankan putra yang paling dicintainya, bukan karena kebencian, tetapi karena cinta kepada Allah  yang lebih besar dari segalanya.

Dzat yang kita sembah adalah Dzat yang Maha Melihat air mata seorang ibu yang siap kehilangan anaknya, Dzat yang Maha Mendengar tegarnya seorang ayah yang diuji dengan beratnya kehidupan.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada suri teladan sepanjang zaman, kepada Rasulullah Muhammad ﷺ, yang telah menangis untuk umatnya, yang telah merasakan luka demi kita, yang sepanjang hidupnya hanya ingin melihat umatnya berada dalam jalan yang benar. Beliau sangat merindukan keselamatan seluruh umatnya. “Ummati, ummati” beliau memohon agar kita tidak tersesat, agar kita tidak terpecah, agar kita tidak meninggalkan ajaran Allah .

Ma’asyiral muslimin Jamaah Idul Adha rahimakumullah

Baca Juga: Khutbah Jumat: Meneladani Keluarga Nabi Ibrahim AS

Hari ini, kita berkumpul melaksanakan shalat Idul Adha. Idul Adha bukan ibadah yang biasa-biasa saja, tetapi adalah bagian dari sunnah-sunnah yang diwariskan oleh Rasulullah ﷺ, sebagai bentuk ketundukan kepada Allah  dan pengagungan terhadap hari yang penuh kemuliaan ini.

Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ, setiap kali datangnya hari raya, beliau keluar ke tanah lapang, memimpin kaum muslimin dalam shalat, mengajarkan mereka takbir, dan menyampaikan khutbah yang penuh nasihat dan hikmah.

صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ، ثُمَّ خَطَبَ النَّاسَ

“Rasulullah melaksanakan shalat Idul Fitri dan Idul Adha, kemudian beliau berkhutbah kepada umatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Balajar dari Kedermawanan dan Pengorbanan Keluarga Nabi Ibrahim AS

Maka hari ini, kita pun mengikuti jejak beliau, menegakkan shalat yang penuh berkah ini, mengagungkan nama Allah dengan takbir yang menggema, dan bersiap melanjutkan ibadah berqurban.

Ibadah menyembelih hewan qurban yang insya Allah sebentar lagi akan kita laksanakan, hakekatnya adalah menyembelih ego, kesombongan, kerakusan, dan segala nafsu dunia yang merusak hati. Maka momen Idul Adha ini adalah momentum agung untuk kembali kepada makna hidup yang sejati, hidup yang dibingkai penghambaan kepada Allah dan kepedulian kepada sesama.

Namun, ada sebuah keprihatinan, di tengah gema takbir yang menggetarkan langit dan bumi, kita hidup dalam dunia yang semakin bising oleh suara egoisme, individualisme, dan disrupsi nilai. Kita menyaksikan umat Islam masih tercerai-berai, banyak diantara kita lebih sibuk memperkuat identitas digital daripada mempererat ukhuwah insaniyah. Media sosial menggantikan majelis silaturahmi, dan algoritma menggiring hati kita menjauh dari nurani.

Inilah salah satu tantangan besar umat di era disrupsi, era di mana teknologi melesat lebih cepat daripada akhlak, informasi membanjir namun hikmah mengering. Di tengah arus deras globalisasi, makna qurban kadang hanya berhenti pada ritual, kehilangan ruh spiritual dan sosialnya. Maka marilah kita jadikan hari ini bukan sekadar perayaan, tetapi kebangkitan. Bukan sekadar penyembelihan, tapi penyucian.

Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Napak Tilas Dua Uswah Hasanah

Marilah kita belajar dari Nabi Ibrahim dan Ismail, tentang apa arti menyerahkan segala yang kita cintai kepada kehendak Allah. Mari kita jawab tantangan zaman ini dengan hati yang bening, pikiran yang jernih, dan tindakan yang tulus demi membangun kembali peradaban Islam yang penuh kasih dan rahmat.

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral muslimin Jamaah Idul Adha rahimakumullah

Pada hari yang penuh berkah ini, saat gema takbir menggema di seluruh penjuru dunia, kita kembali diingatkan pada salah satu ibadah yang sarat dengan makna pengorbanan, keteladanan, dan kepasrahan, yakni ibadah qurban. Qurban bukan sekadar ritual penyembelihan hewan, bukan sekadar tradisi tahunan semata. Qurban adalah simbol ketaatan mutlak kepada Allah , ujian hati, dan manifestasi dari ketundukan seorang hamba kepada Rabb-nya.

Baca Juga: Khutbah Idul Adha 1446 H: Pengorbanan untuk Pembebasan Al-Aqsa dan Kemerdekaan Palestina

Sejarah mencatat bagaimana ibadah qurban pertama kali diperintahkan oleh Allah  kepada Nabi Ibrahim alaihis salam. Perintah yang berat, perintah yang menguji cinta terdalam seorang ayah terhadap anaknya. Bagaimana tidak? Di usia senja, setelah sekian lama berharap memiliki keturunan, Allah  menguji Nabi Ibrahim alaihissalam dengan memerintahkan untuk menyembelih putra yang paling dicintainya, Ismail alaihis salam.

Allah berfirman dalam QS. Ash-Shaffat: 102-105, menceritakan peristiwa penuh hikmah ini:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي ٱلْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّابِرِينَ

“Maka ketika anak itu sampai (pada usia) sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Dia (Ismail) menjawab: ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'”

Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Haji, Qurban dan Kesalehan Sosial dalam Semangat Ukhuwah Islamiyah

Betapa luar biasanya ketaatan dan kesabaran yang ditunjukkan oleh keduanya! Ibrahim tidak ragu, dan Ismail pun menerima dengan penuh ketundukan dan keikhlasan, hingga pada akhirnya Allah mengganti penyembelihannya dengan seekor hewan qurban sebagai bentuk kasih sayang-Nya dan penghargaan terhadap keteguhan iman keduanya.

Hari ini, di zaman yang penuh dengan godaan duniawi, ibadah qurban hadir sebagai ujian sejati bagi hati kita. Apa yang kita relakan demi Allah? Apakah kita mampu mengorbankan sesuatu yang kita cintai demi meraih keridhaan-Nya? Bukan lagi soal menyembelih hewan, tetapi soal kesediaan kita untuk mengorbankan nafsu, gengsi, kemewahan, serta sikap egois yang sering menghalangi kita dari kebaikan.

Hal yang dikhawatirkan, adakalanya semangat qurban hanya sebatas ritual tahunan, tidak menjadi lompatan spiritual yang membentuk kesadaran baru dalam kehidupan kita. Ada yang menjadikan qurban sebagai ajang pamer kekayaan, ada yang menjalankannya sekadar ikut-ikutan tanpa memahami esensi pengorbanan. Padahal, hakikat qurban bukan hanya tentang menyembelih, tetapi tentang bagaimana kita mempersembahkan hati yang ikhlas kepada Allah .

Ma’asyiral muslimin Jamaah Idul Adha rahimakumullah

Baca Juga: Khutbah Jumat: Penjajahan di Atas Muka Bumi Harus Dihapuskan

Mari kita renungkan kembali, apakah kita telah benar-benar meneladani spirit pengorbanan Ibrahim dan Ismail? Di zaman ini, apa yang paling kita cintai? Apakah itu harta, jabatan, popularitas, atau kenyamanan hidup? Dan lain sebagainya. Allah mengingatkan kita dalam QS. Al-Hajj: 37 bahwa hakikat qurban bukan pada daging dan darahnya, melainkan ketakwaan yang lahir dari dalam hati:

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

“Daging-daging qurban dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”

Maka dari itu, ibadah Qurban harus menjadi penggerak solidaritas sosial. Jika setiap muslim memahami makna qurban sebagai bentuk kepedulian, maka tidak akan ada lagi orang yang kelaparan, tidak akan ada lagi ketimpangan sosial, dan tidak akan ada lagi perpecahan.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Amalan-amalan Istimewa di Sepuluh Hari Awal Bulan Dhulhijah

Ma’asyiral muslimin Jamaah Idul Adha rahimakumullah

Hari ini, kita hidup di tengah perubahan yang begitu cepat dan mendadak, dalam sebuah era yang disebut sebagai era disrupsi, di mana batasan ruang dan waktu hampir tidak lagi terasa, di mana teknologi telah menyusup ke setiap aspek kehidupan manusia. Perubahan ini mengubah cara kita berpikir, berinteraksi, dan memahami kehidupan.

Dibalik kemajuan teknologi dan arus informasi yang melimpah, mungkin ada diantara kita yang justru menghadapi disorientasi nilai. Ukuran keberhasilan bukan lagi ketakwaan, tetapi popularitas. Ukuran kebahagiaan bukan lagi ridha Allah , tetapi validasi dari manusia dalam bentuk “like,” “share,” dan “views.”  

Lebih menyedihkan, pengorbanan demi agama kini dianggap sebagai keterbelakangan, sedangkan kompromi terhadap nilai Islam justru dipandang sebagai kemajuan. Padahal, Rasulullah ﷺ telah memperingatkan kita tentang masa sulit ini:

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ، الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ

“Akan datang suatu masa kepada manusia, orang yang bersabar menjalankan agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. At-Tirmidzi)

Inilah masa itu. Zaman ketika mempertahankan nilai Islam menjadi perjuangan berat. Zaman ketika seorang Muslim sejati harus siap ditinggalkan, dikucilkan, bahkan dihujat hanya karena ia memilih ketaatan kepada Allah di tengah arus kehidupan yang kian menyesatkan.

Jika dahulu Nabi Ibrahim alaihissalam diperintahkan untuk mengorbankan putranya sebagai ujian keimanan, hari ini kita diperintahkan untuk mengorbankan egoisme, ketamakan, dan kecenderungan duniawi. Kita harus rela menyembelih hawa nafsu dan ketergantungan pada kehidupan (digital) yang sering kali mematikan kepekaan sosial dan ukhuwah di antara sesama Muslim.

Namun, apa yang terjadi hari ini? Umat Islam dalam kondisi terpecah, terkotak-kotak. Umat tercerai-berai dalam fanatisme kelompok, hasutan politik, dan narasi kebencian yang terus dipropagandakan. Kita lebih sibuk mencari kesalahan saudara kita, lebih sibuk menghakimi, lebih sibuk menjatuhkan daripada bersatu untuk membela kebenaran bersama.

Disorientasi nilai ini berbahaya! Jika umat Islam terus terpecah belah dan kehilangan arah, maka kita akan kehilangan kekuatan sejati kita. Maka, semangat qurban harus menjadi inspirasi untuk bertahan dalam perjuangan nilai. Kita harus kembali kepada kesatuan. Kembali kepada ukhuwah yang tulus, tanpa fanatisme buta, Kembali kepada perjuangan nilai, bukan perpecahan. Kembali kepada semangat pengorbanan untuk membela kebenaran. Kita tidak boleh hanyut dalam arus kehidupan yang menyesatkan. Kita harus tetap teguh dalam kebenaran, meski terasa berat, meski dianggap asing. Rasulullah ﷺ bersabda:

بَدَأَ الإِسْلامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ

“Islam datang dalam keadaan asing, dan ia akan kembali menjadi asing sebagaimana awalnya. Maka beruntunglah orang-orang yang dianggap asing.” (HR. Muslim)

Jika hari ini kita merasa asing karena memilih jalan kebenaran, maka berbahagialah! Karena justru itu pertanda bahwa kita berada di jalan yang benar

Ma’asyiral muslimin Jamaah Idul Adha rahimakumullah

Idul Adha bukan sekadar perayaan, bukan sekadar ritual penyembelihan hewan. Ia adalah peringatan agung tentang keteladanan abadi tentang pengorbanan yang mendalam, tentang cinta sejati kepada Allah, tentang ketaatan tanpa syarat sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail alaihimassalam

Peristiwa ini bukan hanya sejarah, tetapi ajaran abadi bagi setiap Muslim, bahwa keimanan sejati adalah saat kita rela melepaskan sesuatu yang paling kita cintai demi keridhaan Allah. Allah  berfirman dalam QS. As-Saffat: 103–105, menceritakan bagaimana ujian itu terjadi:

فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ ۝ وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ ۝ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

“Tatkala keduanya telah berserah diri, dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya, (Kami pun memanggilnya), ‘Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.’ Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. As-Saffat: 103–105)

Ruh pengorbanan ini kian memudar di tengah umat. Kita terlalu sibuk mengejar kepentingan diri, takut rugi untuk umat, dan takut bersuara atas ketidakadilan. Di mana keberanian kita untuk berkorban demi agama ini? Kita harus menyembelih ego sektarian, yang sering kali membuat kita lebih sibuk menyerang sesama Muslim daripada melawan kezaliman. Kita harus memotong fanatisme yang membutakan hati, yang membuat kita gagal melihat kebaikan di saudara seiman kita. Kita harus mengalirkan darah keikhlasan, untuk membangun ukhuwah yang lebih kuat, lebih tulus, lebih berarti. Seperti pisau yang menyembelih leher Ismail, kita juga perlu pisau tajam yang dapat memotong kesombongan, ketamakan, dan kemalasan dalam memperjuangkan Islam.

Ma’asyiral muslimin Jamaah Idul Adha rahimakumullah

Hari ini, saat gema takbir berkumandang dari lembah Afrika hingga pegunungan Asia, dari pelosok desa hingga kota-kota besar, ada satu gema lain yang harus bergetar dalam hati setiap Muslim, yakni umat Islam harus bersatu.  Kita adalah umat yang besar hampir 2 miliar jiwa di seluruh dunia. Namun, mengapa kekuatan kita masih lemah? Mengapa darah Muslim terus tumpah tanpa ada solidaritas utuh? Palestina menangis, di mana tangan-tangan kita untuk membela mereka? Suriah diporakporanda, di mana suara kita untuk menghentikan penderitaan mereka? Uighur dan Rohingya teraniaya, di mana kepedulian kita untuk membela hak saudara seiman? Padahal Rasulullah ﷺ bersabda:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ، تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan orang-orang beriman dalam saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi, seperti satu tubuh. Jika satu bagian tubuh sakit, maka seluruh tubuh turut merasakan sakit, dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Muslim)

Apakah tubuh umat ini masih merasakan nyeri dari saudaranya yang terluka? Sesunggunya Idul Adha mengajarkan kepada kita bahwa kekuatan umat terletak pada pengorbanan bersama dan kesediaan untuk patuh pada satu tujuan mulia. Seperti jamaah haji yang mengenakan pakaian ihram tanpa, membedakan suku, bangsa, atau warna kulit semua bersatu dalam satu kalimat tauhid, لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْك

Ma’asyiral muslimin Jamaah Idul Adha rahimakumullah

Hari ini, Idul Adha adalah sebagai momentum menyatukan umat dalam Al Jama’ah, momentum yang seharusnya mengingatkan kita bahwa umat Islam harus hidup terpimpin, berjamaah, di bawah komando Khalifah atau Imaamul Muslimin. Allah  telah memerintahkan kita untuk berpegang teguh kepada tuntunan-Nya, agar kita tidak terpecah belah. Allah  berfirman,

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا… ۚ

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah seraya berjamaah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” (QS. Ali Imran: 103)

Ayat ini adalah perintah yang jelas dan tegas bagi umat Islam agar kita berpegang teguh kepada tali agama Allah seraya berjamaah, bukan berfirqoh-firoh. Kita diperintahkan bersatu, bukan berpecah belah. Dan yang harus kita yakini, kesatuan Umat Islam ini bukan hanya sekadar teori, bukan sekadar slogan, tetapi tuntutan syariat yang harus diwujudkan dalam kehidupan nyata.

Manakala umat Islam berselisih, terpecah oleh egoisme golongan, fanatisme yang berlebihan, dan kepentingan duniawi, percayalah, musuh-musuh Islam mudah menyusup dan melemahkan kita. Padahal Allah  telah memperingatkan kita dengan firman-Nya:

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kalian berselisih, karena akan menyebabkan kalian menjadi lemah dan hilang kekuatan kalian; dan bersabarlah, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal: 46)

Hidup berjamaah seraya terpimpin bukanlah pilihan, tetapi sebuah keharusan. Jika kita terus mengabaikan kesatuan, ukhuwah Islamiyah, terus terjebak dalam pertikaian internal yang tidak berujung, maka kita tidak akan pernah mencapai kejayaan yang dijanjikan Allah. Kita harus mewujudkan kesatuan dalam visi, dalam perjuangan, dalam kepemimpinan yang lurus di atas Al-Qur’an dan Sunnah, agar kita tidak mudah diperdaya oleh musuh-musuh yang ingin menghancurkan Islam dari dalam.

Kita dapat membaca sejarah, bahwa umat Islam selalu berjaya ketika mereka dipimpin oleh seorang Imaam yang ditaati, seorang pemimpin yang menegakkan keadilan, membangun persatuan, dan membawa umat menuju kemuliaan. Kita melihat bagaimana Rasulullah ﷺ sebagai pemimpin yang mulia, membawa umat dari kegelapan menuju cahaya Islam dengan kepemimpinan yang bijaksana dan penuh ketakwaan.

Seiring berjalannya waktu, umat Islam telah melalui berbagai fase sejarah, dari kejayaan Islam di masa Rasulullah ﷺ, hingga era kehilafahan yang kokoh, kemudian memasuki masa perpecahan dan kelemahan akibat ditinggalkannya kepemimpinan Islam yang hakiki. Dengan kehendak Allah , insya Allah saat ini kita berada dalam era Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah, khilafah yang mengikuti jejak kenabian, sebagaimana telah digambarkan dalam hadits-hadits Rasulullah ﷺ.

Sahabat Hudzaifah bin Yaman pernah memprediksi kejadian masa depan yang akan dihadapi oleh umat Islam. Beliau mengkhawatirkan jika umat Islam menghadapi berbagai macam perpecahan. Kemudian hal itu ditanyakan kepada Rasulullah ﷺ. Maka Rasulullah ﷺ bersabda dengan sebuah perintah yang tegas:

تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ

“Tetaplah kalian pada Jamaah Muslimin dan imam mereka.”

Ma’asyiral muslimin Jamaah Idul Adha rahimakumullah

Akhirnya, mari bersama-sama kita angkat tangan, tundukkan hati, dan berdoa kepada Allah . Kita memohon ampunan atas dosa-dosa kita, memohon kekuatan dalam menghadapi ujian hidup, dan memohon keberkahan dalam setiap langkah kita. Semoga Allah  menerima ibadah kita, memuliakan kita dengan rahmat-Nya, dan menjadikan kita bagian dari umat yang selalu berjuang untuk kebaikan, keadilan, dan persatuan.

Di hari yang penuh keberkahan ini, kami datang dengan hati yang tunduk, dengan jiwa yang berharap, dengan dosa yang menumpuk, tetapi kami tahu bahwa Engkau adalah Maha Pengampun, Maha Penerima Taubat. Jika bukan karena rahmat-Mu, lalu kepada siapa lagi kami berharap? Jika bukan karena kasih sayang-Mu, lalu bagaimana kami dapat hidup tanpa cahaya petunjuk-Mu?

Ya Allah, kami adalah hamba-hamba yang lemah. Sering kali kami lalai dalam ketaatan, sering kali kami jatuh dalam maksiat, sering kali hati kami lebih mencintai dunia daripada mengharap ridha-Mu. Tetapi kami tahu, bahwa Engkau tidak pernah menutup pintu rahmat bagi hamba-Mu yang kembali. Maka Ya Allah, jadikanlah hari ini sebagai awal dari kembalinya hati kami kepada-Mu, awal dari taubat yang tulus, awal dari hidup yang lebih bermakna dalam ketakwaan dan ketaatan kepada-Mu.

Ya Allah, kami ingin menjadi hamba-Mu yang sejati, yang berkorban seperti Ibrahim, yang bersabar seperti Ismail, yang mencintai agama ini lebih dari dunia, yang rela mengorbankan ego, kesombongan, kerakusan, dan ketergantungan pada dunia demi memperoleh ridha-Mu.

Ya Allah, kami berdoa untuk saudara-saudara kami di seluruh penjuru dunia. Mereka yang kelaparan, tetapi tetap mengagungkan nama-Mu. Mereka yang tertindas, tetapi tetap bersabar di jalan-Mu. Mereka yang menangis, tetapi tetap berdoa berharap pertolongan-Mu.

Ya Allah, angkatlah penderitaan mereka, berikanlah kekuatan kepada mereka, dan jadikanlah kami sebagai bagian dari perjuangan mereka, agar kami menjadi umat yang tidak hanya sibuk dengan diri sendiri, tetapi juga peduli dengan saudara-saudara kami yang membutuhkan.

Ya Allah, jangan biarkan hati kami terpecah karena perbedaan, jangan biarkan umat ini hancur karena kepentingan dunia, jangan biarkan Islam lemah karena permusuhan di antara kami. Satukan hati kami di atas tauhid, satukan langkah kami di atas keadilan, satukan perjuangan kami dalam membela agama-Mu dan menjaga ukhuwah Islamiyah.

Ya Allah, jangan biarkan kami meninggalkan hari ini kecuali Engkau telah mengampuni dosa-dosa kami, kecuali Engkau telah menerima ibadah kami, kecuali Engkau telah menjadikan kami hamba-hamba-Mu yang lebih baik, lebih taat, lebih sabar, dan lebih kuat dalam menjalani kehidupan ini.

Ya Allah, Engkau lah satu-satunya harapan kami. Ya Allah, Engkau lah satu-satunya tempat kami Kembali. Ya Allah, Engkau lah satu-satunya cahaya yang menerangi hidup kami.

اللَّهُمَّ يَا رَحْمٰنُ يَا رَحِيمُ، يَا غَفُورُ يَا وَدُودُ، يَا مَلِكَ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ، يَا مَنْ بِيَدِهِ مَقَالِيدُ الْأُمُورِ

يَا اللَّهُ، أَنْتَ الْأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُونَكَ شَيْءٌ، بِيَدِكَ الْمُلْكُ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

اللَّهُمَّ إِنَّا نَحْمَدُكَ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، حَمْدًا يُلَائِمُ جَلَالَ وَجْهِكَ وَعَظِيمَ سُلْطَانِكَ، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، وَحْدَكَ لَا شَرِيكَ لَكَ، وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ وَرَسُولُكَ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

يَا اللَّهُ، يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا مَا قَدَّمْنَا وَمَا أَخَّرْنَا، وَمَا أَسْرَرْنَا وَمَا أَعْلَنَّا، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنَّا، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ

اللَّهُمَّ طَهِّرْ قُلُوبَنَا مِنَ النِّفَاقِ، وَأَعْمَالَنَا مِنَ الرِّيَاءِ، وَأَلْسِنَتَنَا مِنَ الْكَذِبِ، وَأَبْصَارَنَا مِنَ الْخِيَانَةِ، فَإِنَّكَ تَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ، الْمُتَّقِينَ، الصَّادِقِينَ، وَاجْعَلْ لَنَا نَصِيبًا مِنَ الْخَيْرِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاجْعَلْنَا سَبَبًا فِي إِصْلَاحِ الْأُمَّةِ وَنُصْرَتِهَا

اللَّهُمَّ وَحِّدْ صُفُوفَ الْمُسْلِمِينَ، وَاجْمَعْ قُلُوبَهُمْ عَلَى الْحَقِّ، وَأَزِلْ عَنْهُمُ الْفِتَنَ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ، وَاجْعَلْهُمْ إِخْوَةً مُتَحَابِينَ فِي دِينِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ

اللَّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ مَغْفِرَةٍ، يَوْمَ رَحْمَةٍ، يَوْمَ عَفْوٍ، يَوْمَ تَقَبُّلٍ، يَوْمَ بَرَكَةٍ، يَوْمَ هِدَايَةٍ، يَوْمَ نَصْرٍ لِلْإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِينَ

االلَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَنَعِيمَهَا، وَنَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَجَحِيمِهَا، اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَلَا غَايَةَ رَغْبَتِنَا، وَاجْعَلْنَا مِمَّنْ يَعْمَلُ لِدَارِ الْبَقَاءِ

اللهم آمين، آمين، آمين يا رب العالمين

 

. اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

 

Rekomendasi untuk Anda