Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Khutbah Idul Fitri 1439: Islam Rahmatan Lil ‘Alamin Menata Peradaban Dunia

Ali Farkhan Tsani - Kamis, 14 Juni 2018 - 03:41 WIB

Kamis, 14 Juni 2018 - 03:41 WIB

9 Views

Ali Farkhan Tsani (Dok-Pri)

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi’raj News Agency (MINA), Pengasuh Ma’had Tahfidz Al-Quran wal Hadits Daarut Tarbiyah Indonesia (DTI) Bekasi*

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ

اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ

اَلْحَمْدُ ِللهِ هَدَانَا لِهٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِىَ لَوْلاَ اَنْ هَدَانَا الله ُ أَشْهَدُأَنْ لاَّ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ.

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلٰى أٰلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

أَمَّا بَعْدُ. فَيَا أَيـُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

Hadirin kaum muslimin wal muslimat yang berbahagia

Gema takbir terdengar di seluruh penjuru dunia, sahut-menyahut membahana, mengiringi hamba-hamba Allah yang baru saja usai berpuasa, menahan nafsu, lapar dan dahaga, untuk meraih keridhaan-Nya.

Kini, menyambut dan mengiringi hari suci, harinya umat Islam Hari Raya Idul Fitri, kembali kita pada kesucian diri, setelah sempat tercemari kotoran dosa dan maksiat selama ini, kembali fitrah di hadapan sang ilahi robbi.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa

Ini semua adalah wujud rasa syukur, bergembira atas segala karunia yang bertabur, menghilangkan segala sifat sombong lagi takabur, menepikan segala perilaku kufur, hingga mendapat ampunan Sang Ghafuur.

Ikhwaani fil aqidah wal imaan,

Hari Raya Idul fitri adalah hari pengagungan, atas segala kebesaran dan kemahakuasaan Ar-Rahman, sesuai dengan ayat di dalam Al-Quran:

….. وَلِتُكْمِلُوْا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُ اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Artinya : “…..Dan hendaknya kalian mencukupkan bilangannya dan hendaknya kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, niscaya kalian bersyukur”. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 185).

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Maka, makna Hari Raya Idul Fitri, adalah bukan semata mengenakan pakaian baru, atau mudik ke kampung halaman ibu. Namun lebih dari itu, hakikat ied adalah kembali pada semangat aqidah dan motivasi baru, adanya rasa takut dan harap pada Allah Yang Maha Tahu.

Seperti dikatakan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azis:

لَيْسَ الْعَيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدَ إِنَّمَا الْعَيْدُ لِمَنْ خَافَ يَوْمَ الْوَعِيْدِ 

Artinya : “Bukanlah Hari Raya ‘Id itu bagi orang yang baru dalam berpakaian. Akan tetapi Hari Raya ‘Id adalah bagi orang yang  takut dengan hari pembalasan”.

Selain itu, pada Hari Raya ‘Idul Fithri yang penuh keagungan, terbukalah pintu saling memaafkan, leburlah segala dendam berkepanjangan, serta berganti mengikat persaudaraan dan persahabatan.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

خُذِ ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعُرۡفِ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَـٰهِلِينَ

Artinya : ”Jadilah engkau pemaaf dan serulah (manusia) mengerjakan yang makruf (baik) dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS Al-A’raf [7] : 199).

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْد

Mukminin Mukminat yang sama-sama mengharap ridha Allah.

Ibadah puasa di bulan Ramadhan yang baru saja kita laksanakan, beserta dengan seluruh rangkaian ibadah yang mengiringinya, seperti: shalat, tadarus Al-Quran, dzikir dan berdoa meminta harapan, serta berzakat infaq dan shadaqah, dan segala amal kebaikan. Tidak lain adalah untuk mendorong kita dalam suatu proses tarbiyyah yang berkelanjutan dan berkesinambungan, untuk menghantarkan kita semua pada gelar takwa sebagai puncak dari nilai-nilai kemanusiaan.

Dengan ketakwaan yang terus-menerus kita bangun dalam diri kita, dalam keluarga kita, di lingkungan kita, dalam komunitas masyarakat dan bangsa kita, maka, insya-Allah akan menumbuhkan kesejahteraan dan keberkahan hidup yang senantiasa didambakan manusia dan alam semesta.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Jalan Mendaki Menuju Ridha Ilahi  

Allah menyebutkan di dalam ayat-Nya:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS Al-A’raf [7]: 96)

Sebaliknya, manakala segolongan manusia jauh dari takwa kepada Tuhan semesta alam, jauh dari syariat Islam. Bahkan sebaliknya, malah bergelimang dengan dosa dan kemaksiatan, hidup menggunakan system yang tidak sesuai dengan Al-Quran, berusaha ingin mencari kebebasan. Namun yang didapat justru semakin sempitnya penghidupan dan semakin gelap gulitanya dari bimbingan. Ingatlah bagaimana Allah memberikan kita teguran:

ومنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ

Artinya: “Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS Thaha [20]: 123-124).

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ, لَا إِلَهَ إِلّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْد

Saudara-Saudaraku Seiman Sekeyakinan

Kegembiraan dan kebahagiaan kaum Muslimin pada hari penuh makanan ini, ternyata belum sepenuhnya dinikmati saudara-saudara kita di negeri seberang. Masih banyak di antara mereka kaum Muslimat yang bersusah payah menjaga diri dan kehormatan dari berhijab. Juga nasib jutaan Muslimin lainnya yang mengungsi meninggalkan tanah kelahiran, berpisah dengan ayah ibu dan anak-anak yang didambakan. Juga masih terjajahnya ikhwan akhwat kita di bumi penuh berkah, Al-Aqsha, Palestina di kawasan Syam. Sementara nasib Muslimin di negeri-negeri Muslim kebanyakan, dilanda perang saudara, dengan darah tertumpahkan.

Betapa desain global Yahudi Zionis Internasional memecah-belah dunia Islam, meruntuhkan sendi-sendi kekuatan, mengadu domba, dan berusaha menghancurkan sistem pemersatu umat Islam.

Lihatlah apa yang diproyeksikan dalam desain Israel Raya.  Zionis berusaha memecah-belah negeri-negeri Muslim menjadi berkeping-keping bagai piring pecah berantakan, centang perenang bagai buih di lautan, dan menjadi keroyokan bagai santapan makanan di meja hidangan.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Perang dan gejolak yang dibuat di Irak, Libya, Suriah, dan Yaman. Negara-negara Arab yang memblokade tetangganya. Lainnya, penindasan terus berlangsung di beberapa tempat seperti di Rohingnya, di Palestina, dan tuduhan terorisme dan radikalisme yang ditujukan pada Islam masih terjadi.

Sementara, sebagian Muslimin lainnya telah terlena dengan kekayaannya, dunianya, dan kekuasaannya. Hingga melupakan jihad menegakkan kalimatullah hiyal ‘ilya, guna membela sesama Muslimin yang teraniaya.

Inilah yang pernah dikhawatirkan Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam bahwa “Hampir tiba saatnya bangsa-bangsa di dunia bersatu memperebutkan atas kamu sekalian sebagaimana bersatunya orang-orang yang berebut makanan yang ada dalam nampan”. Seorang sahabat bertanya, “Apakah karena sedikitnya jumlah kita pada sa’at itu Ya Rasulullah?” Beliau bersabda, “Bahkan jumlah kalian sa’at itu sangat banyak, tetapi kalian bagaikan buih yang mengalir di atas lautan. Dan sungguh Allah akan mencabut dari dada musuh–musuh kalian rasa takut terhadap kalian. Serta dia akan memunculkan penyakit al-wahn dalam hati kalian.”

وَمَا الْوَهْنُ ؟ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ

“Apakah Al-Wahn itu?” Beliau bersabda, “Cinta berlebihan akan dunia dan takut akan mati”. (HR Abu Dawud).

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Dalam konteks hadits lain disebutkan terlalu cinta dunia dan enggan berperang atau berjuang di jalan Allah.

Sementara itu, nasib dunia ini kini dikuasai dan diatur oleh ideologi dan orang-orang jauh dari Al-Quran, jauh dari kebenaran, jauh dari keadilan dan jauh dari kejujuran. Mereka berusaha mengatur bangsa, negeri atau dunia hanya dengan ro’yu dan nafsu, bukan dengan wahyu.

Maka, apakah yang dihasilkan??? Ya tidak lain adalah kerusakan demi kerusakan di mana-mana. Kerusakan moral atau akhlak menjadi liberal, kerusakan ekonomi kapitalisme yang penuh dengan ribawi, kerusakan pendidikan yang berorientasi duniawi semata, kerusakan media yang berisi kebanyakan acara-acara yang cenderung membuka aurat, hiburan yang melalaikan, hingga berbagai tindak kriminalitas, narkoba, pergaulan bebas, dan kerusakan alam akibat penggunaan zat-zat berbahaya.

Ini merupakan bukti nyata, bahwa sistem dan aturan yang diciptakan manusia, apalagi yang jauh dari agama, tidaklah akan dapat membuat kesejahteraan dan kedamaian nyata. Apalagi mampu menciptakan peradaban manusia yang sesungguhnya.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Maka, Jamaah Ied yang Dikasihi Allah Ta’ala

Di sinilah diperlukannya solusi terbaik untuk menata peradaban manusia, bangsa dan dunia pada umumnya, serta konsolidasi kaum Muslimin pada khususnya.

Beberapa langkah solusi tersebut di antaranya adalah:

Pertama, menjadikan syariat Islam yang penuh rahmat sebagai landasan, visi dan misi utama dalam segala bentuk kehidupan.

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Allah mengatakan di dalam ayat:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ 

Artinya: “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiyaa’ [21]: 107).

Pada ayat lain disebutkan:

شَرَعَ لَكُمْ مِنْ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَ تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِيإِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ

Artinya: “Dia (Allah) telah mensyari’atkan bagi kamu tentang Ad-Dien, apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami (Allah) wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu: “Tegakkanlah Ad-Dien dan janganlah kamu berpecah-belah  tentangnya.” Berat bagi musyrikin menerima apa yang engkau serukan kepada mereka itu. Allah menarik kepada Ad-Dien itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (Ad-Dien)-Nya orang yang kembali kepada-Nya.” (Q.S. Asy-Syura/42 : 13).

Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin

Kedua, Berpegang teguh pada pedoman Al-Quran dan As-Sunnah.

Sesungguhnya, kitabullah Al-Quran adalah sumber dan acuan pedoman hidup, serta pondasi semua kebaikan dan kesuksesan hidup di dunia dan akhirat. Sesuai firman-Nya:

 إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

Artinya: “Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu´min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS Al-Isra [17]: 9).

Maka, dalam hal ini perlu terus dikembangkan lembaga-lembaga pendidikan, ma’had, kegiatan masjid, kerohanian Islam di sekolah-sekolah, lembaga dakwah kampus, perumahan-perumahan, untuk menyelenggarakan program Al-Quran (Daurah Al-Quran). Mulai dari Tahsin, Tahfidz, Tadarus hingga Tadabbur Al-Quran.

Hingga dari lembaga-lembaga inilah akan terlahir para pemimpin masa depan, ulama, ilmuwan, saintis, pejabat, ekonom, bisnisman, insinyur, yang hafidz Al-Quran. Hafiz dalam makna seluas-luasnya yaitu mampu menjaga dan mengamalkan nilai-nilai Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.

Sehingga hidup berkah dengan Al-Quran, terpancar cahaya keimanan dengan Al-Quran. Dan dengan Al-Quran inilah tertata peradaban dunia yang berkah.

Kaum Muslimin wal Muslimat rahimakumullah 

Upaya ketiga menata peradaban dunia adalah dengan mempersatukan visi, misi, tujuan dan derap langkah kaum Muslimin seluruh dunia dalam satu atap Jama’ah Muslimin. Wadah bersatunya kaum Muslimin yang bersifat rahmatan lil ‘alamin, di bawah naungan Al-Quran dan As-Sunnah.

Ini pulalah yang menjadi jawaban Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam atas problematika dari segala keburukan yang ada, di tengah keburukan yang menyelimuti kebaikan, di tengah hiruk pikuk ajakan-ajakan jahiliyah, di tengah suasana saling berlawanan. Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin dalam sabdanya:

تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ

Artinya: “Tetaplah engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka!” (HR Bukhari dan Muslim dari Hudzaifah bin Yaman).

Menegakkan masyarakat Al-Jama’ah, inilah risalah para Nabi dan Rasul utusan Allah kepada manusia.

Tentang syariat Al-Jama’ah, kehidupan berjama’ah, ini adalah kewajiban yang tidak boleh dikesampingkan sama sekali, dalam keadaan apapun dan bagaimanapun juga. Umat Islam tidak boleh meremehkan syari’at Jama’ah Muslimin. Walaupun mungkin pada suatu saat dan di suatu tempat ada kondisi yang kurang memungkinkan.

Tetap tetapi harus ada orang-orang yang menyuarakan untuk mengingatkan orang-orang yang lupa dan tidur. Meski mungkin banyak juga orang yang menolaknya. Namun harus ada orang yang memberi peringatan.

Kaum Muslimin jaman dahulu selalu hidup dalam Jama’ah Muslimin yang kuat. Baik ketika hidup tertindas di Makkah maupun ketika sudah memiliki tempat di Madinah, bersama Nabi. Saat terjadi gangguan dan penindasan dari bermacam aspek hingga pengusiran karena mempertahankan kalimah syahadah. Padahal waktu itu berpencar-pencar tempat tinggal para sahabat. Yang masing-masing mendapatkan siksaan sesuai dengan kondisi masing-masing. Tapi walaupun berpencaran dari sisi tempat, jiwa mereka saling bertemu dan merapat, berjama’ah dengan kuat di bawah satu imaamnya, satu pimpinannya, baik dalam urusan dunia maupun akhirat.

Demikian pula saat tipu daya tiga musuh Islam di Madinah, yaitu muslihat yahudi, pengkhianatan kaum nashara dan keraguan munafiqin. Sementara saat di Mekkah hanya satu musuh saja, yaitu kafirin. Namun justru dengan semakin banyaknya musuh yang bersekutu, umat Islam kala itu tidak menjadi lemah apalagi putus asa terhadap rahmat dan pertolongan Allah. Justru Muslimin pada saat itu harus semakin kuat dibandingkan saat seperti di Makkah.

Kekuatan aqidah iman kepada Allah inilah yang kelak dapat melemahkan musuh-musuh Islam. Didukung dengan wujud akhlaqul karimah dan ilmu pengetahuan. Bukan dengan perilaku teror mencekam. Sebab Islam tidak mengenal ajaran terorisme, seperti yang dituduhkan Barat pada umumnya.

Justru orang-orang kafirlah yang melakukan aksi teror, mengancam jiwa kaum Muslimin dn takyat tertindas, sama seperti kala di Mekkah. Seperti yang terjadi di Palestina, Rohingnya, dan sebagainya.

Kekuatan aqidah dengan semakin teguh memegang tali Allah seraya berjama’ah, sebagai bentuk realisasi satu-kesatuan yang kuat. Dengan kesatuan itulah, tegaklah khilafah ‘alaa minhaajin nubuwwah, khilafah yang mengikuti jejak kenabian, khilafah yang penuh rahmat dan kasih sayang, yang menanungi ummat Islam dan nonmuslim serta manusia manapun dari berbagai gangguan yang mengancam hak hidup dan ibadahnya.

Karena itulah, maka kewajiban mengamalkan syari’at Jama’ah Muslimin, kewajiban mengamalkan syari’at membai’at seorang Imaamul Muslimin atau Khalifah bag kaum Muslimin,  bukanlah masalah sampingan. Tapi itu masalah penting lagi mutlak. Bukan pemikiran filsafat atau khayalan. Tapi Jama’ah Muslimin adalah risalah samawiyah yang nyata, pesan dari langit, yang pernah diwujudkan oleh para sahabat bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mereka berhasil menjayakan Islam dan Muslimin serta menaungi nonmuslim lainnya. Jadi satunya Jama’ah Muslimin ini adalah suatu kedudukan yang sangat besar lagi tinggi.

Sebaliknya, jika syari’at Jama’ah Muslimin tidak diamalkan, maka akan lepaslah ikatan Islam satu per satu, lemahlah kekuatan umat Islam serta hilang kehormatan umat Islam, berpecah belah dan akhirnya terombang-ambing bagai buih lautan. Seperti kondisi sebagian besar yang menimpa umat Islam saat ini.

Inilah ajakan kepada kesatuan umat, dan ini adalah sunnah para Nabi dan Rasul utusan Allah yang diturunkan Allah ke permukaan bumi ini. Tidak ada satupun para Nabi dan Rasul kecuali mengajak pada Jama’ah Muslimin di samping ajakan kepada aqidah tauhidullah.

Demikian dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin al-Mahdiyyin sebagai Khilafah ‘alaa minhaajin nubuwwah. Kesatuan ummat Islam yang terpimpin ini terus berlanjut walau telah bergeser ke sistem Mulkan, pada Dinasti Umayyah hingga Abbasiyah. Dan terakhir runtuhnya Turki Utsmaniyyah. Hingga akhirnya umat Islam di negeri-negeri Muslim terpecah-belah, ke dalam nation, atau negara-negara politik.

Juga terkotak-kotak ke dalam berbagai golongan yang mengikuti hawa nafsu alias tafarruq. Perbedaan pandangan boleh saja ada, dengan berbagai dasar dalilnya. Namun tidak dengan hawa nafsu apalagi saling menyesatkan. Perbedaan pada tataran ijtihadiyah adalah keniscayaan dan ini bukan tafarruq yang sesat. Jika perbedaan diwarnai nafsu, merasa diri yang paling benar, maka itulah perilaku orang-orang yang menyekutukan Allah.

Allah telah mengingatkan kita:

مُنِيبِينَ إِلَيۡهِ وَٱتَّقُوهُ وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَلَا تَكُونُواْ مِنَ ٱلۡمُشۡرِڪِينَ (٣١) مِنَ ٱلَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَهُمۡ وَڪَانُواْ شِيَعً۬ا‌ۖ كُلُّ حِزۡبِۭ بِمَا لَدَيۡہِمۡ فَرِحُونَ (٣٢)

Artinya: ”Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”. (QS Ar-Ruum [30]: 31-32).

Pada hadits lain disebutkan:

عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ …مَنْ أَرَادَ بُحْبُوحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ

Artinya: “Wajib atas kalian dengan al-jama’ah dan larangan atas firqah… Barangsiapa ingin menetap di syurga, maka tetapilah al-jama’ah”.

Hadirin yang berbahagia

Selanjutnya ada peringatan keras dari Allah bagi kaum Muslimin jika tidak bersatu dalam satu Jama’ah Muslimin. Sebab, orang-orang kafir justru sedang kuat-menguatkan hendak menghancurkan Islam dan Muslimin.

وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بَعۡضُہُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٍ‌ۚ إِلَّا تَفۡعَلُوهُ تَكُن فِتۡنَةٌ۬ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَفَسَادٌ۬ ڪَبِيرٌ۬

Artinya: “Adapun orang-orang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kalian (kaum Muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu (bersatu), niscaya akan terjadi fitnah(kekacauan) di muka bumi dan kerusakan yang besar” (QS Al-Anfal [8]: 73).

Oleh karena itu, janganlah kita bersekutu dan bergabung dengan musuh-musuh Allah itu, karena mereka jelas hendak menghancurkan Muslimin. Bagaimana musuh-musuh Allah itu berusaha merusak citra rahmat Islam.

Justru umat Islam agar semakin konsisten melaksanakan pertintah Allah dan Rasul-Nya, kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah serta semakin menjalin persatuan umat Islam. Dengan tetap bersabar, menguatkan kesabaran dan tetap bersiap siaga dan bertakwa.

Kita juga sebagai orang-orang beriman agar tidak menjadikan teman kepercayaan itu dari luar kalangan orang beriman. Sebab di luar orang beriman itu hanya akan tidak henti-hentinya menimbulkan kemudharatan bagi Mukminin.

Allah mengingatkan kita di dalam firman-Nya: 

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ بِطَانَةً۬ مِّن دُونِكُمۡ لَا يَأۡلُونَكُمۡ خَبَالاً۬ وَدُّواْ مَا عَنِتُّمۡ قَدۡ بَدَتِ ٱلۡبَغۡضَآءُ مِنۡ أَفۡوَٲهِهِمۡ وَمَا تُخۡفِى صُدُورُهُمۡ أَكۡبَرُ‌ۚ قَدۡ بَيَّنَّا لَكُمُ ٱلۡأَيَـٰتِ‌ۖ إِن كُنتُمۡ تَعۡقِلُونَ (١١٨) هَـٰٓأَنتُمۡ أُوْلَآءِ تُحِبُّونَہُمۡ وَلَا يُحِبُّونَكُمۡ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱلۡكِتَـٰبِ كُلِّهِۦ وَإِذَا لَقُوكُمۡ قَالُوٓاْ ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوۡاْ عَضُّواْ عَلَيۡكُمُ ٱلۡأَنَامِلَ مِنَ ٱلۡغَيۡظِ‌ۚ قُلۡ مُوتُواْ بِغَيۡظِكُمۡ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمُۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ (١١٩) إِن تَمۡسَسۡكُمۡ حَسَنَةٌ۬ تَسُؤۡهُمۡ وَإِن تُصِبۡكُمۡ سَيِّئَةٌ۬ يَفۡرَحُواْ بِهَا‌ۖ وَإِن تَصۡبِرُواْ وَتَتَّقُواْ لَا يَضُرُّڪُمۡ كَيۡدُهُمۡ شَيۡـًٔا‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا يَعۡمَلُونَ مُحِيطٌ۬ (١٢٠)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu [karena] mereka tidak henti-hentinya [menimbulkan] kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat [Kami], jika kamu memahaminya. (118) Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata: “Kami beriman”; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah [kepada mereka]: “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (119) Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan”. (120). (QS Ali Imran [3]: 118-120).

Namun yang lebih penting adalah justru mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut. Bahwa sebenarnya itu dapat menjadi pertanda bangkitnya umat Islam. Sebab, agama-agama di luar Islam atau ideologi manusia manapun memang ternyata tidak bisa memberikan solusi terbaik problematika umat manusia. Semakin banyak cobaan hakikatnya adalah semakin dekatnya pertolongan Allah.

Menghadapi kondisi kaum muslimin seperti ini bagi orang yang berjiwa fitri tidak akan mengeluh apalagi putus asa. Mereka akan bersikap seperti para sahabat di Madinah ketika menghadapi pengepungan dahsyat seluruh Sekutu kafir Jazirah Arab saat itu dalam perang Ahzab (Khandaq). Sikap mereka digambarkan oleh Allah dalam firman-Nya:

وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُوْنَ الْأَحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلَّا إِيمَانًا وَتَسْلِيْمًا

Artinya: “Dan tatkala orang-orang mu’min melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” (QS Al-Ahzab [33]: 22).

Pada ayat ini digambarkan bahwa ketika para sahabat melihat beribu-ribu tentara kafir dari seluruh penjuru jazirah Arab datang ke Madinah, hati mereka berkata, “Inilah tanda bahwa kemenangan sudah dekat dan tidak akan sampai kemenangan itu kalau hal seperti ini belum kita alami.”

Lantaran itu, mereka tidak ragu-ragu dan berkata, “Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya.” Artinya mereka akan menang setelah mengalami kesukaran. Oleh karena itu, kondisi yang sangat sulit itu justru menambah teguh keimanan dan ketundukan mereka kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Allah mengingatkan di dalam ayat:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS Ash-Shaffa [6]: 4).

Oleh karena itu, jama’ah kaum muslimin yang berbahagia.

Menjadi kewajiban kita orang-orang yang telah dicelup dengan nuansa ibadah dan jihad sepanjang Ramadhan, dengan istiqamah mengamalkan dienullah, didasari iimaanan wahtisaaban, serta berjihad menegakkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian kita dakwahkan seluas-luasnya pada era informasi global saat ini melalui media social yang ada.

Sebab, hanya melalui jihad fi sabilillah dengan jiwa dan harta inilah, kita dapat mengangkat Islam sebagai agama yang mulia dan tiada yang melebihinya, ya’lu walaa yula ‘alaihi. Terlebih prioritas jihad yakni pembebasan Masjid Al-Aqsha, kiblat pertama umat Islam, negeri penuh berkah, tempat singgah Isra dan Mi’raj Rasulullah shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Pembebasan Al-Aqsha bergantung kepada perjuangan dan usaha umat Muslim, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu sendiri yang akan mengubahnya. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam harus terus berusaha untuk membebaskan Al-Aqsha.

الله اكبر الله اكبر ولله الحمد

Terakhir, khusus untuk Kaum Muslimat kami nasihatkan,

Kami pesanan kalian, pandai-pandailah bersyukur kepada Allah, berterima kasih kepada suami, berbakti kepada orang tua, mendidik dan membimbing anak-anak menjadi generasi Qurani dalam ridha Allah, gemar bershadaqah, serta menjaga lisan dan anggota badan dari berbuat buruk.

Akhirnya, marilah kita akhiri dengan munajat doa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala

الحَمْدُ لله رَبِّ العَلَمِيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى اَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالمرْسَلِيْن َوَعَلَى الِهِ وَأَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ .

أَللَّهُمَّ  مُنْزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ السَّحَابِ وَهَازِمَ  اْلأَحْزَابِ  اَللَّهُمَّ هْزِمْهُمْ  وَانْصُرْنَا عَلَيْهِمْ. أَللَّهُمَّ  مُنْزِلَ الْكِتَابِ سَرِيْعَ  اْلحِسَابِ اِهْزِمِ  اْلأَحْزَابِ أَللَّهُمَّ  اهْزِمْهُمْ  وَزَلْزِلْهُمْ.

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ .رَبَّنَا ءَامَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ.

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ.

اللَّهُمَّ انْجِ الْمُسْلِمِيْنَ اللَّهُمَّ انْجِ الْمُؤْمِنِيْنَ فىِ بِلاَدِ سُورِيَة وَرَاهِنْياَ وَفَلَسْطِيْنَ خَاصَّةً, وَفىِ بُلْدَانِ اْلمُؤْمِنِيْنَ عَامَّةً.

اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى الكُفَّارِ وَشُرَكَائِهِمْ. اللَّهُمَّ وَشَطَّطْ شَمْلَهُمْ وَفَرِّقْ جَمْعَهُمْ اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَزَلْزِلْهُمْ.

أَللَّهُمَّ احْيِ اْلمُسْلِمِيْنَ  وَاِمَامَهُمْ  بِجَمَاعَةِ  اْلمُسْلِمِيْنَ حَيَاةً  كَامِلَةً طَيِّبَةً وَارْزُقْهُمْ  قُوَّةً  غَالِبَةً عَلَى كُلِّ  بَاطِلٍ وَظَالِمٍ وَسُوْءٍ  وَفَاحِشٍ  وَمُنْكَرٍ.

رَبَّنَا اَتِنَا فِىْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى ْالأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ اْلأَبْرَارِ يَا عَزِيْزٌ يَا غَفَّارٌ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ. تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّاوَمِنْكُمْ, تَقَبَّلْ يَاكَرِيْم.

(A/RS2/P1)

*insya-Allah disampaikan pada Khutbah Idul Fitri 1 Syawwal 1439 H. di Lapangan Kompleks Duta Harapan Indah Kapuk Muara, Jakarta Utara.

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Khadijah
Tausiyah
Tausiyah