Khutbah Idul Fitri 1441: Islam Membawa Kedamaian

Oleh Ali Farkhan Tsani, Direktur Islamic Center Ma’had Tahfiz Daarut Tarbiyah Indonesia (DTI Foundation) Bekasi Jabar

 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

اَلله ُاَكْبَرْ ,اَلله ُاَكْبَرْ, لله ُاَكْبَرْ , اَلله ُاَكْبَرْ ,اَلله ُاَكْبَرْ ,اَلله ُاَكْبَرْ, الله ُاَكْبَرْ ,اَلله ُاَكْبَرْ ,اَلله ُاَكْبَرْ.

اَللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلًا.

لَااِلَهَ اِلَّااللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ، اَللهُ اَكْبَرْوَلِلَّهِ الْحَمْدُ،

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالْصَّلاَةُ وَالسّلاَمُ عَلَى نَبِيِنَا مُحمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْن،

أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا اللهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمَّدًارَّسُوْلُ الله

أَمَّا بَعْدُ. أُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

قَالَ اللهُ تَعَالَى. أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ: يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hadirin kaum Muslimin dan Muslimat Rahimakumullah

Alhamdulillah, segala puji marilah kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanhu Wa Ta’ala, Tuhan semesta alam. Allah Dzat yang menakdirkan segala sesuatu, kenikmatan, ujian, hingga musibah, semua penuh dengan hikmah dan pelajaran berharga bagi kita manusia.

Shalawat dan salam marilah senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, beserta segenap keluarganya dan sahabatnya, serta para pengikutnya hingga akhir jaman.

Selanjutnya, kami menyampaikan wasiat untuk diri sendiri dan kepada kita semua untuk sama-sama marilah kita menjaga dan meningkatkan takwa kepada Allah. Terlebih kita baru saja menyelesaikan ibadah utama puasa Ramadhan dan rangkaian ibadah lainnya. Karena tujuan dari ibadah puasa Ramadhan adalah “la’allakum tattaquun”, agar kita menjadi manusia yang bertakwa. Aamiin yaa robbal ‘aalamiin.

Hadirin yang sama-sama mengharap ridha dan ampunan Allah  

Wabah virus Corona yang saat ini mendunia, pada hakikatnya merupakan musibah dan keprihatinan kita semua. Membuat pergerakan kita menjadi serba terbatas. Mulai dari kegiatan sehari-hari, pekerjaan, roda ekonomi dan bisnis, sekolah, transportasi, dan sebagainya.

Tentu hal pertama dan utama yang perlu kita kedepankan adalah mengembalikan semuanya kepada Allah, Sang Pencipta Yang Maha segala-galanya. Allah yang telah menciptakan semua makhluk-Nya dan mengatur segalanya, baik yang besar maupun yang kecil, yang terlihat maupun yang tidak kelihatan oleh mata, seperti virus Corona.

Secara ketauhidan kepada Allah, tentu kita menghayatinya, bahwa segala urusan di muka bumi ini, semua yang berlangsung di atas dunia ini, adalah atas izin dan kehendak Allah. Seperti firman-Nya:

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Artinya: “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah, dan setiap orang yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”  (QS At-Taghabun : 11).

Lalu, bagaimana menyikapi musibah seperti ini, Allah sudah memberikan tuntunan kepada kita di dalam firman-Nya:

ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَـٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٌ۬ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٲجِعُونَ

Artinya: “Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun” (Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kami akan kembali). (QS Al-Baqarah [2]: 156).

Karena itu hadirin yang mulia

Kita tidak perlu takut dan khawatir berlebihan apalagi sampai berlarut-larut. Namun tetap waspada dengan ikhtiar menerapkan protokol kesehatan yang maksimal. Misalnya memakai masker penutup hidung dan mulut. Jika itu diniatkan untuk ibadah, saling menjaga kesehatan, insya-Allah berpahala di sisi Allah. Juga kegiatan lainnya seperti jaga jarak fisik, tapi bukan berarti membuat jarak sosial. Tidak bersalaman bukan berarti bermusuhan. Tidak kumpul bersama bukan juga bermakna ada masalah. Semua demi untuk saling menjaga jiwa di antara kita.

Allahu akbar walillahilhamd.

Adapun kalau kita hayati, sesungguhnya semua ini menunjukkan kelemahan kita sebagai manusia, dan menunjukkan kehebatan Allah. Bagimana tidak, dengan makhluk virus Corona yang tak tampak oleh mata. Seluruh dunia kerepotan dan kewalahan mengatasinya. Semua sendi-sendi kehidupan terdampak langsung atau tidak langsung. Terutama roda perekonomian terguncang melebihi krisis ekonomi beberapa tahun lalu.

Lalu semua usaha pencegahan pun dilakukan. Negara-negara besar pun mengerahkan segala sumber dayanya untuk menemukan valksin dari virus tersebut.

Namun ternyata usaha jaga jarak, upaya teknologi, karantina wilayah, pembatasan pergerakan  hingga lockdown, tidaklah cukup kuat untuk mengatasi wabah pandemi ini. Semua harus diiringi dengan bersandar kepada Allah yang Maha Hebat, Maha Kuat lagi Maha Menyembuhkan.

“Allahush shomad,” Allah tempat bergantung segala sesuatu. Ini yang mestinya kita perkuat saat ini.

Saatnya kita memperbanyak istighfar, “Astaghfirullaahal ‘adziim,” setiap waktu. Terutama misalnya coba masing-masing di antara kita beristighfar 100 kali setiap selesai shalat fardhu, maka aka nada 500 kali kita ucapkan.

Jika sekeluarga kita di rumah ada 10 orang, maka akan ada 5.000 kali istighfar. Jika ada 100 orang di perusahaan atau kantor kita beristighfar, maka akan ada 50.000 kali istighfar. Bagaimana jika satu kompleks, satu kampung, satu provinsi dan seluruh umat Muslim. Insya-Allah ratusan juta bahkan miliaran permohonan ampunan yang menembus ke angkasa, akan mengguncang langit. Sehingga Allah dengan kasih sayangnya berkenan mengabulkan permohonan kita dan mencabut wabah virus ini dengan caranya yang terbaik.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar

Ini semuanya adalah pembelajaran terbaik dari Allah agar kita ingat kembali kepada Allah, dan tunduk khusyu memperibadati-Nya, memperhatikan arahan-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Allah mengingatkan kita di dalam ayat-Nya:

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ

Artinya: “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Hadid: 16).

Untuk itu, marilah kita lestarikan dan teruskan nilai-nilai ibadah pada bulan suci Ramadhan dalam keseharian. Puasa Ramadhan juga mengajarkan kita untuk selalu dalam pengawasan Allah. Betapa saat puasa kita tidak akan berani makan di siang hari, itu karena iman kita mengatakan, “ada pengawasan Allah.” Insya-Allah kalau ini kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, kita akan dapat menjaga keselamatan jiwa dan harta kita.

Puasa Ramadhan juga mendorong kita untuk gemar shalat tarawih, bertadarus Al-Quran, dan berbuat kebajikan. Mengajarkan kita agar nilai-nilai spiritual it uterus kita jaga setelah Idul Fitri ini, dan seterusnya.

Puasa mengajarkan kita memahami betapa banyak di antara saudara kita yang sudah berpuasa bertahun-tahun, kurang makan, dan kesulitan penghasilan. Berarti saatnya kita berbagi, menyalurkan harta yang Allah titipkan kepada kita.

Puasa mengajarkan kita memahami betapa banyak di antara saudara kita yang sudah berpuasa bertahun-tahun, kurang makan, dan kesulitan penghasilan. Berarti saatnya kita berbagi, menyalurkan harta yang Allah titipkan kepada kita.

Sebab pada hakikatnya kita umat Islam adalah umat yang satu yang diikat dengan kalimat “Laa ilaaha illallaah Muhammadur Rasulullah”. Selama dia bersyahadat, dia adalah saudara kita, saling bergandeng tangan, tegur sapa dengan ramah, tebar senyum persahabatan, di tengah berbagai perbedaan.

Kita adalah umat yang satu, “Ummatan Wahidah,” satu keluarga besar yang diikat dengan kalimat tauhid, disamakan dengan ibadah shalat dan puasa, serta berkiblat satu Ka’bah tempat berhaji.

Bahkan dengan sesama manusia pun, dengan pemeluk agama-agama lainpun, kita sebenarnya juga bersaudara, satu anak cucu Adam, yang diikat dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Maka secara luas kita sama-sama dilarang menimbulkan pertikaian antarmanusia, saling menipu, saling menjatuhkan, apalagi sampai saling berperang, berbunuh-bunuhan. Na’udzubillaahi min dzalik.

Itu bukan ajaran syariat Allah. Karena syariat Allah itu bersifat “rahmatan lil ‘alamin”, (Surat Al-Anbiya ayat 107). Islam itu membawa kedamaian, keselamatan dan kesejahteraan untuk segenap alam.

Sebagai penutup, ada kata-kata mutiara berikut yang dapat kita jadikan nilai-nilai kehidupan dan kedamaian sesama.

Jika kita belum bisa memberi kepada orang lain, maka janganlah mengambil hak mereka.

Jika kita belum bisa menghargai seseorang, maka janganlah memendam iri dengki kepadanya.

Jika kita belum bisa tersenyum kepada sesama, maka janganlah bermuram durja kepadanya.

Jika kita belum bisa menanam tanaman hijau, maka janganlah mencemarinya.

Jika kita belum bisa membantu para dokter, maka janganlah menebar virus ke orang-orang.

Demkianlah kurang lebih hikmah Idul Fitri tahun ini.

Akhirnya, marilah kita akhiri khutbah ini dengan memanjatkan doa di Hari Fitri ini kepada Allah.

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan.

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami.

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya.

Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.

Ya Allah Tuhan kami, angkatlah virus Corona ini dari permukaan bumi ini dengan segala kemahakuasaanmu.

Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sungguh, Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang.

Ya Tuhan kami, berilah kami petunjuk agar kami dapat selalu mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepada kami dan kepada kedua orang tua ami, dan agar kami dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridai; dan berilah kami kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucu kami. Sungguh, kami bertobat kepada Engkau, dan sungguh, kami termasuk orang yang berserah diri.

Ya Tuhan kami, jadikanlah kami dan anak cucu kami orang yang mampu menjaga shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doa kami.

Ya Tuhan kami, terimalah amal-amal kami, terutama ibdah puasa Ramadha kami, tarawih kami, serta zakat dan sedekah kami. Sesungguhnya, Engkaulah Yang Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui.”

رَبَّنَاۤ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّ قِنَا عَذَابَ النَّارِ

والحمد لله ربّ العالمين

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

(A/RS2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)