Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Khutbah Idul Fitri 1446 H: Peradaban Islam yang Rahmatan Lil ‘Alamin untuk Pembebasan Al-Aqsa dan Palestina

Ali Farkhan Tsani Editor : Widi Kusnadi - Sabtu, 29 Maret 2025 - 17:19 WIB

Sabtu, 29 Maret 2025 - 17:19 WIB

116 Views

IDUL FITRI tahun 1446 Hijriyah ini masih ditandai dengan aksi pendudukan Zionis Yahudi yang kembali menyerang saudara-saudara kita di Jalur Gaza dan di Tepi Barat.

Di sisi lain perjuangan saudara-saudara Muslim kita untuk melaksanakan shalat berjamaah di Masjidil Aqsa, baik shalat fardhu, shalat Jumat maupun shalat tarawih tidak kalah perjuangannya. Kaum Muslimin di Kota Al-Quds harus menghadapi barikade pasukan zionis di titik-titik Kota Tua Al-Quds dan di gerbang-gerbang Al-Aqsa.

Untuk menguraikan dan memberikan solusi problematika umat Islam global itu, berikut hadir Khutbah Idul Fitri 1446 Hijriyah bertema “Peradaban Islam yang Rahmatan lil ‘Alamin untuk Pembebasan Al-Aqsa dan Palestina,” yang ditulis oleh Ustadz Ali Farkhan Tsani, Duta Al-Quds Internasional, yang juga Redaktur Senior Kantor Berita MINA.

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

Baca Juga: Malam ke-29 Ramadhan, 100.000 Jamaah Shalat Tarawih di Masjidil Aqsa

اَلْحَمْدُ ِللهِ هَدَانَا لِهٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِىَ لَوْلاَ اَنْ هَدَانَا الله ُ أَشْهَدُأَنْ لاَّ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلٰى أٰلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

أَمَّا بَعْدُ. فَيَا أَيـُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

كَمَا قَالَ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى فِي الْقُرْاَنِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ  بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ : يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

وَقَالَ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Baca Juga: Khutbah Idul Fitri: Mengokohkan Ukhuwah, Meneguhkan Dukungan untuk Pembebasan Al-Aqsa

وَقَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ لَعَدُوِّهِمْ قَاهِرِينَ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلاَّ مَا أَصَابَهُمْ مِنْ لَأْوَاءَ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَأَيْنَ هُمْ قَالَ بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمَقْدِس

Hadirin jamaah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah

Alhamdulillah, pagi ini, gema lantunan seruan takbir “Allaahu Akbar”, kalimat tahlil “Laa ilaaha illallaah”, dan pujian tahmid “Alhamdulillaah”, berkumandang di seluruh penjuru negeri, menyambut dan mengiringi Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriyah, hari kembali pada kefitrahan dan kesucian diri.

Inilah hari tercurah penuh rasa syukur kepada Sang Maha Kuasa. Bersyukur sebagai salah satu hasil dari ibadah puasa Ramadhan sebulan lamanya, sebagaimana firman-Nya:

Baca Juga: Khutbah Idul Fitri: Kembali pada Fitrah Kesucian

  وَلِتُكْمِلُوْا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُ اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Artinya : “Dan hendaknya kalian mencukupkan bilangannya dan hendaknya kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, niscaya kalian bersyukur”. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 185).

Rasa syukur yang diwujudkan dengan mensyukuri yang sedikit, bersyukur atau berterima kasih kepada manusia, dan mensyukuri kehidupan berjamaah. Sebagaimana hadits menunjukkan:

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ وَمَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللَّهَ التَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللَّهِ شُكْرٌ وَتَرْكُهَا كُفْرٌ وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ.

Baca Juga: Khutbah Idul Fitri: Dengan Spirit Ramadhan, Kita Wujudkan Syariat Al-Jama’ah

Artinya: Barangsiapa tidak bersyukur atas nikmat yang sedikit, maka dia tidak bersyukur atas nikmat yang banyak. Barangsiapa tidak bersyukur kepada manusia, maka dia tidak bersyukur kepada Allah. Membicarakan nikmat Allah adalah syukur dan meninggalkannya adalah kufur. Al-Jamaah adalah rahmat dan perpecahan adalah adzab. (H.R. Abdullah bin Ahmad).

Shalawat teriring salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, teladan terbaik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, beserta segenap keluarganya, para sahabatnya, dan umatnya hingga Yaumul Qiyamah.

Selanjutnya, khatib menyampaikan wasiat takwa. Marilah kita jaga dan pelihara terus kualitas takwa kita, terutama pasca Ramadhan yang baru saja kita lalui bersama. Menjaga takwa dalam keramaian maupun kesendirian, dalam suka maupun duka, ketika kaya maupun tak punya, sejak muda hingga tua, kita tetap dalam takwallah.

Hal ini karena derajat mulianya manusia di sisi Tuhan-Nya, adalah karena takwanya semata, yang menjadi tujuan utama ibadah puasa Ramadhan, “La’allakum tattaqun”.

Baca Juga: Komunitas Muslim Indonesia di Jepang Berbagi Kasih di Bulan Ramadhan

Kemuliaan sejati bukan karena kekayaan harta yang dikumpulkannya, bukan pula penampilan fisik atau baju baru yang dipakainya, juga tidak karena tingginya pangkat jabatan yang didudukinya. Akan tetapi semata-mata karena takwanya. Harta kekayaan, dunia, semuanya hanyalah titipan dan sarana untuk menjadi takwa, bukan tujuan hidup. Semuanya akan berguna di akhirat, manakala digunakan untuk menopang takwa kepada-Nya.

Hal ini sesuai dengan firman-Nya :

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَـٰكُم مِّن ذَكَرٍ۬ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَـٰكُمۡ شُعُوبً۬ا وَقَبَآٮِٕلَ لِتَعَارَفُوٓاْ‌ۚ إِنَّ أَڪۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَٮٰكُمۡ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ۬

Artinya: ”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. “. (Q.S. Al-Hujurat [49]:13).

Baca Juga: Khutbah Jumat: Ramadhan, Persatuan Umat dan Pembebasan Al-Aqsa

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْد

Hadirin yang sama-sama mengharap ridha Allah

Nasib dunia global saat ini dikuasai dan diatur oleh ideologi dan orang-orang yang jauh dari Al-Quran, jauh dari kebenaran, jauh dari keadilan, jauh dari kedamaian dan jauh dari kejujuran. Mereka para pemimpin dunia berusaha mengatur bangsa, negeri atau dunia dengan nafsu keserakahan, kapitalisme, liberalisme, dan produk ro’yu lainnya, bukan dengan wahyu ilahi.

Maka, yang dihasilkan tidak lain adalah kerusakan demi kerusakan di muka bumi, akibat perang adu senjata tercanggihnya. Kerusakan moral terjadi di mana-mana, kerusakan ekonomi kapitalisme yang penuh dengan ribawi, kerusakan pendidikan yang berorientasi duniawi semata, dan sebagainya. Juga adanya kerusakan media yang berisi kebanyakan acara-acara yang cenderung membuka aurat, hiburan yang melalaikan, dan sebagainya, jauh dari nilai-nilai Islami.

Baca Juga: Kemenag Rukyatul Hilal Sabtu, 29 Maret: Bukan Sekedar Melihat, Tapi Soal Pembuktian

Allah memperingatkan di dalam Al-Quran :

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

Artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (Q.S. Ar-Ruum [30]: 41).

Di dalam Tafsir Al-Quran Kementerian Agama RI dijelaskan, ayat ini menerangkan telah terjadi kerusakan di daratan dan lautan. Al-Fasad atau persusakan adalah segala bentuk pelanggaran atas sistem atau hukum yang dibuat Allah. Perusakan itu bisa berupa pencemaran alam sehingga tidak layak lagi didiami, atau bahkan penghancuran alam sehingga tidak bisa lagi dimanfaatkan.

Baca Juga: Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 1446 Senin, 31 Maret

Di daratan, misalnya, hancurnya flora dan fauna, dan di laut seperti rusaknya biota laut. Juga termasuk al-fasad adalah perompakan, pembunuhan dan sebagainya. Perusakan itu terjadi akibat prilaku manusia, misalnya eksploitasi alam yang berlebihan, peperangan, percobaan senjata, dan sebagainya.

Perilaku itu tidak mungkin dilakukan oleh orang-orang yang beriman kepada Allah, karena mereka tahu bahwa semua perbuatannya akan dipertanggungjawabkan nanti di depan Allah.

Hal ini merupakan bukti nyata, bahwa sistem dan aturan yang diciptakan manusia, apalagi yang jauh dari syari’at Islam, tidaklah akan dapat membuat kesejahteraan dan kedamaian nyata. Apalagi mampu menciptakan peradaban manusia yang sesungguhnya.

Di sinilah sesungguhnya peradaban Islam yang berlandaskan semangat Al-Quran dan As-Sunnah, nila-nilai kebenaran, keadilan, kejujuran, persaudaraan dan kemanusiaan dapat tampil sebagai solusi terbaik dan sempurna.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyambut Idul Fitri dengan Mensyukuri Nikmat Ibadah Bulan Ramadhan

Keunggulan peradaban Islam yang pokok terletak pada dasar tauhid secara mutlak kepada Allah atau Tauhidullah. Dari peradaban yang berlandaskan pada Tauhidullah ini mempunyai pengaruh yang jelas dalam mengubah semua bentuk pemujaan terhadap manusia menjadi pemujaan hanya kepada Allah. Sebuah peradaban yang memberikan sumbangsih dan kontribusi positif dalam perjalanan kemanusiaan.

Begitulah tugas risalah kenabian dengan tauhidullah sebagai garis lurusnya, tak bisa dibengkokkan dengan tujuan lainnya.

Allah menyebutkan di dalam Al-Quran:

وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِىٓ إِلَيۡهِ أَنَّهُ ۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنَا۟ فَٱعۡبُدُونِ

Baca Juga: Memburu Datangnya Lailatul Qadar

Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul-pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan [yang hak] melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (Q.S. Al-Anbiya [21]: 25).

Tugas para Rasul adalah menegakkan agama Islam dan dilarang berpecah-belah, seperti firman-Nya:

۞ شَرَعَ لَكُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِۦ نُوحًا وَٱلَّذِىٓ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِۦٓ إِبْرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰٓ ۖ أَنْ أَقِيمُوا۟ ٱلدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا۟ فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى ٱلْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ ٱللَّهُ يَجْتَبِىٓ إِلَيْهِ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِىٓ إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ

Artinya: “Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (Q.S. Asyura [42]: 13).

Di dalam Tafsir As-Sa’di dijelaskan, “Tegakkanlah agama,” artinya, Allah memerintahkan kepada para Nabi untuk menegakkan seluruh syariat-syariat Agama, prinsip-prinsipnya dan cabang-cabangnya.

“Dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya,” maksudnya, hendaklah terjadi kesepakatan dalam masalah prinsip-prinsip agama dan cabang-cabangnya, berupaya serius untuk tidak dipecah belah oleh persolan-persoalan dan tidak dikelompok-kelompok sehingga menjadi bergolong-golongan, yang sebagian memusuhi sebagian yang lain, padahal masih sepaham dalam masalah prinsip agama Islam.

Termasuk bersatu dalam Agama dan tidak bercerai-berai di dalamnya, adalah apa yang diperintahkan oleh Penetap syariat berupa perkumpulan-perkumpulan umum, seperti perkumpulan haji, hari raya, hari Jumat, shalat lima waktu, jihad dan berbagai bentuk ibadah lainnya yang tidak akan bisa terlaksana dan tidak bisa sempurna kecuali dengan melakukan persatuan atau berjamaah untuknya dan tidak bercerai-berai.

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْد

Hadirin jamaah shalat Iedul Fitri yang mulia

Selanjutnya, keunggulan peradaban Islam adalah adanya sifat universalitasnya nilai yang diterima secara global oleh bangsa manapun.

Peradaban Islam dikenal dengan ciri cakrawala yang tinggi dan luas, tidak dengan iklim, geografi, dan tidak terikat dengan jenis manusia. Ini karena peradaban Islam menaungi seluruh umat manusia.

Allah menyebutkan di dalam firman-Nya:

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ

Artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. Al-Anbiya [21]: 107).

Juga firman-Nya:

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا كَآفَّةٗ لِّلنَّاسِ بَشِيرٗا وَنَذِيرٗا وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ

Artinya: “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (Q.S. Saba [34]: 28).

Karena itulah, ajaran Islam sangat menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, seperti hak berkeyakinan tanpa paksaan dalam agama Islam, hak berpikir mengadakan research atau penelitian ilmiah sebagai manusia yang punya akal sehat dan dalam menjelajahi alam semesta. Di sinilah penghargaan utama Islam terhadap kemajuan berpikir manusia, sehingga timbullah kemajuan dari kejumudan, kebekuan dan ketertindasan.

Demikian pula, ajaran Islam menghormati hak kebebasan jiwa dan hak kepemilikan individu. Dalam pandangan Islam pada dasarnya seluruh manusia bebas untuk merdeka, tanpa terjajah, terdzalimi atau terdiskriminasi. Maka, di sinilah mengapa kita memiliki kewajiban membela saudara-saudara kita di Palestina? Karena memang ajaran Islam mengajarkan membebaskan penjajahan satu bangsa atas bangsa lainnya.

Sebagai bangsa Indonesia, Pembukaan Undang-Udang Dasar (UUD) 1945 menyebutkan, Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Hal ini pula yang menjadi konsen perjuangan Jama’ah Muslimin (Hizbullah) sebagai wadah kesatuan umat Islam yang bersifat rahmatan lil ‘alamin. Ini tertuang dalam Maklumat Jama’ah Muslimin (Hizbullah) tertanggal 10 Dzulhijjah 1372 H / 20 Agustus 1953 M yang menyatakan, “Tegak berdiri di dalam lingkungan kaum Muslimin, ditengah-tengah antar golongan, menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat baik dan mencegah perbuatan munkar. Menolak tiap-tiap fitnah penjajahan, kedlaliman suatu bangsa di atas bangsa lain dan mengusahakan ta’aruf antar bangsa-bangsa.”

Terlebih bangsa Palestina yang dijajah sejak 14 Mei 1948, sampai hari ini belum mendapatkan kemerdekaannya yang hakiki. Bahkan menjadi satu-satunya negara di dunia yang belum merdeka, masih terjajah, di hadapan perserikatan bangsa-Bangsa (PBB), di hadapan negara-negara yang katanya menjunjung tinggi hak asasi manusia.

اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْد

Hadirin rahimakumullah

Selanjutnya, nilai unggul peradaban Islam selain berbasiskan Tauhidullah, adalah adanya sentuhan akhlak yang merupakan pagar pembatas, serta dasar yang tegak di atas kejayaan Islam, dan membedakannya dengan peradaban dunia manapun.

Sumber akhlak dalam peradaban Islam adalah Al-Quran, dan telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Hal ini seperti disebutkan oleh Hisyam bin Amir ketika bertanya kepada Aisyah Radhiyallahu ‘Anha tentang akhlak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Aisyah pun menjawab, “Akhlak Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah Al-Quran” (H.R. Muslim).

Di dalam hadits dinyatakan :

إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ صَالِحَ اْلأَخْلاَقِ

Artinya : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” (H.R. Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).

Di antara akhlakul karimah hasil gemblengan ibadah puasa Ramadhan sebulan penuh antara lain : berkata jujur dan baik, suka memaafkan dan bersilaturahim, gemar bersedekah dan membantu sesama yang memerlukan, menebarkan kasih sayang terhadap kaum dhuafa, serta suka membantu mereka yang memerlukan bantuan.

Inilah yang membedakan risalah Islam dengan konsep manusia pada umumnya. Selalu menyertakan sisi akhlak dalam segala dimensi kehidupan. Sehingga siapapun orangnya, apapun jabatannya, seberapapun harta kekayaannya, dan keunggulan materi lainnya, tetap akhlaklah penilaian utamanya.

Selanjutnya hadirin rahimakumullah

Keunggulan peradaban Islam itu dibingkai dengan takwa dan berjama’ah, yakni takwa kepada Allah dan ikatan persaudaraan dengan sesama orang beriman.

Allah menyebutkan di dalam Al-Quran:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ . وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعاً وَلا تَفَرَّقُوا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kalian kepada tali (agama) Allah seraya berjamaah, dan janganlah kalian bercerai-berai……” (Q.S. Ali Imran [3]: 103).

Dengan kesatuan Jama’ah Muslimin dan kekompakan dunia Islam inilah, maka peradaban dunia akan tumbuh berkembang, terpimpin dan terarah dalam ridha Allah. Terlebih jika menyangkut upaya pembebasan Masjidil Aqsa dan kemerdekaan Palestina dari cengkeraman penjajahan Zionis.

Mengapakah kita harus membela Masjidil Aqsha? Mengapakah kita harus ikut membantu kemerdekaan Palestina?  Mengapa pula mesti dibebaskan dengan berjama’ah? Jawaban semuanya, karena panggilan akidah, mengingat Allah dan Rasul-Nya memerintahkan demikian. Sehingga melaksanakannya pun berpahala, dan sebaliknya mengabaikannya pun berdosa.

Kita sudah tahu, berdasarkan ayat dan hadits, Masjidil Aqsa adalah kiblat pertama umat Islam, tempat Isra Mi’raj Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, masjid yang namanya tercantum di dalam ayat Al-Quran, tempat yang diberkahi, bumi para Nabi dan Rasul utusan Allah diturunkan di sana, tempat yang kita sangat dianjurkan untuk berziarah ke sana.

Maka, kalau Allah dan Rasul-Nya saja memuliakan, kitapun demikian.

Tindakan pendzaliman pasukan pendudukan terhadap jamaah yang hendak menjalankan ibadah di Masjidil Aqsa, harus dihentikan. Allah dan Rasul-Nya telah mengingatkan kita di dalam firman-Nya:

وَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّن مَّنَعَ مَسَـٰجِدَ ٱللَّهِ أَن يُذۡكَرَ فِيہَا ٱسۡمُهُ ۥ وَسَعَىٰ فِى خَرَابِهَآ‌ۚ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ مَا كَانَ لَهُمۡ أَن يَدۡخُلُوهَآ إِلَّا خَآٮِٕفِينَ‌ۚ لَهُمۡ فِى ٱلدُّنۡيَا خِزۡىٌ۬ وَلَهُمۡ فِى ٱلۡأَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ۬

Artinya : “Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya [masjid Allah], kecuali dengan rasa takut [kepada Allah]. Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat”. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 114).

Pada hadits Nabi disebutkan :

مَا مِنْ امْرِئٍ يَخْذُلُ امْرَأً مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ تُنْتَهَكُ فِيهِ حُرْمَتُهُ وَيُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ إِلَّا خَذَلَهُ اللَّهُ فِي مَوْطِنٍ يُحِبُّ فِيهِ نُصْرَتَهُ. وَمَا مِنْ امْرِئٍ يَنْصُرُ مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ يُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ وَيُنْتَهَكُ فِيهِ مِنْ حُرْمَتِهِ إِلَّا نَصَرَهُ اللَّهُ فِي مَوْطِنٍ يُحِبُّ نُصْرَتَه

Artinya : “Tidaklah seseorang yang membiarkan seorang Muslim di tempat dimana kehormatannya dilanggar dan dilecehkan, kecuali Allah akan membiarkannya di tempat yang ia menginginkan pertolongan-Nya di sana. Tidaklah seseorang menolong seorang Muslim di tempat yang kehormatannya dilanggar kecuali Allah akan menolongnya di tempat yang menginginkan ditolong oleh-Nya.” (H.R. Abu Daud dan Ahmad).

Pada hadits lain, Rasul menegaskan :

فُكُّوا الْعَانِيَ وَأَطْعِمُوا الْجَائِعَ، وَعُودُوا الْمَرِيضَ

Artinya : “Bebaskan orang yang sedang tertawan, berikanlah makan kepada orang yang sedang kelaparan, dan jenguklah orang sedang sakit”. (H.R. Bukhari).

Juga peringatan khusus tentang pembelaan kita terhadap Al-Aqsa, baik langsung ke sana atau melalui pengiriman doa dan bantuan, seperti termuat dalam hadits,:

عَنْ مَيْمُونَةَ مَوْلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أَنَّهَا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَفْتِنَا فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ ، فَقَالَ : ” أَرْضُ الْمَنْشَرِ والْمَحْشَرِ، إَيتُوهُ، فَصَلُّوا فِيهِ ، فَإِنَّ صَلَاةً فِيهِ كَأَلْفِ صَلَاةٍ . قَالَتْ : أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ نُطِقْ أَنْ نَتَحَمَلَ إِلَيْهِ أَوْ نَأْتِيَهُ ؟ , قَالَ : ” فَأَهْدِينَ إِلَيْهِ زَيْتًا يُسْرَجُ فِيهِ ، فَإِنَّ مَنْ أَهْدَى لَهُ كَانَ كَمَنْ صَلَّى فِيهِ

Artinya : “Dari Maimunah maula Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Ya Nabi Allah, berikan fatwa kepadaku tentang Baitul Maqdis”. Nabi menjawab, “Tempat dikumpulkanya dan disebarkanya (manusia). Maka datangilah ia dan shalatlah di dalamnya. Karena shalat di dalamnya seperti shalat 1.000 rakaat di selainnya”. Maimunah bertanya lagi, “Bagaimana jika aku tidak bisa”. “Maka berikanlah minyak untuk peneranganya. Barangsiapa yang memberikannya, maka seolah ia telah mendatanginya.” (H.R. Ahmad).

Dr. Syaikh Usamah Al-Asyqar menjelaskan, hadits ini dapat dimaknai secara harfiah menurut perawi hadis ini, dan dapat juga bersifat penafsiran atau interpretasi ulama.

Makna pertama, secara harfiah yakni memang mengirim minyak sebagai bahan bakar untuk menerangi lampu-lampu di Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa).

Makna kedua, mengirimkan minyak maksudnya adalah dengan sering memberikan pengetahuan, pengarahan, petunjuk dan aktivitas-aktivitas amal shaleh, yang dengan itu dapat mencerahkan kesadaran umat tentang Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa). Ini dilakukan ketika tidak mampu untuk mendatangi dan shalat di Masjidil Aqsa karena berbagai kendala.

Hadits ini mendorong kita segenap umat Islam agar memenuhi arahan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar kita dapat berziarah dan shalat di Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa), atau sebagai gantinya dengan mengirim minyak untuk meneranginya.

Mengirimkan minyak dalam arti lebih luas lagi dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang mencerahkan untuk Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa), seperti kegiatan : ceramah, orasi, daurah (pelatihan), pemberitaan, penulisan artikel dan buku, siaran radio dan televisi, longmarch/gerak jalan, pengibaran bendera, festival, aksi demo protes, pengiriman statemen, pembacaan puisi, dan doa.

Hadirin rahimakumullah

Untuk itu, marilah tetap fokuskan dan prioritaskan pembebasan Al-Aqsa dalam perjuangan umat Islam. Semua program dapat dikaitkan dengan Al-Aqsa, seperti pengokohan Tauhidullah, kaderisasi tarbiyah, ekonomi umat, silaturrahim antarkomponen kaum Muslimin, penggunaan media massa dan media sosial, sosialisasi dan donasi, dan sebagainya.

Sehingga potensi kaum Muslimin di seluruh dunia secara berjamaah akan sangat mampu membebaskan Masjidil Aqsa dan Palestina keseluruhan dari belenggu penjajahan Zionis.

Inilah yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab kita bersama untuk berdakwah, mengajak dan menyantuni berbagai potensi kaum  Muslimin untuk berjama’ah, hidup dan berjuang secara terpimpin.

Kinilah saatnya kaum Muslimin di seluruh dunia melakukan aksi bergerak berjama’ah bebaskan Masjidil Aqsa dan Palestina. Marilah terus kita kerahkan segala daya dan upaya, baik lisan, pernyataan tertulis, media, aksi turun ke jalan, hingga mengirim bantuan yang memungkinkan ke Palestina, dan munajat doa. Inilah bentuk kepedulian kita terhadap sesama. Tiada hari tanpa bersuara, berbicara dan menulis tentang Al-Aqsa, Palestina.

Terakhir, terkhusus kepada kaum Muslimat

Tetap teguh hatilah menjaga kehormatan diri, karena Allah Maha Mengetahui. Jagalah perintah Allah, niscaya Allah akan menjaga kalian. Dan teruslah menuntut ilmu dan dan beramal sepanjang hayat, patuh kepada suami selama hak, serta gemar berderma untuk kemaslahatan umat, wabil khusus untuk Al-Aqsa, Palestina.

Ikutlah dalam berbagai kegiatan solidaritas Al-Aqsa dan Palestina yang dapat dikerjakan. Wariskanlah nilai juang dan semangat Al-Aqsa kepada anak-anak generasi pelanjut perjuangan kita.

Semoga Allah menguatkan dan meridhai kita semuanya. Semoga pula Allah menerima ibadah Puasa Ramadhan dan amal-amal shalih kita semua sepanjang Ramadhan kemarin. Serta semoga Al-Aqsa kembali ke pangkuan Muslimin dan Palestina dapat terbebas dari belenggu penjajahan. Aamiin Yaa Robbal ‘Aalamiin. []

Akhirnya, marilah kita akhiri dengan munajat doa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala

الحَمْدُ لله رَبِّ العَلَمِيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى اَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالمرْسَلِيْن َوَعَلَى الِهِ وَأَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ

أَللَّهُمَّ  مُنْزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ السَّحَابِ وَهَازِمَ  اْلأَحْزَابِ  اَللَّهُمَّ هْزِمْهُمْ  وَانْصُرْنَا عَلَيْهِمْ. أَللَّهُمَّ  مُنْزِلَ الْكِتَابِ سَرِيْعَ  اْلحِسَابِ اِهْزِمِ  اْلأَحْزَابِ أَللَّهُمَّ  اهْزِمْهُمْ  وَزَلْزِلْهُمْ

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

رَبَّنَا ءَامَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

اللَّهُمَّ انْجِ الْمُسْلِمِيْنَ اللَّهُمَّ انْجِ الْمُؤْمِنِيْنَ فىِ بِلاَدِ َفَلَسْطِيْنَ خَاصَّةً, وَفىِ بُلْدَانِ اْلمُؤْمِنِيْنَ عَامَّةً

اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى الكُفَّارِ وَشُرَكَائِهِمْ. اللَّهُمَّ وَشَطَّطْ شَمْلَهُمْ وَفَرِّقْ جَمْعَهُمْ اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَزَلْزِلْهُمْ

أَللَّهُمَّ احْيِ اْلمُسْلِمِيْنَ  وَاِمَامَهُمْ  بِجَمَاعَةِ  اْلمُسْلِمِيْنَ حَيَاةً  كَامِلَةً طَيِّبَةً وَارْزُقْهُمْ  قُوَّةً  غَالِبَةً عَلَى كُلِّ  بَاطِلٍ وَظَالِمٍ وَسُوْءٍ  وَفَاحِشٍ  وَمُنْكَرٍ

رَبَّنَا اَتِنَا فِىْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى ْالأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ اْلأَبْرَارِ يَا عَزِيْزٌ يَا غَفَّارٌ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ. تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّاوَمِنْكُمْ, تَقَبَّلْ يَاكَرِيْم

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Khutbah Jumat
Indonesia
Kolom