Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Khutbah Idul Fitri: Meningkatkan Ketakwaan dan Kepedulian Setelah Puasa Ramadhan

Widi Kusnadi - Ahad, 31 Maret 2024 - 21:45 WIB

Ahad, 31 Maret 2024 - 21:45 WIB

4 Views

Disusun oleh: Majelis Dakwah Pusat, Jama’ah Muslimin (Hizbullah)

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَاَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْاَحْزَابَ وَحْدَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى ألِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ اتَّبَعَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ: اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

فَـإِنّ  أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَـابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعُةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِى النَّارِ

الله اكبر الله اكبر الله اكبر ولله الحمد

Baca Juga: Khutbah Jumat: Bergembira Menjalankan Syariat Agama

Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah  

Marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadhirat Allah Ta’ala, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga pada hari ini kita dapat melaksanakan salah satu syari’ah Allah Ta’ala, yaitu shalat Idul Fitri.

Hari ini 1 Syawwal 1445 H., kita hendaknya senantiasa bertakbir dan bertahmid serta meningkatkan kesyukuran kepada Allah Ta’ala. Kita telah menunaikan ibadah shiyam dan hari ini menunaikan shalat Idul Fitri dengan penuh kenyamanan dan keamanan.

Sementara saudara-saudara kita di Palestina khususnya Gaza, mereka berpuasa tapi puasa mereka tanpa makan sahur dan hidangan berbuka. Demikian pula dengan Idul Fitri kali ini, mereka lalui tanpa kemeriahan, sebagaimana yang kita rasakan hari ini. Bahkan lebaran mereka bersahutan dengan dentuman bom dan serangan rudal.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Al-Wala wal Bara'(Kesetiaan Kepada Sesama Muslim)

Demikian pula saudara-saudara kita di tempat lain yang puasa dan Iednya dalam tekanan penguasa, bahkan mereka dilarang melakukannya.

Gemuruh takbir, tahmid dan tahlil yang kita kumandangkan hari ini hendaknya mendorong kita untuk semakin mengagungkan Allah Ta’ala. Ini artinya manusia makhluk yang lemah, yang tidak ada daya kecuali atas kekuatan-Nya.

Kita besarkan Allah Ta’ala, kita kecilkan diri kita. Siapa yang bertakbir, maka lunturlah sifat takabur pada dirinya. Dia paham sesungguhnya bahwa dirinya tidak berarti apa-apa di depan kemahabesaran Allah Ta’ala. Keangkuhan diri, musnah seketika bersama takbir yang dikumandangkan.

Bulan Ramadhan yang  penuh berkah telah meninggalkan kita, semoga Allah Ta’ala menerima amal-amal kita yang telah berusaha menghidupkan Ramadhan dengan maksimal. Tidak sebatas ucapan di lisan, melainkan sampai ke hati dan diamalkan dalam aktivitas sehari-hari. Mudah-mudahan ada atsar atau bekas untuk dapat terus diamalkan di sebelas bulan berikutnya.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Mentadaburi Makna Hijrah  

Ibnu Qayyim Al-Jauziah mengatakan: “bukanlah berhari raya itu dengan pakaian baru, sesungguhnya berhari raya itu bagi orang yang ketaatan dan ketaqwaannya bertambah.”

Mereka yang merayakan Idul Fitri adalah yang menempa dirinya untuk kembali fitrah dari dosa-dosa, setelah melewati serangkaian pendidikan Ramadhan. Bukan seperti orang-orang merayakan lebaran dengan kembali bermaksiat, karena Ramadhan telah dilalaikannya. Inilah orang yang merugi, bahkan celaka, keluar Ramadhan tanpa pahala dan ampunan.

Sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiallahu anhu, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam bersabda:

رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ

Baca Juga: Khutbah Jumat: Membangun Persaudaraan, Mewujudkan Perdamaian

Sungguh sangat rugi seseorang yang ia masuk dalam bulan Ramadhan kemudian berlalu Ramadhan sebelum diampuni dosanya.” (HR. Tirmidzi)

Sementara Ibnu Rajab Al-Hambali Rahimahullah berkata,

من لَمْ يُغْفَرْ لَه في رمضان فلن يُغْفَرَ له فيما سواه

“Barangsiapa yang tidak diampuni dosa-dosanya di bulan Ramadhan, maka tidak akan diampuni dosa-dosanya di bulan-bulan lainnya.”

Baca Juga: Khutbah Idul Fitri: Menuju Kemenangan, Istiqamah dengan Amaliah Ramadhan

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Hafidzakumullah 

Diantara nilai-nilai taqwa yang harus terus diimplementasikan pasca Ramadhan ini antara lain:

  1. Meningkatkan ketaatan kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri

Dengan puasa, diharapkan kita semakin taat kepada perintah Allah Ta’ala, Rasul dan Ulil Amri serta mampu menjauhi segala larangan-larangan-Nya.

Allah Ta’ala berfirman:

Baca Juga: Khutbah Idul Fitri 1445H: Hari Raya Momen Peningkatan Ketakwaan Setelah Ramadhan

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu”. (QS. An Nisa: 59).

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, “Secara tekstual ayat ini berlaku secara umum untuk seluruh Ulil Amri dari kalangan pemimpin dan ulama, selama perintahnya tidak memperselisihi perintah Allah dan rasul-Nya.”

Maka, perintah taat kepada Ulil Amri berarti perintah pula untuk mewujudkannya. Maka mengangkat Ulil Amri bagi kaum Muslimin adalah kewajiban bagi mereka.

Baca Juga: Khutbah Jumat : Keutamaan Bulan Sya’ban Persiapan Jelang Ramadhan

Sebaliknya memaksiati Ulil Amri, merupakan perbuatan maksiat kepada Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam, sebagaimana sabda beliau:

مَنْ أَطَاعَنِيْ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللهَ وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيْرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ عَصَى أَمِيْرِي فَقَدْ عَصَانِي.

“Barangsiapa yang taat kepadaku berarti ia telah taat kepada Allah dan barangsiapa yang durhaka kepadaku berarti ia telah durhaka kepada Allah, barangsiapa yang taat kepada amirku maka ia taat kepadaku dan barangsiapa yang maksiat kepada amirku, maka ia maksiat kepadaku.” (HR. Bukhari dan Muslim).

2. Berkasih-sayang dan menjauhi permusuhan

Baca Juga: Khutbah Jumat: Ajarkan Pendidikan Keimanan pada Anak

Puasa bukanlah hanya menahan lapar dan dahaga semata, namun hendaknya dapat menyebarkan kasih sayang, menjauhi permusuhan dan senantiasa mudah memaafkan. Sebagaimana firman-Nya:

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ

“(Orang bertakwa yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (QS. Ali Imran: 134)

Ibnu Rojab Al Hambali berkata: “Ketahuilah, amalan taqorub (mendekatkan diri) pada Allah adalah dengan meninggalkan berbagai keinginan syahwat dan perkara yang Dia larang, yaitu dusta, perbuatan zholim, permusuhan di antara manusia dalam masalah darah, harta dan kehormatan.”

Baca Juga: Khutbah Jumat: Ikhlas Amalan Mulia Antarkan Manusia Masuk Surga

Inilah sikap yang seharusnya dimiliki setiap Muslim pasca Ramadhan, yakni senantiasa memiliki sikap rumaha (berkasih sayang), mudah memaafkan, hidup berjamaah dan menjauhi perpecahan dan perselisihan. Karena perilaku perpecahan adalah ciri utama orang Musyrik, maka kita wajib menghindarinya.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Hafidzakumullah

3. Mengasah Kesabaran dan Kepedulian

Puasa mengajarkan kita untuk bersabar dalam menghadapi kesulitan dan rintangan dalam hidup, serta memupuk rasa kepedulian kepada orang-orang yang lemah. Dalam menjalankan ibadah puasa, umat Muslim dituntut untuk menahan lapar, dahaga dan godaan lainnya agar ia dapat merasakan sulitnya kehidupan orang-orang yang miskin dan kekurangan, dalam istilah syar’i disebut ulfah.

Baca Juga: Khutbah: Mari Bersatu Membela Palestina

Dengan sabar inilah Allah akan memberikan pahala orang yang berpuasa tanpa batas, sebagaimana firman-Nya:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. (Q.S. Az Zumar: 10)

Ibnu Rajab menjelaskan maksud puasa akan mendapatkan pahala tanpa batas tidak lain karena ia mampu bersabar dalam menerima takdir yang terasa menyakitkan, seperti lapar, haus dan kekurangan sehingga menimbulkan rasa empati untuk berbuat dan membantu mereka yang membutuhkan.

Dikisahkan, Ali bin Abi Thalib  usai shalat Ashar, setelah seharian beliau merasa sedih, karena bulan Ramadan akan segera berakhir, Sayyidina Ali  kemudian pulang dari masjid. Sesampainya di rumah, ia disambut istrinya Sayyidah Fathimah Az-Zahra dengan pertanyaan penuh perhatian, “Kenapa engkau terlihat pucat, kekasihku”? “Tak ada tanda-tanda keceriaan sedikitpun di wajahmu, padahal sebentar lagi kita akan menyambut hari kemenangan?,”

Ali  hanya terdiam, tidak berapa lama kemudian ia minta pertimbangan sang istri untuk mensedekahkan semua simpanan pangannya kepada fakir miskin. Beliau berkata “Hampir sebulan kita mendapat pendidikan dari Ramadan, bahwa lapar dan haus itu teramat pedih. Segala puji bagi Allah, yang sering memberi hari-hari kita dengan perut sering terisi,”

Sore itu juga, Ali ibn Abi Thalib  mendorong pedatinya, yang berisi tiga karung gandum dan dua karung kurma hasil dari panen kebunnya. Ia berkeliling dari pojok kota dan perkempungan untuk membagi-bagikan gandum dan kurma itu kepada fakir miskin dan yatim.

Maka Ramadhan yang telah kita lalui harus mempu menumbuhkan rasa itsar/kecintaan kepada saudaranya yang membutuhkan di atas kebutuhan dirinya.

4. Jihad

Menurut Ibnu Abbas  jihad berarti mencurahkan segenap kekuatan untuk membela Allah terhadap cercaan orang yang mencerca dan permusuhan orang yang memusuhi.

Sementara Ibnu Taimiyah menyatakan, jihad itu hakikatnya berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menghasilkan sesuatu yang diridhai Allah Ta’ala,  berupa amal shalih, keimanan dan menolak sesuatu yang dimurkai-Nya   berupa kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan.

Jihad tidak hanya berkonotasi perang. Dalam konteks saat ini, jihad melawan orang Kafir adalah menentang penjajahan Zionis Yahudi di tanah Palestina, juga kedzaliman di negeri-negeri lain seperti di Kashmir, Rohingya, Uighur dan tempat-tempat lainnya.

Maka, untuk melawan mereka, umat Islam tidak bisa melakukannya sendiri-sendiri. Kaum Muslimin hendaknya membangun komunikasi, bersinergi, bekerja sama dan saling membantu, sehingga kaum Muslimin bersatu dan menjadi kuat.

Allah Ta’ala  berfirman:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ

“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar”. (QS. Al Anfal: 73)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Hafidzakumullah

Memaknai Idul Fitri

Id berarti kembali dan Fitri berarti agama yang benar. Idul Fitri berarti kembali kepada Agama Islam dengan melaksanakan segala perintah Allah  dan menjauhi segala larangannya.

Ibnu Rajab menceritakan, bagaimana generasi terbaik umat ini ketika menghadapi perpisahan dengan Ramadhan dan memasuki Idul fitri. Para sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam, mereka sangat takut amalnya ditolak dan tidak diterima. Mereka itulah sekelompok manusia yang Allah Ta’ala nyatakan dalam Al Quran:

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

“Dan orang-orang yang memberikan sesuatu yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (Q.S. Al-Mu’minun: 60)

Karena itu, mari kita tingkatkan terus keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah . Mudah-mudahan segala amal ibadah yang telah kita lakukan selama bulan Ramadhan kemarin diterima dan menjadi penghapus dari dosa-dosa kita serta amalannya dapat diterapkan selama sebelas bulan berikutnya.

Momentum Idul Fitri yang penuh berkah dan rahmat ini adalah saat paling tepat bagi umat Islam untuk saling memaafkan antar sesama, menghilangkan rasa dendam atau permusuhan agar kualitas kehidupan menjadi lebih baik, tenteram, dan bermakna. Kita hilangkan sekat-sekat perbedaan, golongan, pilihan partai dan sebagainya, karena umat Islam adalah umat yang satu.

Allah  Ta’ala menyebutnya dengan “ummatan wahidatan”, umat yang satu, seperti dalam firman-Nya:

إِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ

“Sesungguhnya umat kamu ini adalah umat yang satu, dan Aku adalah Tuhan kamu, oleh sebab itu maka hendaklah kamu menyembah Aku”. (Q.S. Al-Anbiya [21]: 92).

Perselisihan dapat mengakibatkan manusia jauh dari rahmat Allah Ta’ala, sebagaimana firman-Nya:

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ، إِلَّا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ

“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu”. (QS. Hud: 118-119)

Untuk itu, Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk hidup berjamaah dan melarang berfirqoh-firqoh.

وَٱعْتَصِمُوا بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah seraya berjamaah, dan janganlah kamu bercerai…” (QS. Ali Imran: 103)

Hidup berjamaah mendatangkan rahmat, dan perpecahan mendatangkan azab. Rasulullah  bersabda:

الْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ

“Al-Jama’ah adalah rahmat dan perpecahan adalah adzab.” (H.R. Ahmad)

Adapun pengertian Al-Jama’ah, menurut Rasulullah  adalah:

مَا اَنَا عَلَيْهِ وَاَصْحَابِي

“Orang yang mengikuti aku dan para shahabatku.” (H.R. Tirmidzi)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Hafidzakumullah

Nasihat Untuk Kaum Hawa

Wahai para perempuan, wahai madrasah para pejuang, wahai para hamba pilihan Allah, bertakwa dan banyak bersedekahlah, karena Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam senantiasa menasihati para shahabiyah tentang itu sebagaimana hadist berikut:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: ((يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ وَأَكْثِرْنَ الْاِسْتِغْفَارَ، فَإِنِّـيْ رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ ، فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ جَزْلَـةٌ : وَمَا لَنَا، يَا رَسُوْلَ اللهِ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ؟ قَالَ : تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ، وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ،وَمَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِيْنٍ أَغْلَبَ لِذِيْ لُبٍّ مِنْكُنَّ. قَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَمَا نُقْصَانُ الْعَقْلِ وَالدِّيْنِ؟ قَالَ: أَمَّا نُقْصَانُ الْعَقْلِ فَشَهَادَةُ امْرَأَتَيْنِ تَعْدِلُ شَهَادَةَ رَجُلٍ، فَهٰذَا نُقْصَانُ الْعَقْلِ، وَتَمْكُثُ اللَّيَالِي مَا تُصَلِّي وَتُفْطِرُ فِيْ رَمَضَانَ فَهٰذَا نُقْصَانُ الدِّيْنِ)).

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai wanita, bersedekahlah dan perbanyaklah beristighfar karena sungguh aku melihat kalian sebagai penghuni neraka yang paling banyak.”

Berkatalah seorang wanita yang cerdas di antara mereka, ‘Mengapa kami sebagai penghuni neraka yang paling banyak, wahai Rasûlullâh?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Karena kalian sering melaknat dan sering mengingkari kebaikan suami. Aku belum pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya yang lebih mampu mengalahkan laki-laki yang berakal dibandingkan kalian.’

Wanita tersebut berkata lagi, ‘Wahai Rasûlullâh, apa (yang dimaksud dengan) kurang akal dan agama?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Kurang akal karena persaksian dua orang wanita setara dengan persaksian satu orang laki-laki, inilah makna kekurangan akal. Dan seorang wanita berdiam diri selama beberapa malam dengan tidak shalat dan tidak berpuasa pada bulan Ramadhan (karena haidh), inilah makna kekurangan dalam agama.’”

Berinfaqlah wahai ibu-ibu Junudullah, sebagaimana Rasulullah Shalallahu alaihi Wasallam telah memerintahkan kepada para shahabiyah untuk berinfaq, sehingga para shahabiyah muslimah pun memberikan perhiasan-perhiasan yang mereka miliki dan harta terbaiknya.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah          

Mengakhiri khutbah ini, marilah kita berdoa, dengan meluruskan niat, membersihkan hati dan menjernihkan pikiran. Semoga Allah memperkenankan doa-doa kita.

إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلْاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اَللّٰهُمَّ انْصُرْ اِخْوَانَنَا فِى فِلِسْطِيْنِ اللّٰهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ آلْمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلَاءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلَازِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَاهَذَا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً، يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

 (A/Mdp/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda