Oleh : Syaikh Abdul Bary Awwadh Ats-Tsubayti, Imam Masjid An-Nabawi Madinah Al-Munawwarah
Muqaddimah
Segala puji bagi Allah, yang telah menciptakan aturan untuk hamba-hamba-Nya seperti shalat, zakat, haji dan shaum. Kami memuji dan bersyukur serta berdzikir kepada-Nya sambil duduk atau pun berdiri.
Kami bersaksi bahwa tiada hak yang wajib disembah kecuali hanya Allah yang tiada sekutu bagi-Nya, yang menjaga kita semua ketika kita terbangun dan ketika kita tidur.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Kewajiban dan Hak dalam Pandangan Islam
Kita bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah hamba dan utusan-Nya, sebagai contoh dan ikutan ummatnya.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhamaad Shallahu ‘Alaihi Wasallam, juga kepada keluarga dan para shahabatnya yang menjadi busur panah dalam arah kebenaran.
Khatib berwasiat kepada dirinya dan pada kalian semua dengan taqwa kepada Allah.
Dalam kehidupan ummat manusia, yang penuh dengan catatan sejarah, yang memiliki kekuatan, menemukan kedudukannya, menonjolkan nilai-nilainya, dan menyambungkan yang terputus.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menggapai Syahid di Jalan Allah Ta’ala
Bahwa permata dari seluruh rangkaian kehidupan umat ini adalah berada ketika kita ditimpa cobaan dan ujian.
Semuanya mengajarkan sebagai sebagai perekat untuk membangun jiwa, serta mengajar kefahaman dan keilmuan.
Bahkan, ujian yg berat itu kadang menjadikan jatuh bangunnya satu peradaban, dan bahkan dapat memancar kekuatannya sehingga mencapai martabatnya yang tinggi.
Meninggalnya para pemimpin umat dan pemimpin negara –semoga Allah merahmat dan mengampuni mereka- merupakan peristiwa yang cukup besar, musibah yang memberi kesan yang amat mendalam.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Mempersiapkan Generasi Pembebas Masjid Al-Aqsa
Karena itu, bagaimanapun ujian dan cobaan tersebut, sama sekali jangan sampai melemahkan semangat para pejuang, tidak mengendorkan cita-cita para penduduk negeri dan tidak menghentikan perjalanan kehidupan.
Hakikat Bai’at sebagai Syariat
Kita sebenarnya adalah umat yang produktif, umat yang tetap teguh menghadapi segala peristiwa, yang dapat menyatukan perpecahan, serta memperkuat barisan dengan menunaikan bai’at atau janji setia kita terhadap pimpinan kaum muslimin.
Sejarah mencatat kejadian ini sebagai peristiwa pengangkatan seorang amir yang yang digambarkan “Dapat menggetarkan musuh Allah”. Allah menyebut dengan :
Baca Juga: Khutbah Jumat: Jalan Mendaki Menuju Ridha Ilahi
تُرۡهِبُونَ بِهِۦ عَدُوَّ ٱللَّهِ وَعَدُوَّڪُمۡ
Artinya: “Kalian menggentarkan musuh Allah dan musuh kalian”. (QS Al-Anfal [8] : 60).
Kita mengetahui dan ummat merasakan bahwa bai’at merupakan pertalian untuk memperkuat persatuan dalam Islam dan dapat membangun kekuatan jiwa raga, seumpama bangunan yang kukuh.
Allah berfirman:
إِنَّ ٱلَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ ٱللَّهَ يَدُ ٱللَّهِ فَوۡقَ أَيۡدِيہِمۡ
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang berbai’at kepadamu (Muhammad) adalah mereka yang berbai’at kepada Allah, Tangan Allah di atas tangan mereka.” (QS Al-Fath [48] : 10).
Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis
Rasulullah Shallalahu ’Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ مَا اسْتَطَاعَ
Artinya : “Barangsiapa yang membai’at Imaam, lalu ia menyodorkan tangannya dan memusatkan hatinya, maka hendaklah memberikan kethaatan menurut kemampuannya”.
Bai’at ketika dunia dalam keadaan kacau balau, maka akan terbentuklah pagar kekuatan, menenteramkan keadaan, memasuki taman kedamaian, tenangnya pemikiran, serta teguhnya orang-orang yang jujur.
إِنَّهُ لاَ إِسْلاَمَ إِلاَّ بِجَمَاعَةٍ وَلاَ جَمَاعَةَ إِلاَّ بِإِمَارَةٍ وَلاَ إِمَارَةَ إِلاَّ بِطَاعَةٍ
Artinya: “Maka tidak ada Islam kecuali dalam al-jama’ah, dan tiada al-Jama’ah kecuali adanya kepemimpinan, dan tidak ada kepemimpinan kecuali untuk ditha’ati”.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memberantas Miras Menurut Syariat Islam
Imam al-Mawardi rahimahullah berkata, “Harus ada di tengah-tengah manusia pemimpin yang kuat, yang dapat menyatukan segala bentuk perpecahan, menghentikan tangan-tangan kotor yang akan saling berselisih, menghilangkan ketakutan jiwa-jiwa yang senantiasa bermusuhan, karena tabiat manusia ada yang selalu ingin menang dengan memaksakan kehendaknya kepada orang yang tidak menyukainya, hal ini tidak dapat diatasi kecuali dicegah dengan orang yang memiliki kuasa penuh kepemimpinanya yaitu seorang Imaam”.
Islam memerintah kita semua untuk menetapi Jama’ah Muslimin dan Imaamnya, inilah jalan keluar dan jalan penyelamat, dengan izin Allah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
فَمَنْ اَرَادَ بُحْبُوْحَة الْجَنَّةَ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَة
Artinya: “Barangsiapa yang menginginkan tempat tinggal di surga, maka tetapilah al-Jama’ah”.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyongsong Bulan Solidaritas Palestina
Kekekuatan Allah
Tangan Allah bersama al-Jama’ah, Tangan Allah berada pada al-Jama’ah. Allah akan menolong mereka, Allah akan memperkuat mereka, membenarkan mereka selama mereka berada pada kebenaran, seraya berjama’ah, berjalan dalam rangka mentha’ati Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah bersabda:
ثَلَاثُ خِصَالٍ لَا يُغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ مُسْلِمٍ أَبَدًا : إِخْلَاصُ الْعَمَلِ لِلهِ، وَمُنَاصَحَةُ وُلَاةِ الْأَمْرِ ، وَلُزُوْمُ الْـجَمَاعَةِ
Artinya: “Tiga perkara yang tidak akan hati seorang muslim menjadi sempit: beramal dengan ikhlas karena Allah, menasehati ulil Amri dan menetapi Al-Jama’ah”.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Berhati-hati dalam Menyebarkan Informasi
Bai’at telah dimulai oleh para ulama dalam mengatasi pertarungan antara pemimpin dan ulama.
Para ulama adalah cahaya kepada kebenaran, mereka juga adalah penunjuk jalan, yang memiliki daya intelektualitas tinggi yang pendapatnya benar.
Mereka dalam suatu negeri adalah seumpama arsitektur bangunan bagi seluruh rakyat, yang dapat mencegah kerusakan, dan mereka selalu mengutamakan umat. Sehingga para musuh menyikapi untuk mengompori permusuhan antara mereka dengan para pemimpinnya, dengan menebar api fitnah dan menyebarkan sikap ekstrem dan kesesatan.
Di antara kewajiban para ulama adalah menasihati para pemimpin, apa yang wajib dilakukan oleh mereka dan apa yang patut ditinggalkan.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memperkuat Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina
Orang-orang memberikan bai’at adalah untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah. Inilah keunikan Islam dari agama lainnya, ciptaan manusia.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:
وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
Artinya: “Dan barangsiapa yang mati tiada ikatan bai’at di pundaknya, maka matinya seumpama bangkai jahiliyyah”.
Bai’at adalah memberikan janji setia dari yang membai’at kepada yang dibai’at untuk mendengar dan tha’at kepada Imaam kecuali dalam maksiat kepada Allah, baik disukai ataupun dibenci, yang susah ataupun yang senang.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Umat Unggul dengan Al-Qur’an
Mencukupi dibai’atnya Imaam itu dengan bai’atnya Ahlul Halli wal Aqdi.
Dan dari cakupan bai’at itu adalah menasehati Ulil Amri, termasuk mendo’akannya dengan taufiq dan hidayah, memperbaiki niat dan amalnya, mengangkat pembantu yang baik agar menyediakan baginya pembantu yang akan mendorongnya kepada kebaikan, mengingatkan jika dia lupa dan menolongnya jika dia ingat.
Kewajiban para makmum terhadap Imaam adalah bekerjasam dalam segala urusan demi tegaknya agama Allah, memperbaiki keadaan umat Islam, dengan pembicaran dan susunan kalimat yang baik dan bijaksana.
Umat secara keseluruhannya dan penduduk menurut kelompoknya adalah seumpama jasad yang satu, saling mencintai dan menyayangi sebagai syi’ar dan atributnya.
Kasih sayang antara pemimpin dan makmum sangat penting sekali dan memiliki keistimewaan tersendiri, Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam bersabda:
خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلَاتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلَا تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ
Artinya: “Sebaik-baik pemimpin bagi kalian adalah pemimpin yang kalian mencintai mereka dan merekapun mencintai kalian, kalian mengucapkan selamat atas mereka dan merekapun demikian sebaliknya. Dan seburuk-buruknya pemimpin adalah yang kalian benci dan merekapun membenci kalian, kalian melaknat mereka dan merekapun melaknat kalian”. Mereka bertanya, “Ya Rasulallah, Apakah kami harus menentang mereka ketika itu?” Rasul menjawab, “Tidak, Selama mereka shalat di tengah-tengah kalian. Ingatlah barangsiapa yang dipimpin oleh seseorang kemudian dia melihat sesuatu yang memaksiati Allah, maka bencilah tetapi jangan kalian melepas diri dari ketha’atan”.
Kita lihat ada kejadian yang luar biasa dalam kehidupan ini. Dengan adanya kesatuan antara pemimpin dan yang dipimpin, pengembala dan yang digembala, demi lenyapnya orang-orang yang berbuat tipu daya dan permusuhan, mengukuhkan panji-panji kewilayahan, memelihara kekuasaan, hilanglah sifat kesukuan, kebanggaan ashabiyah, meleburkan kedengkian antara sesame serta demi mengangkat suara kebenaran dan keadilan.
Allah berfirman:
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ
Artinya: “Dialah Allah yang menyatukan hati-hati mereka, sekiranya kalian menafkahkan seluruh harta kekayaan semua, niscaya kalian tidak akan dapat menyatukan hati mereka, akan tetapi Allah-lah yang menyatukan mereka”. (QS Al-Anfal [8] : 63).
Ibnu Mas’ud berkata, adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memegang pundak-pundak kami ketika mau shalat seraya bersabda:
اِسْتَوُوْا وَلَا تَخْتَلِفُوْا فَتَخْتَلِفَ قُلُوْبُكُمْ
Artinya : “Lurus dan jangan berselisih, (jika berselisih) maka hati kamu juga akan berselisih”.
Hindari Perpecahan
Negeri ini akan melalui tantangan besar, umpama air bahnya seperti bencana, pertarungan dengan berbagai prasangka, yang ujung-ujungnya terpotonglah kekuatan Islam sampai ke akar-akarnya, dan mandullah pertumbuhannya. Inilah kubu kekuatan Islam dan sinaran cahaya Iman yang musuh-musuh Islam ingin hancurkan.
Para pembuat makar tahu bahwa mereka tidak akan berhasil untuk menghancurkan akidahnya, tidak akan mencapai sasarannya karena mereka orang-orang beriman kebal akan segala tiraninya, tahan akan segala agresinya, memiliki kekuatan yang solid yang dibangun dari dalam, dengan idzin Allah.
Kaum muslimin barisannya tetap rapat tidak ada renggang dan cacatnya. Allah memelihara dan menjaganya dengan kebangkitan para pemimpinnya, dedikasi para ulamanya, diiringi dengan kesungguhan kerja kerasnya.
Pada masa yang sama, ajarannya menentang keras terhadap segala bentuk perpecahan atau yang menyeru kepadanya, baik dengan ucapan, perbuatan, ataupun dengan mengangkat senjata ke arah itu dan ataupun menggalakkannya.
Allah berfirman pada ayat-ayat-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
Artinya: “Sesungghnya orang-orang yang memecah belah agama mereka menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawab terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanya (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang mereka telah perbuat” (QS Al-An’am [6] : 159).
وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ
Artinya: ”..dan janganlah kalian berbantah-bantahan yang menyebabkan kalian menjadi gentar dan hilangnya kekuatan kalian.” (QS Al-anfal [8] : 46).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
لاَ تَخْتَلِفُوْا، فَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ اِخْتَلَفُوْا فَهَلَكُوْا
Artinya: “Janganlah kalian berselisih, karena umat terdahulu berselisih, kemudian mereka hancur porak poranda”.
Muawiyah bin Abu Sufiyan berkata, “ Jauhilah oleh kalian fitnah, jangan dekati karena ia akan meruksakan sendi-sendi kehidupan, mengeruhkan perdamaian dan mewarisi kepunahan”.
Kalau pemimpin meninggal dan menegakan segala urusan pemimpin, semuanya ikut Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber dan pegangan syari’at, hal ini yang menyebabkan kukuhnya negeri, selamatnya kehidupan dengan penuh bahagia dan sejahtra.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
Artinya: “ Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul-Nya sesuatu yang member kehidupan kepada kamu”. (QS Al-Anfal [ 8 ] : 24).
Rasulullah Shallahu ’Alaihi Wasallam menyebutkan, bahwa sesungguhnya pergerakan al-Quran itu ada pada Allah dan pada kalian semua, maka berpeganglah dengannya, niscaya tidak akan sesat dan tidak akan rusak selamanya.
Penutup
Nabi telah wafat. Baginda tidak meninggalkan di tengah-tangah kita hidangan di atas meja makan. Akan tetapi telah menjelasakan kepada kita metode dan sumber kehidupan, sumber kebahagiaan seraya bersabda:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا، كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ.
Artinya : “Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh dengan keduanya kalian tidak akan sesat selama-lamanya yaitu: Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya.” Agenda Barat dan Timur telah meletakan dasar hukum ciptaan manusia, maka hina dan kotorlah kehidupan. Sedangkan negeri ini telah mengarahkan untuk menghadap Masjidil Haram, mengesakan Allah, membaca ayat-ayat-Nya dan meletakan sebagai metode dan sumber hukumnya.
Agenda Barat dan Timur menghadapkan kita agar manusia berkata kotor dan keji melalui nyanyian dan hiburan. Sedangakan negeri ini mengarahkan kita untuk menghadap ke Masjidil Haram untuk berdzikir, mengangkat panji-panji Islam, menyebarkannya, berinfaq dengen kedermawanan yang tiada batasnya, melayani para jama’ah haji dan umrah, memakmurkan masjid dangan berbagai aktivitas keilmuan dan halaqah tahfiz Quran.
Inilah pokok pangkal kejayaan yang harus dikekalkan selamanya.
Allah berfirman:
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah adalah mereka yang beriman kepada Allah, hari akhir, menegakan shalat, mengeluarkan zakan, dan tidak takut hanya kepada Allah saja. Mereka itulah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS At-Taubah [9] : 18). (T/K03/P4).
Khutbah Jum’at Syaikh Abdul Bary Awwadh Ats-Tsubayti, Imam Masjid An-Nabawi Madinah Al-Munawwarah, Jumat, 10 Rabi’ul Akhir 1436 H. / 31 Januari 2015 M. Diterjemahkan oleh Dudin Shobaruddin, Koresponden Mi’raj Islamic News Agency (MINA) Kuala Lumpur, Malaysia.
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)