Khutbah Jumat: Buah Ramadhan (Oleh: Ust. Ahmad Soleh)

Oleh : Ust. Ahmad Soleh, Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Fatah Bogor

 

الْحَمْدَ ِللهِ اَّلذِى اَمَرَنَا بِلُزُوْمِ الجَمَاعَةِ وَنَهَانَاعَنِ الْاِخْتِلَافِ وَالتَّفَرُّقَةِ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ  وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ نَبيُّ رَحْمَةُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وّسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَحَبِيِّبِنَا وَشَفِيْعِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ هُدَا تِ الْاُ مَّةُ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِ حْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
اَيُّهَاالْمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَالْمُتَّقُوْنَ
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدً* يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
اَمَّا بَعْد,
فَـإِنّ  أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَـابُ اللهِ , وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّالْأُمُوْرِ مُحْدَثاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعُةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِىالنَّارِ

Hamba Allah, Sidang Jumah Rahimakumullah.

Alhamdulillah, pertama, hendaknya kita banyak bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang tak ternilai bagi kehidupan dan keselamatan kita di dunia dan akhirat, yaitu nikmat iman dan nikmat Islam.

Kedua, hendaknya kita senantiasa berharap kepada Allah Ta’ala, semoga amal ibadah dan shaum Ramadhan kita yang baru berlalu diterima-Nya dan menjadi tabungan kita di yaumil akhir, dan dapat mengantarkan kita menjadi hamba yang semakin mendasarkan sifat-sifat ketaqwaan kepada Allah Swt., sebagaimana tujuan puasa, la’alakum tattaqun.

Mengenai taqwa, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abdullah Ibnu Mas’ud, ia berkata, bahwa taqwa adalah; pertama, agar Allah ditaati dan tidak dimaksiati. Maka seorang Mukmin senantiasa mendahulukan ketaatan kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, mereka memiliki pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (QS. Al Ahzab: 36).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata: “Tidak layak bagi seorang mukmin dan mukminah, jika Allah sudah menetapkan sesuatu dengan tegas, lalu ia memiliki pilihan yang lain. Yaitu pilihan untuk melakukannya atau tidak. Maka hendaknya janganlah menjadikan hawa nafsu sebagai penghalang antara dirinya dengan Allah dan Rasul-Nya”.

Kedua, Selalu Ingat kepada Allah, tidak melupakan-Nya. Seorang mukmin di manapun dan kapanpun senantiasa mengingat Allah, mengingat aturan dan syariat-Nya serta mengingat azab dan rahmat-Nya. Sehingga hidupnya senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan Allah swt.

Ketiga, bersyukur kepada Allah, dan tidak mengkufurinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan bersyukur dan menjanjikan pahala bersyukur berupa tambahan kebaikan dari-Nya. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ

“Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat)-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim:7)

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Taqwa juga berarti hati-hati, seperti percakapan indah dua sahabat Umar bin Khattab RA dan Ubay bin Ka’ab ini. Umar bertanya kepada Ubay, “Wahai Ubay, apa makna takwa?” Ubay yang ditanya justru balik bertanya. “Wahai Umar, pernahkah engkau berjalan melewati jalan yang penuh duri?”

Umar menjawab, “Tentu saja pernah.” “Apa yang engkau lakukan saat itu, wahai Umar?” lanjut Ubay bertanya. “Tentu saja aku akan berjalan hati-hati,” jawab Umar. Ubay lantas berkata, “Itulah hakikat takwa.”

Percakapan ini mengajarkan kepada kita, menjadi orang bertakwa hakikatnya menjadi orang yang senantiasa berhati-hati. Ia tidak ingin kakinya menginjak duri-duri larangan Allah SWT. Ia rela mengerem lajunya, memangkas egonya, menajamkan pandangan, menelisik sekitar, dan mencari celah jalan selamat. Semua fungsi tubuh ia maksimalkan agar ia tak celaka. Agar sebiji duri pun tak melukai kemudian mengucurkan darah dari kakinya. Takwa hakikatnya hati-hati, demikian shaum Ramadhan telah mengajarkan kita untuk dapat imsyak, menahan diri dari berbagai larangan Allah.

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Pelajaran taqwa lainnya dapat kita ambil dari kisah Nabi Adam dan Hawa di surga sebelum Allah turunkan mereka berdua ke muka bumi. Allah SWT berfirman,

وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ

“Dan Kami berfirman: “Hai Adam, tinggallah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 35)

Pada ayat ini Allah swt menggunakan kata hadzihi (هَذِه). Kata hadzihii digunakan untuk menunjukkan kata benda yang termasuk muannast yang dekat dengan pembicara. Artinya Allah begitu dekat dengan Adam kala itu (sebelum beliau memakan buah terlarang).

Dalam surat Al-A’raf, Allah berfirman;

وَيَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ فَكُلا مِنْ حَيْثُ شِئْتُمَا وَلا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ (19) فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وُورِيَ عَنْهُمَا مِنْ سَوْآتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ إِلا أَنْ تَكُونَا مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُونَا مِنَ الْخَالِدِينَ (20)

“(Dan Allah berfirman’), “Hai Adam, bertempat tinggallah kamu dan istrimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim.” Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka, yaitu auratnya, dan setan berkata, “Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga).” (QS. Al-A’raf : 19-20)

Allah Swt. menceritakan bahwa Dia membolehkan Adam a.s. dan Hawa (istrinya) bertempat tinggal di surga dan memakan semua buah-buahan yang ada padanya, kecuali suatu pohon.

Prof. Dr. Hamka dalam tafsir Al-Azhar menyebutkan, ketika Adam dan Hawa berada di surga mereka diberi kebebasan, makan dan minum, memakan buah-buahan yang tersedia dan tinggal memetik. Artinya, bebas merdeka. Akan tetapi, di dalam ayat ini Allah mengecualikan memakan buah dari pohon yang dilarang, ini menunjukan bahwa kemerdekaan adalah kebebasan membatasi diri, tidak mutlak tanpa batas,  agar tidak merugi.

Orang yang tidak sanggup memelihara kemerdekaannya, niscaya akan kehilangan kemerdekaan itu. Dan jika kemerdekaan telah hilang, kerugianlah yang akan dijumpai. Maka, setiap pelanggaran manusia kepada larangan Allah dapat menggelincirkannya kepada kerugian.

Ayat ini memberi pelajaran kepada kita, bagaimana Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga yang merupakan tempat tenang dan damai serta jauh dari berbagai penderitaan dan kesusahan akibat tipu daya setan.

Kemudian Adam dan Hawa di turunkan ke muka bumi karena rayuan iblis untuk memetik buah satu pohon di surga yang dinamai Iblis sebagai pohon khilaf, padahal Allah melarang keduanya. Maka, setelah mereka berdua mendekati dan memetik buah itu, seketika itu pula aurat mereka tersingkap. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dengan sanad yang sahih sampai kepada Ibnu Abbas.

Mujahid mengatakan bahwa keduanya mulai memetik daun-daunan surga, lalu menambalsulamnya sehingga menjadi pakaian.

Kemudian Allah swt memerintahkan kepada mereka untuk meninggalkan surga, sebagaimana firman-Nya:

فَدَلَّاهُمَا بِغُرُورٍ ۚ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ ۖ وَنَادَاهُمَا رَبُّهُمَا أَلَمْ أَنْهَكُمَا عَنْ تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ وَأَقُلْ لَكُمَا إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمَا عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?” (QS. Al-A’raf: 22)

Pada ayat ini, setelah Nabi Adam melakukan pelanggaran, Allah memanggilnya dengan mengunakan kata Tilkuma (تِلْكَما ), merupakan kata tunjuk yang mempunyai arti itu dan digunakan jika bendanya jauh, karena pada saat itu Nabi Adam telah jauh dari Allah karena melanggar larangan Allah.

Demikian pula halnya, ketika seseorang melanggar larangan Allah, maka pada saat itu pula Allah swt akan menjauh darinya, Allah jauh dari orang-orang yang ingkar, sehingga aurat kita akan tersingkap. Kita menjadi wirang dan malu, dalam keadaan berdosa.

Sebab itu, shaum  Ramadhan yang telah kita jalankan selama satu bulan penuh hendaknya mampu kembali menambal kesalahan-kesalahan kita selama sebelas bulan sebelumnya. Sehingga pada akhirnya taqwa ini akan berfungsi sebagai pakaian yang menutupi dosa dan kesalahan, aurat kita akan kembali tertutupi dengan pakaian taqwa.

Pakaian taqwa tak hanya menutupi dosa-dosa yang dilakukan tetapi juga mengantarkan pemakainya pada kecintaan Allah Swt.

Sebagaimana Adam dan istrinya menyadari dirinya telah berlaku zalim, maka Adam kembali mendekat kepada Allah dengan bertaubat, menyesali akan perbuatannya.

 قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

Artinya: Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri; dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al- A’raf: 23).

Jamaah Jumat rahimakumullah

Dengan shaum Ramadhan, diharapkan kita lebih mampu mengendalikan keinginan dan hawa nafsu sesuai kehendak Allah, dapat mengembangkan jiwa sosial menjadi lebih peduli, simpati dan empati terhadap sesama. Dengan berlalunya shaum Ramadhan, semoga memberi pengaruh yang positif dalam kehidupan, benar-benar mampu meningkatkan ketakwaan kita guna meraih pahala yang besar dan mencapai derajat mukmin yang bertaqwa, sebagaimana tujuan puasa itu…

لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ, اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمِّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ؛ عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجمع كلمتهم عَلَى الحق، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظالمين، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعَبادك أجمعين
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللهِ :
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

(A/P2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)