Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur
Khutbah Jumat kali ini berjudul: Hijrah dalam Perjuangan Pembebasan Al-Aqsa dan Palestina
Khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu menetapkan Muharram sebagai bulan pertama dalam kalender hijriyah karena kedudukannya yang istimewa dalam syariat Islam. Bulan ini merupakan salah satu dari empat bulan haram, sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas.
Sejarawan Muslim abad ke-9 H, Taqiyuddin Al-Maqrizi menjelaskan pemilihan Muharram mencerminkan keteraturan dalam syariat. Kalender Islam tidak sekadar sebagai alat penunjuk waktu, tetapi juga sarana untuk memperkuat ibadah dan penghayatan keimanan.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Semangat Hijrah Menuju Kebangkitan Umat dan Pembebasan Al-Aqsa
Muharram dianggap paling pantas mengawali bulan karena umat Islam baru saja selesai melaksanakan haji pada bulan sebelumnya, yakni Dhulhijjah.
Khutbah selengkapnya silakan simak berikut ini:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Khutbah ke-1:
Baca Juga: Khutbah Jumat: Hijrah dan Peradaban
إنَّ الـحَمْدَ لِلّٰهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه، اللّٰهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الْقِيَامَة، مَاشَاءَ اللَّهُ كَانَ، وَمَالَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ، لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللّٰهِ العَلِيِّ الْعَظِيْمِ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أيُّهَا الإِخْوَة أوْصُيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ : أَعُوذُ بِاللَّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَقَالَ الَنَّبِيُ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللّٰهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
Segala puji dan syukur marilah senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah memberikan kepada kita nikmat iman dan Islam. Keduanya merupakan nikmat terbesar yang dikaruniakan kepada hamba-hamba-Nya.
Maka, marilah kita pegang teguh keduanya, selalu berada dalam keadaan iman dan Islam hingga akhir hayat, sebagai hasil pemeliharaan dan peningkatan takwa kita.
Dalam momentum Muharam ini, kiranya kita mampu mengambil pelajaran dan hikmah, agar menjadi pribadi lebih baik sehingga mampu membangun masyarakat Al-Jama’ah sesuai dengan contoh Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyambut Tahun Baru 1447 Hijriyah untuk Pembebasan Al-Aqsa
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Pada kesempatan khutbah ini, marilah kita merenungkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an surah At-Taubah [9] ayat ke-36, yang berbunyi:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (التوبة [٩]: ٣٦)
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu dan perangilah kaum musyrik itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kalian semuanya; dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
Baca Juga: Khutbah Jumat: Muhasabah Akhir Tahun, Evaluasi Diri dan Perjuangan
Dalam tafsir Departemen Agama RI dijelaskan bahwa Allah Ta’ala telah menetapkan jumlah bulan berjumlah 12 sejak langit dan bumi diciptakan.
Bulan yang dimaksud di sini ialah bulan Qamariah, karena dengannya digunakan sebagai pedoman dalam ibadah-ibadah, seperti: haji, puasa, masa ‘iddah wanita, masa menyusui, dan lainnya.
Di antara bulan-bulan itu ada empat bulan yang ditetapkan sebagai bulan haram yaitu bulan Dzulqa’dah, Dzulhijah, Muharam dan Rajab. Keempat bulan itu harus dihormati dan dimuliakan yaitu dengan tidak melakukan peperangan, pembunuhan dan dosa-dosa yang lain.
Ketetapan penghormatan itu telah berlaku pula dalam syariat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail Alaihima Salam sampai kepada syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Haji Mabrur
Di antara sunnah yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada bulan Muharram adalah dengan menganjurkan umatnya berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharam). Hal itu disebutkan dalam hadits dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma:
حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ.” (رواه مسلم)
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan umatnya untuk berpuasa pada hari As-Syura (10 Muharam), para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari itu diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.” Maka Rasulullah bersabda: “Jika tahun depan aku masih hidup, insya Allah kita akan berpuasa juga pada hari kesembilan.” (HR. Muslim)
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Baca Juga: Khutbah Jumat: Meneladani Keluarga Nabi Ibrahim AS
Nama-nama bulan dalam kalender Hijriyah yang digunakan oleh umat Islam hingga kini sesungguhnya berasal dari tradisi Arab Jahiliyah sebelum datangnya Islam.
Bulan pertama Muharram (yang dihormati), Shafar (kosong). Rabi‘ul Awal dan Rabi‘ul Akhir (musim semi pertama dan kedua) Jumadil Awal dan Jumadil Akhir (musim kering pertama dan kedua). Rajab (yang mulia), Sya‘ban (berkelompok) Ramadhan (membakar) Syawal (kembali) Dzulqa‘dah (istirahat) dan Dzulhijjah (pemilik haji).
Islam tidak mengubah nama-nama tersebut, melainkan mengadopsinya dan memberikan makna baru yang selaras dengan nilai-nila syariat.
Penamaan bulan-bulan tersebut tetap dipertahankan karena secara substansi tidak bertentangan dengan prinsip tauhid, tidak mengandung unsur kesyirikan, dan tidak membawa dampak negatif terhadap akidah maupun ibadah.
Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Balajar dari Kedermawanan dan Pengorbanan Keluarga Nabi Ibrahim AS
Islam mempertahankannya sebagai bentuk penghargaan terhadap tradisi yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid dan syariat Islam.
Penerimaan Islam terhadap tradisi yang telah berlaku di tengah masyarakat menunjukkan fleksibilitas agama ini dalam merangkul budaya selama tidak melanggar nilai-nilai fundamental Islam.
Dengan demikian, nama-nama bulan Hijriyah menjadi simbol harmoni antara tradisi dan ajaran syariat Islam yang universal.
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Napak Tilas Dua Uswah Hasanah
Sejarawan Muslim abad ke-9 H, Taqiyuddin Al-Maqrizi menjelaskan, bahwa kalender Islam tidak sekadar sebagai alat penunjuk waktu, tetapi juga sarana untuk memperkuat ibadah dan penghayatan keimanan. Muharram dianggap paling pantas mengawali bulan karena umat Islam baru saja selesai melaksanakan haji pada bulan sebelumnya, yakni Dhulhijjah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْۙ ٧وَاِلٰى رَبِّكَ فَارْغَبْࣖ ٨ (الإنَشْرَحْ [٩٤]: ٧ــ٨)
“Apabila engkau telah selesai (dengan suatu kebajikan), teruslah bekerja keras (untuk kebajikan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmu berharaplah!” (QS Al-Insyirah [94]: 7-8)
Baca Juga: Khutbah Idul Adha 1446 H: Pengorbanan untuk Pembebasan Al-Aqsa dan Kemerdekaan Palestina
Penetapan Muharram sebagai awal tahun Hijriyah menjadi bukti kebijaksanaan para sahabat Nabi ﷺ dalam menetapkan aturan berdasarkan kebutuhan umat, dengan tetap menjaga nilai-nilai spiritualitas Islam.
Hal itu menunjukkan bahwa Islam tidak hanya memperhatikan aspek ritual, tetapi juga memberikan panduan dalam pengelolaan kehidupan secara teratur dan bermakna.
Dalam konteks perjuangan umat saat ini, makna hijrah hendaknya mampu membangkitkan semangat bagi umat Islam untuk lebih bersemangat lagi dalam dakwah dan perjuangan.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah menekankan, hijrah juga merupakan pelajaran tentang solidaritas dan persaudaraan. Kaum Muhajirin dan Anshar menunjukkan betapa iman mampu melampaui sekat-sekat kesukuan dan budaya.
Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Haji, Qurban dan Kesalehan Sosial dalam Semangat Ukhuwah Islamiyah
Persaudaraan umat menekankan pentingnya sinergi, persatuan dan kerja sama dalam memperjuangkan cita-cita yang luhur, menegakkan keadilan dan menghapuskan penindasan dan penjajahan.
Umat Islam harus bersatu melawan segala bentuk penjajahan dan penindasan, terutama di wilayah yang menjadi tempat mulia umat Islam, yaitu Baitul Maqdis.
Menurut guru besar studi Baitul Maqdis, Prof El-Awaisi, perjuangan (jihad) pembebasan Baitul Maqdis melalui tiga tahap yaitu: jihad afkari (pemikiran), jihad siyasi (strategi) dan jihad asykari (kekuatan fisik).
Di antara hijrah dalam perjuangan pembebasan Al-Aqsa dan Palestina saat ini dapat diwujudkan melalui langkah konkret seperti memboikot produk-produk yang mendukung penjajahan Zionis-Israel.
Boikot adalah bentuk jihad modern modern yang memungkinkan setiap Muslim di berbagai penjuru dunia berperan langsung dalam menghentikan aliran dana yang menguatkan musuh-musuh Islam.
Boikot bukan sekadar tindakan memilih produk, melainkan wujud solidaritas yang mendalam, seruan nurani untuk kemanusiaan, dan aksi nyata untuk memutus keterlibatan dalam rantai pendanaan untuk penindasan dan penjajahan.
Hijrah berupa boikot ekonomi ini mencerminkan kesungguhan untuk meninggalkan zona kenyamanan demi sebuah perjuangan, bukan sekadar urusan bisnis, tetapi pembelaan dan perjuangan melawan kedzaliman.
Mari kita maknai hijrah kita pada tahun ini dengan semangat perjuangan, menjadi bagian dari upaya membela kaum yang terjajah, berdiri dalam shof bersama orang-orang yang menegakkan kebenaran, memperjuangkan keadilan, dan membangun kehidupan yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَٰذَا وَأَسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ . اِنَّهٗ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيْمِ.
Khutbah ke-2
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ اَمَرَنَا بِلُزُوْمِ اْلجَمَاعَةِ، وَنَهَانَا عَنِ اْلاِخْتِلَافِ وَالتَفَرُّقَةِ، وَاْلصَّلَاةُ وَالسَّلآ مُ عَلٰى نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، وَعَلٰى اٰلِهِ وَاَصْحَا بِهِ هُدَاةِ اْلاُمَّةِ، أَمَّا بَعْدُ. فَيَآيُّهَا اْلمُسْلِمُوْنَ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ، وَقَالَ اللهُ تَعاَلَى أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم ،إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اَللّٰهُمَّ احْيِى الْمُسْلِمِيْنَ وَاِمَامَهُمْ بِجَمَاعَةِ الْمُسْلِمِيْنَ اَيْ حِزْبِ اللّٰهِ حَيَاةً كَامِلَةً طَيِّبَةً وَارْزُقْهُمْ قُوَّةً غَالِبَةً عَلَى كُلِّ بَاطِلٍ وَظَالِمٍ وَفَاحِشٍ وَمُنْكَرٍ يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ . اللّٰهُمَّ انْصُرْ اِخْوَانَنَآ المُجَا هِدِيْنَ فِى فِلِسْطِيْنِ وَفِى كُلِّ مَكَانٍ .اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ آْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَاهَذَا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً، يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ- وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
Mi’raj News Agency (MINA)