Oleh: Ali Farkhan Tsani, Da’i Pesantren Al-Fatah, Redaktur Senior Kantor Berita MINA
اَلْحَمْدُ لِلّهِ، اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ هَدَانَا صِرَاطَهُ الْمُسْتَقِيْمَ، صِرَاطَ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَالصِّدِيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُوْلٓـئِكَ رَفِيْقاً. أشْهَدُ أنْ لاَ إِلٰه إلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
فَيَا عِبَادَ اللّٰه أوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَا نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقوَى، قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى فِي الْقُرْاءَنِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَيْطَانِ الرَّجِيْمِ
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menggapai Syahid di Jalan Allah Ta’ala
وَقَالَ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Hadirin rahimakumullaah
Marilah kita selalu memotivasi diri untuk untuk meraih gelar takwa sebagai puncak dari nilai-nilai kemanusiaan. Karena dengan ketakwaan yang terus-menerus kita bangun dalam diri kita, dalam keluarga kita, di lingkungan kita, dalam komunitas masyarakat dan bangsa kita, maka, insya-Allah akan menumbuhkan kesejahteraan dan keberkahan hidup yang senantiasa didambakan manusia dan alam semesta.
Ini seperti Allah sebutkan di dalam ayat-Nya:
Baca Juga: Khutbah Jumat: Mempersiapkan Generasi Pembebas Masjid Al-Aqsa
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS Al-A’raf [7]: 96)
Sebaliknya, manakala segolongan manusia jauh dari takwa kepada Tuhan semesta alam, jauh dari syariat Islam. Bahkan sebaliknya, malah bergelimang dengan dosa dan kemaksiatan, hidup menggunakan system yang tidak sesuai dengan Al-Quran, berusaha ingin mencari kebebasan. Namun yang didapat justru semakin sempitnya penghidupan dan semakin gelap gulitanya dari bimbingan. Ingatlah bagaimana Allah memberikan kita teguran:
ومنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
Artinya: “Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS Thaha [20]: 123-124).
Hadirin yang Berbahgia
Baca Juga: Khutbah Jumat: Jalan Mendaki Menuju Ridha Ilahi
Saat ini kita menyaksikan, melihat atau bahkan merasakan, betapa kerusakan demi kerusakan ada di mana-mana. Kerusakan moral atau akhlak menjadi liberal, kerusakan ekonomi kapitalisme yang penuh dengan ribawi, kerusakan pendidikan yang berorientasi duniawi semata, kerusakan media yang berisi kebanyakan acara-acara yang cenderung membuka aurat, hiburan yang melalaikan. Hingga berbagai tindak kriminalitas, narkoba, pergaulan bebas, dan kerusakan alam akibat penggunaan zat-zat berbahaya.
Ini merupakan bukti nyata, bahwa sistem dan aturan yang diciptakan manusia, apalagi yang jauh dari agama, tidaklah akan dapat membuat kesejahteraan dan kedamaian nyata. Apalagi mampu menciptakan peradaban manusia yang sesungguhnya.
Di sinilah diperlukannya solusi terbaik untuk menata peradaban manusia, bangsa dan dunia pada umumnya, serta konsolidasi kaum Muslimin pada khususnya.
Solusi paling pokok menjadikan syariat Islam yang penuh rahmat sebagai landasan, visi dan misi utama dalam segala bentuk kehidupan.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis
Allah mengatakan di dalam ayat:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ
Artinya: “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiyaa’ [21]: 107).
Pada ayat lain disebutkan:
شَرَعَ لَكُمْ مِنْ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَ تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِيإِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ
Artinya: “Dia (Allah) telah mensyari’atkan bagi kamu tentang Ad-Dien, apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami (Allah) wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu: “Tegakkanlah Ad-Dien dan janganlah kamu berpecah-belah tentangnya.” Berat bagi musyrikin menerima apa yang engkau serukan kepada mereka itu. Allah menarik kepada Ad-Dien itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (Ad-Dien)-Nya orang yang kembali kepada-Nya.” (Q.S. Asy-Syura/42 : 13).
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memberantas Miras Menurut Syariat Islam
Kaum Muslimin wal Muslimat rahimakumullah
Selanjutnya, dengan ajaran yang rahmatan lil ‘alamin itulah, Islam mapu menata peradaban dunia dengan mempersatukan visi, misi, tujuan dan derap langkah kaum Muslimin seluruh dunia dalam satu atap Jama’ah Muslimin.
Karena itu, sesuai sifatnya, wadah bersatunya kaum Muslimin itu pun bersifat rahmatan lil ‘alamin, melewati batas-batas regional politik, di bawah naungan Al-Quran dan As-Sunnah.
Ini pulalah yang menjadi jawaban Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam atas problematika dari segala keburukan yang ada, di tengah keburukan yang menyelimuti kebaikan, di tengah hiruk pikuk ajakan-ajakan jahiliyah, di tengah suasana saling berlawanan. Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin dalam sabdanya:
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyongsong Bulan Solidaritas Palestina
تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ
Artinya: “Tetaplah engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka!” (HR Bukhari dan Muslim dari Hudzaifah bin Yaman).
Menegakkan masyarakat Al-Jama’ah, inilah risalah para Nabi dan Rasul utusan Allah kepada manusia.
Tentang syariat Al-Jama’ah, kehidupan berjama’ah, ini adalah kewajiban yang tidak boleh dikesampingkan sama sekali, dalam keadaan apapun dan bagaimanapun juga. Umat Islam tidak boleh meremehkan syari’at Jama’ah Muslimin. Walaupun mungkin pada suatu saat dan di suatu tempat ada kondisi yang kurang memungkinkan.
Tetap tetapi harus ada orang-orang yang menyuarakan untuk mengingatkan orang-orang yang lupa dan tidur. Meski mungkin banyak juga orang yang menolaknya. Namun harus ada orang yang memberi peringatan.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Berhati-hati dalam Menyebarkan Informasi
Begitulah dahulu pun, kaum Muslimin selalu hidup dalam Jama’ah Muslimin yang kuat. Baik ketika hidup tertindas di Makkah maupun ketika sudah memiliki tempat di Madinah, bersama Nabi. Saat terjadi gangguan dan penindasan dari bermacam aspek hingga pengusiran karena mempertahankan kalimah syahadah. Padahal waktu itu berpencar-pencar tempat tinggal para sahabat. Yang masing-masing mendapatkan siksaan sesuai dengan kondisi masing-masing. Tapi walaupun berpencaran dari sisi tempat, jiwa mereka saling bertemu dan merapat, berjama’ah dengan kuat di bawah satu imaamnya, satu pimpinannya, baik dalam urusan dunia maupun akhirat.
Demikian pula saat tipu daya tiga musuh Islam di Madinah, yaitu muslihat yahudi, pengkhianatan kaum nashara dan keraguan munafiqin. Sementara saat di Mekkah hanya satu musuh saja, yaitu kafirin. Namun justru dengan semakin banyaknya musuh yang bersekutu, umat Islam kala itu tidak menjadi lemah apalagi putus asa terhadap rahmat dan pertolongan Allah. Justru Muslimin pada saat itu harus semakin kuat dibandingkan saat seperti di Makkah.
Kekuatan aqidah iman kepada Allah inilah yang kelak dapat melemahkan musuh-musuh Islam. Didukung dengan wujud akhlaqul karimah dan ilmu pengetahuan. Bukan dengan perilaku teror mencekam. Sebab Islam tidak mengenal ajaran terorisme, seperti yang dituduhkan Barat pada umumnya.
Justru orang-orang kafirlah yang melakukan aksi teror, mengancam jiwa kaum Muslimin dan rakyat tertindas, sama seperti kala di Mekkah. Seperti yang saat ini terjadi di Palestina, Rohingnya, dan sebagainya.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memperkuat Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina
Kekuatan aqidah dengan semakin teguh memegang tali Allah seraya berjama’ah, sebagai bentuk realisasi satu-kesatuan yang kuat. Dengan kesatuan yang penuh rahmat dan kasih sayang itulah, mampu menanungi ummat Islam dan nonmuslim serta manusia manapun dari berbagai gangguan yang mengancam hak hidup dan ibadahnya.
Karena itulah, maka kewajiban mengamalkan syari’at Jama’ah Muslimin, persatan dan kesatuan umat Islam, bukanlah masalah sampingan. Tapi itu masalah penting lagi mutlak.
Bukan pemikiran filsafat atau khayalan. Tapi Jama’ah Muslimin adalah risalah samawiyah yang nyata, pesan dari langit, yang pernah diwujudkan oleh para sahabat bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mereka berhasil menjayakan Islam dan Muslimin serta menaungi nonmuslim lainnya. Jadi satunya Jama’ah Muslimin ini adalah suatu kedudukan yang sangat besar lagi tinggi.
Sebaliknya, jika syari’at Jama’ah Muslimin tidak diamalkan, maka akan lepaslah ikatan Islam satu per satu, lemahlah kekuatan umat Islam serta hilang kehormatan umat Islam, berpecah belah dan akhirnya terombang-ambing bagai buih lautan. Seperti kondisi sebagian besar yang menimpa umat Islam saat ini.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Umat Unggul dengan Al-Qur’an
Kaum Muslimin yang berbahagia
Ajakan kepada kesatuan umat, inilah sunnah para Nabi dan Rasul utusan Allah yang diturunkan Allah ke permukaan bumi ini. Tidak ada satupun para Nabi dan Rasul kecuali mengajak pada Jama’ah Muslimin di samping ajakan kepada aqidah tauhidullah.
Demikian dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin al-Mahdiyyin sebagai Khilafah ‘alaa minhaajin nubuwwah. Kesatuan ummat Islam yang terpimpin ini terus berlanjut walau telah bergeser ke sistem Mulkan, pada Dinasti Umayyah hingga Abbasiyah. Dan terakhir runtuhnya Turki Utsmaniyyah. Hingga akhirnya umat Islam di negeri-negeri Muslim terpecah-belah, ke dalam nation, atau negara-negara politik.
Juga terkotak-kotak ke dalam berbagai golongan yang mengikuti hawa nafsu alias tafarruq. Perbedaan pandangan boleh saja ada, dengan berbagai dasar dalilnya. Namun tidak dengan hawa nafsu apalagi saling menyesatkan. Perbedaan pada tataran ijtihadiyah adalah keniscayaan dan ini bukan tafarruq yang sesat. Jika perbedaan diwarnai nafsu, merasa diri yang paling benar, maka itulah perilaku orang-orang yang menyekutukan Allah.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Makan yang Halal dan Thayib
Allah telah mengingatkan kita:
مُنِيبِينَ إِلَيۡهِ وَٱتَّقُوهُ وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَلَا تَكُونُواْ مِنَ ٱلۡمُشۡرِڪِينَ (٣١) مِنَ ٱلَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَهُمۡ وَڪَانُواْ شِيَعً۬اۖ كُلُّ حِزۡبِۭ بِمَا لَدَيۡہِمۡ فَرِحُونَ (٣٢)
Artinya: ”Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”. (QS Ar-Ruum [30]: 31-32).
Pada hadits lain disebutkan:
عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ …مَنْ أَرَادَ بُحْبُوحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ
Artinya: “Wajib atas kalian dengan al-jama’ah dan larangan atas firqah… Barangsiapa ingin menetap di syurga, maka tetapilah al-jama’ah”.
Hadirin yang berbahagia
Selanjutnya ada peringatan keras dari Allah bagi kaum Muslimin jika tidak bersatu dalam satu Jama’ah Muslimin. Sebab, orang-orang kafir justru sedang kuat-menguatkan hendak menghancurkan Islam dan Muslimin.
وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بَعۡضُہُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٍۚ إِلَّا تَفۡعَلُوهُ تَكُن فِتۡنَةٌ۬ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَفَسَادٌ۬ ڪَبِيرٌ۬
Artinya: “Adapun orang-orang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kalian (kaum Muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu (bersatu), niscaya akan terjadi fitnah(kekacauan) di muka bumi dan kerusakan yang besar” (QS Al-Anfal [8]: 73).
Oleh karena itu, janganlah kita bersekutu dan bergabung dengan musuh-musuh Allah itu, karena mereka jelas hendak menghancurkan Muslimin. Bagaimana musuh-musuh Allah itu berusaha merusak citra rahmat Islam.
Justru umat Islam agar semakin konsisten melaksanakan pertintah Allah dan Rasul-Nya, kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah serta semakin menjalin persatuan umat Islam. Dengan tetap bersabar, menguatkan kesabaran dan tetap bersiap siaga dan bertakwa.
Oleh karena itu, jama’ah kaum muslimin yang berbahagia.
Menjadi kewajiban kita orang-orang yang telah dicelup Islam untuk berjihad menegakkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Syariat Islam tentu dalam arti seluas-luasnya, mulai dari memperhatikan shalat berjama’ah, itupun syariat Islam. Menegakkan shalat Tahajud, itu juga bagian dari syariat Islam. Mengajak kaum Muslimah keluarga kita berjilbab, belajar Al-Quran, berakhlak mulia, semua itu juga syariat Islam.
Kemudian kita dakwahkan seluas-luasnya pada era informasi global saat ini melalui media sosial yang ada.
Melalui jihad fi sabilillah dengan jiwa dan harta inilah, kita dapat mengangkat Islam sebagai agama yang mulia dan tiada yang melebihinya, ya’lu walaa yula ‘alaihi. Terlebih prioritas jihad yakni pembebasan Masjid Al-Aqsha, kiblat pertama umat Islam, negeri penuh berkah, tempat singgah Isra dan Mi’raj Rasulullah shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Pembebasan Al-Aqsha bergantung kepada perjuangan dan usaha umat Muslim, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu sendiri yang akan mengubahnya. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam harus terus berusaha untuk membebaskan Al-Aqsha.
Semoga Allah meridhai kita semuanya. Aamiin. (A/RS2/P1)
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Mi’raj News Agency (MINA)