Khutbah Jumat : Istiqamah di Jalan Yang Lurus

Oleh : , Da’i Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jabar; Redaktur Senior MINA (Mi’raj News Agency)

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

 اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ،

يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ

Hadirin Sidang Jumat yang dimuliakan Allah

Alhamdulillah, bahwa segala puji hanyalah milik Allah Robbul ‘alamin, Tuhan semesta alam. Alhamdulillah merupakan kalimat pujian kepada Allah, karena hanya Allah yang memiliki semua sifat kesempurnaan, dan hanya Allah pula yang telah memberikan berbagai kenikmatan kepada kita semua. Baik kenikmatan lahir maupun batin, baik bersifat keagamaan maupun keduniawian.

Imam Ibnu Jarir menjelaskan bahwa alhamdulillah, merupakan syukur yang ikhlas hanya kepada Allah tidak kepada selain-Nya dari makhluk-Nya. Syukur itu karena nikmat-Nya yang diberikan kepada hamba dan makhluk-Nya yang tidak dapat dihitung dan tidak terbatas. Karena itulah maka pujian itu sejak awal hingga akhirnya tetap pada Allah semata-mata.

Di dalam sebuah hadits dikatakan :

اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كُلُّهُ وَلَكَ الْمُلْكُ كُلُّهُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ كُلُّهُ إِلَيْكَ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ

Artinya : “Ya Allah bagi-Mu segala puji semuanya, dan bagi-Mu kerajaan semuanya dan di tangan-Mu kebaikan semuanya, dan kepada-Mu kembali segala urusan semuanya”. (HR Ahmad dari Hudzaifah bin Al-Yaman Radhiyallahu ‘Anhu).

Selanjutnya, khatib senantiasa menyampaikan wasiat takwa sebagaimana firman-Nya :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS Ali Imran/3: 102).

Ayat ini menyerukan kepada orang-orang beriman agar bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dengan memenuhi segala kewajiban takwa. Takwa dalam arti secara umum :

امْتِثَالُ أَوَامِرِ اللهِ وَاجْتِنَابُ نَوَاهِيْهِ

Artinya: “Yakni melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya”.

Ibnu Murdawaih meriwayatkan hadits dari jalur Abdullah bin Mas’ud yang menyebutkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membaca firman Allah: “bertakwalah kalian kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya” (Ali Imran: 102). Lalu beliau bersabda tentang takwa yaitu :

أنْ يُطاعَ فَلا يُعْصى، ويُذْكَرَ فَلا يُنْسى، ويُشْكَرَ فَلا يُكْفَرَ

Artinya: “Allah itu untuk dipatuhi dan tidak untuk dilanggar, untuk diingat dan tidak untuk dilupakan, untuk disyukuri dan tidak untuk diingkari”.

Hal ini menunjukkan, bukti ketakwaan kepada Allah adalah menaati Allah dengan tidak mendurhakai-Nya, mengingat Allah dengan tidak melupakan-Nya, serta mensyukuri nikmat Allah dengan tidak mengingkarinya, sampai batas akhir kemampuan, sampai mati menghadap Allah dalam keadaan Muslim, berserah diri kepada Allah dengan tetap memeluk agama yang diridhai-Nya yaitu agama Islam.

Karena tidak seorang pun mengetahui kapan datangnya kematian, maka kita sebagai orang beriman harus terus berusaha sekuat tenaga untuk selalu berada di jalan Allah. Allah menyebutkan:

فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوْا وَاَطِيْعُوْا وَاَنْفِقُوْا خَيْرًا لِّاَنْفُسِكُمْۗ وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Artinya: “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barang-siapa dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS At-Taghabun/64: 16).

Hadirin rahimakumullah

Dalam menjalani kehidupan menjaga takwa, meraih ridha dan ampunan Allah, maka diperlukan apa yang disebut dengan . Istiqamah di jalan Allah ialah senantiasa mengikuti jalan lurus yang diridhai Allah.

Kita di dalam shalat selalu memohon agar senantiasa diberi keistiqamahan di jalan yang lurus itu, yakni ucapan dalam Surat Al-Fatihah, “Ihdinash shiraatal mustaqiim”. (Tunjukilah kami jalan yang lurus).

Pengertian istiqamah di dalam Ensiklopedi Islam diartikan sebagai upaya seseorang untuk teguh mengikuti jalan lurus, yakni agama Islam, yang telah ditunjukan Allah pada hamba-Nya.

Imam Al-Ghazali menjelaskan istilah istiqamah adalah berpendirian kuat atau kukuh, berketetapan hati, tekun dan terus-menerus menigkatkan usaha untuk mencapai cita-cita.

Islam mengajarkan agar setiap pemeluknya memiliki sifat istiqamah dalam menjalankan syariat Allah, istiqamah dalam ibadah, supaya tidak terombang-ambing dalam hidup.

Istiqamah mengandung makna teguh pendirian (tsabat) dalam iman, serta ikhlas dalam amal dan menunaikan seluruh hal yang menjadi kewajibannya.

Istiqamah juga bermakna senantiasa mentauhidkan Allah, beriman kepada-Nya, berusaha semaksimal mungkin tidak menyimpang dari tauhidullah.

Allah menyatakan di dalam ayat:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا۟ رَبُّنَا اللّٰـهُ ثُمَّ اسْتَقٰمُوا۟ تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلٰٓئِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَبْشِرُوا۟ بِالْجَنَّةِ الَّتِى كُنتُمْ تُوعَدُونَ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan (istiqamah) pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS Fushshilat /41: 30).

Pada ayat lain dikatakan :

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ – أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak ada rasa khawatir pada mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati. Mereka itulah para penghuni surga, mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan”. (QS Al-Ahqaf/46: 13-14)

Hadirin yang dimuliakan Allah

Istiqamah inilah yang ditanyakan oleh sahabat Abu Amrah:

قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِيْ فِي الإِسْلامِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدَاً غَيْرَكَ؟ قَالَ: “قُلْ آمَنْتُ باللهِ ثُمَّ استَقِمْ”

Artinya: “Aku berkata: Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku suatu perkataan dalam Islam yang aku tidak perlu bertanya tentangnya kepada seorang pun selainmu.” Beliau bersabda, “Katakanlah: aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah.” (HR Muslim).

Dari ucapan Rasulullah tersebut, diajarkan bagaimana sikap istiqamah Rasulullah. Bagaimana Rasulullah melalui berbagai peristiwa berupa intimidasi, gertakan, rayuan, cobaan, usiran bahkan rencana pembunuhan, tapi beliau tetap teguh dan tegar atas keyakinannya.

Sikap istiqamah yang dimiliki oleh Rasulallah secara jelas tercermin ketika kepadanya ditawarkan “kalau engkau menginginkan harta benda yang berlimpah ruah, gadis yang cantik jelita dan kedudukan yang tinggi, kami akan menyediakannya untukmu, asalkan engkau menghentikan dakwahmu terhadap kaum kami.” Rasulallah menjawab, ”Sekalipun matahari kalian letakan di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan berhenti menyeru manusia kepada kebenaran ajaran Islam‟. (HR Ahmad).

Prof Buya Hamka menguraikan tentang istiqamah ini, bahwa di dalam hidup kita akan menemui banyak suka dan duka, yang benar dan yang salah, serta rasa puas dan kecewa. Karena situasi dan kondisi yang silih berganti itu kita dianjurkan oleh agama agar bersikap istiqamah, yakni tetap berpendirian di atas suatu keyakinan bahwa hidup ini bersumber dari Allah dan kita akan kembali kepada-Nya. Dengan demikian, kita akan mempunyai pegangan dalam menjalani kehidupan sehingga tidak goyah dalam menghadapi peristiwa apapun.

Hadirin rahimakumullah

Selanjutnya, agar kita senantiasa dapat istiqamah dalam kebaikan, dalam menjalankan syariat Allah, dan dalam menghadapi kehidupan yang fana ini, ada beberapa hal yang dapat kita kerjakan.

Pertama, luruskan niat ikhlas karena Allah.

Niat yang lurus, ikhlas dan jujur hanya mengharapkan ridha Allah. Sehingga kalau ada kendala-kendala teknis di lapangan, kita akan tetap beribadah dan berjuang. Sebab kita melaksanakan ibadah dan juang adalah karena Allah bukan karena materi atau manusia.

Allah mengingatkan kita di dalam ayat:

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ

Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam [menjalankan] agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS Al-Bayyinah [98]: 5).

Kedua, menghayati kembali hakikat kalimah syahadah.

Dua kalimat syahadat bukan hanya tanda sebagai seorang Muslim. Namun lebih dari itu, merupakan komitmen hamba Allah dalam menjalani hidup senantiasa tertuju pada kalimat thayyibah Laa ilaaha illallaah, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.

Makna hakikatnya adalah bahwa kita hidup, beramal, bekerja, mengajar, berjuang, berumah tangga, bertatangga, berbangsa dan bernegara, semua tiada lain kecuali karena Allah. Tidak ada yang dituju dan diharap kecuali hanya ridha Allah.

Sehingga, jika ada ujian melanda, godaan membujuk dan hambatan menghadang, kita tidak akan mundur satu inci pun dalam beribadah dan berjuang. Sebab kita berjuang karena Allah saja. Walaupun juga misalnya yang lain bermalas-malasan, dan hanya tinggal kita sendiri yang berjuang. Kita tetap maju, sebab kita berjuang bukan karena pimpinan atau teman. Tapi karena Allah. Itulah konsekwensi syahadat tauhid.

Kalimat Tauhid inilah ikatan terkuat seorang Muslim terhadap Tuhannya. Lalu, dalam keseharian mengikuti teladan Muhammad Rasulullah, utusan Allah, Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Ketiga, merutinkan bertadarus Al-Quran

Membaca Al-Quran, setiap hari secara rutin adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri pada Allah. Sehingga dengan kedekatan kepada Allah akan dapat membantu kita untuk lebih istiqamah beribadah dan berjuang di jalan Allah.

Sebab, Al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang bisa meneguhkan hati, menenteramkan jiwa, membasuh kegalauan dan obat bagi setiap Muslim. Maka dengan demikian kita tidak mudah tergoyahkan oleh hal-hal yang mampu merusak iman.

Keempat, bergaul dengan orang-orang shaleh

Manusia sangat dipengaruhi di mana ia berada dalam komunitasnya. Maka, di group-group media sosial, manusia akan berkumpul dengan teman-temannya yang sevisi, sejalan, sehobi, dan seterusnya.

Sahabat Umar bin Khattab mengatakan bahwa kelak pada Hari Kiamat setiap manusia akan dibangkitkan Allah bersama dengan komunitasnya, kelompok yang mereka akrabi, saat mereka hidup di dunia.

Oleh karena itu sebagai orang beriman kita harus selalu memperhatikan dengan komunitas atau majelis yang seperti apa kita bergabung. Karena walau sekedar sebagai teman pergaulan saja, semua akan memiliki konsekwensi yang sangat besar kelak di hari kiamat.

Dengan bergaul bersama orang-orang shaleh, sedikit banyak kita akan ketularan shaleh. Lama-lama menjadi kebiasaan, hingga akhirnya menjadi karakter atau akhlak sehari-hari.

Kelima, saling menasihati

Sebagai manusia semua kita pernah berbuat keliru, salah dan dosa. Bahkan berkali-kali. Maka, saling menasihati menjadi begitu berharga agar kita selalu berada di rel kebaikan. Saling menasihati dalam menjalankan kebenaran, saling menasihati dalam menjalani kesabaran dan saling menasihati dengan kasih sayang.

Keenam, senantiasa berdoa kepada Allah

Doa sangat penting untuk meneguhkan keistiqamahan kita. Sebab kita manusia tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allah.

Bagaimana kita mau memohon pertolongan, bimbingan dan kekuatan-Nya, jika kita tidak khusyu’ dalam berdoa dan berdzikir. Berdoa seolah tidak memerlukan, berdzikir seolah sambil lalu saja.

Di antara doa agar kita diberi keistiqamahan di antaranya:

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imran: 8).

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قلبي عَلَى دِينِكَ

Artinya: “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.” (HR At-Tirmidzi).

Semoga kita diberi keistiqamahan dalam beribadah dan berjuang di jalan Allah. Aamiin yaa robbal ‘aalamiin. (A/RS2/P1)

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ هُوَ السَمِيْعُ العَلِيْمُ

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.