Khutbah Jumat: Isyarat Kehancuran Bangsa Yahudi

Oleh:

 

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا  أَمَّا بَعْدُ

Dalam kesempatan yang mulia ini, saya mengajak kepada seluruh jamaah, marilah kita perbarui komitmen kita untuk tetap senantiasa berusaha dengan kesungguhan hati meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Taqwa dalam arti yang sesungguhnya, sebagaimana yang dijelaskan Abdullah bin Masud adalah senantiasa bersyukur atas nikmat Allah dan tidak mengkufuriNya, selalu mengingat Allah dengan tidak melupakanNya dan mentaati perintah-perintah Allah dengan tidak memaksiatiNya.

Dengan taqwa itu, Allah akan memberikan kita jalan keluar dari setiap problematika, serta dengan taqwa itu pula Allah akan berikan kita berbagai kemudahan dalam segala urtusan kita.

Selanjutnya, marilah kita renungkan Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah Al-Isra ayat 9 dan 10:

إِنَّ هَذَا الْقُرْءَانَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا. وَأَنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (الإسراء [١٧]: ٩  ــ ١٠)

Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar; dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih.” (Q.S. Al-Isra’ [17]: 9-10)

Dalam ayat yang lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا(الإسراء [١٧]: ١٦)

Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Q.S. Al-Isra’ [17]: 16).

Kedua ayat di atas terdapat dalam surah Al-Isra yang bagian awalnya menginformasikan peristiwa Isra, yaitu perjalanan malam Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa salam dari Masjidl Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Yerusalem.

Menurut Sayyid Quthb dalam “Fi Dzilalil Qur’an” menyatakan bahwa peristiwa Isra yang disebut dalam surah Al-Isra’ adalah mengabarkan tentang tumbangnya kejayaan Bani Israel.

Peristiwa Isra merupakan tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sebuah perjalanan yang menakjubkan dalam ukuran empirik manusia. Masjid Al-Aqsha yang menjadi ujung perjalanan adalah pusat tanah yang mulia (Al-Quds Asy-Syarif) yang merupakan kiblat pertama umat Islam sebelum dipindahkan ke Masjidil Haram (Baitullah).

Surat Al-Isra’ secara umum berisi tentang akhir perjalanan hidup dan kejayaan bangsa Yahudi, juga mengungkapkan hubungan langsung antara tumbangnya kejayaan suatu bangsa dengan maraknya kemaksiatan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Jika kita membaca surat Al-Isra’ dengan metode tafsir analitik, disimpulkan bahwa terdapat dua janji Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang kehancuran bangsa Yahudi;

Kehancuran Pertama:

فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولَاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلَالَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدً مَفْعُولًا (الإسراء [١٧]: ٥)

Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana.” (Q.S. Al-Isra’ [17]: 5)

Kemaksiatan yang paling besar ialah karena mereka menyembah berhala dan membunuhi para nabi. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mendatangkan Nebukadnezar ke Yerusalem lalu dihancurkanlah negeri itu dan “dia merajalela di kampung-kampung” dengan meruntuhkan dan meratakan dengan tanah seluruh bangunannya. Anak-anak dibunuh dan beribu-ribu tawanan dibawa ke Babilonia.

Kehancuran bangsa Yahudi ini terjadi 500 tahun sebelum Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam hijrah ke Madinah dan sebelum adanya Isra’ dan Mi’raj.

Kehancuran Kedua:

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا(الإسراء [١٧]: ٧)

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.” (Q.S. Al-Isra’ [17]: 7)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Inilah jaminan Allah Subhanahu wa Ta’ala  kepada bani Israel apabila mereka berbuat baik, maka kebaikan itu akan kembali kepada diri mereka sendiri dan apabila mereka berbuat jahat, maka kejahatan itu juga akan menimpa diri mereka sendiri.

Sebelumnya, pada ayat keenam, Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman:

ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا

Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar.” (Q.S. Al-Isra’ [17]: 6

Dalam konteks kekinian, menurut Muhammad Ar-Rasyid, ayat ke-6 ini dapat dipahami sebagai berikut:

  1. “Kemudian Kami berikan kepadamu giliran mengalahkan musuh.” Dengan berdirinya negara Israel tahun 1948, yaitu setelah mengalahkan musuh-musuhnya (pasukan Arab).
  2. “Membantu dengan harta kekayaan yang melimpah.” Berupa bantuan dari Amerika dan donatur-donatur lainnya.
  3. “Memberikan anak laki-laki yang kuat.” Terbukti bahwa sejak kedatangan Israel ke Palestina, populasi penduduk lebih banyak laki-laki daripada perempuan.
  4. “Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar.” Terbukti pada perang tahun 1948 dan 1967, tentara Israel tiga kali lipat lebih banyak dibanding tentara Arab.

 

Akan tetapi, dengan anugerah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala  berikan itu, Orang Yahudi semakin sombong dan menunjukkan keangkuhannya dengan berbuat kedzaliman yang nyata. Hal itu tampak jelas pada serangan Israel kepada rakyat Palestina dalam perang “Saiful Quds” yang terjadi pad akhir Ramadhan 1442 lalu dan agresi-agresi sebelumnya yang dilancarkan ke Gaza, serta berbagai tindakan brutal mereka di Masjidil Aqsa.

 

Dari sini nampak bahwasannya kehancuran mereka sudah dekat. Dalam ananlisis sosial, beberapa indikasi memperkuat tanda tanda kehancuran yahudi tsb, antara lain:

  1. Sebagai negera penjajah, Israel jelas kehilangan kemampuan melakukan peleburan dengan bangsa lain di kawasan Timur Tengah.
  2. Israel mengalami ketimpangan demografi melawan pertumbuhan warga Arab.
  3. Dunia makin sadar tentang apa yang terjadi di Timur Tengah. Makin banyak negara yang mendukung perjuangan Palestina dan makin banyak yang anti Israel. Di Israel sendiri mulai muncul organisasi swasta yang anti Israel dan melawan penghancuran rumah warga Palestina dan pengungsian mereka.
  4. Menurunnya jumlah militer Israel sebab jumlah kelompok usia militer semakin tinggi.
  5. Israel mengalami masalah sosial dan politik yang krusial karena perpecahan dua partai besar, Kadima dan Likud terus berlanjut.
  6. Kaum terpelajar sekuler dari Barat eksodus kembali meninggalkan Israel sehingga yang tersisa hanya kelompok ekstrim dalam politik dan agama yang saling mengkafirkan dan menghabisi. Inilah yang digambarkan Allah:

بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ (الحشر [٥٩]: ١٤)

Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti.” (Q.S. Al-Hasyr [59]: 14)

Indikasi-indikasi di atas dipercayai oleh banyak pihak, bahkan oleh para pendukung Israel. Menurut laporan media, Henry Kissinger, mantan Menteri Luar Negeri AS yang berbangsa Yahudi setuju bahwa dalam waktu dekat Israel tidak akan ada lagi. The New York Post mengutip perkataan Kissinger: “Dalam 10 tahun tidak ada lagi Israel.”

Lenyapnya Negara Israel berarti terbebasnya Masjid Al-Aqsha dari penjajahan Bangsa Yahudi dan yang akan membebaskan Masjid Al-Aqsha adalah umat Islam sebagaimana sabda Rasulullah:

لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ (رواه البخاري)

Tidak akan terjadi Kiamat sehingga kaum Muslimin memerangi kaum Yahudi sampai Yahudi berlindung di balik batu dan pohon lalu batu dan pohon berbicara “Hai Muslim, hai hamba Allah, ini Yahudi di belakangku, kemari, bunuhlah dia,” kecuali Ghorqod sebab ia (Ghorqod) sungguh merupakan pohon Yahudi.” (H.R. Al-Bukhari).

Namun, lenyapnya Negara Israel (Zionis Yahudi) tidak boleh hanya ditunggu tetapi harus diperjuangkan dengan cara menjadikan Al-Quran sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Menjadikan Al-Quran sebagai petunjuk dan pedoman hidup berarti mengikuti Al-Quran dengan sebenarnya. Allah  berfirman:

الَّذِينَ ءَاتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (البقرة [٢]: ١٢١)

Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”(Q.S. Al-Baqarah [2]: 121)

Abdullah bin Mas’ud dan Abdullah bin Abbas berkata: “Mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, ”maksudnya adalah mengikuti Al-Quran dengan sebenar-benarnya, menghalalkan apa yang dihalalkan, dan mengharamkan apa yang diharamkan dan tidak menyelewengkan perkataan dari tempat yang semestinya serta tidak menakwilkannya dengan takwil yang bukan semestinya”.

بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

 

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Rudi Hendrik

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.