Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur
Judul Khutbah Jumat kali ini adalah Jiwa-jiwa yang tenang.
Dalam konteks saat ini, jiwa-jiwa yang tenang rasanya layak kita sematkan kepada mereka para syuhada yang gugur di bumi Palestina. Mereka adalah jiwa-jiwa yang kokoh, tak tergoyahkan oleh gempuran bom dan peluru.
Mereka tetap teguh meski rumah-rumah mereka hancur, meski keluarga mereka dilanda kelaparan, bahkan ketika para pemimpin dunia bersikap diam dan menutup mata atas penderitaan mereka.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Mensyukuri Karunia Umur
Mereka hidup dalam keyakinan yang tak retak oleh ketakutan. Bagi mereka, kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari kebahagiaan yang hakiki.
Khutbah selengkapnya silakan baca berikut ini:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Khutbah ke-1:
Baca Juga: Khutbah Jumat: Pendusta Agama
إنَّ الـحَمْدَ لِلّٰهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه، اللّٰهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الْقِيَامَة، مَاشَاءَ اللَّهُ كَانَ، وَمَالَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ، لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللّٰهِ العَلِيِّ الْعَظِيْمِ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أيُّهَا الإِخْوَة أوْصُيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ : أَعُوذُ بِاللَّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَقَالَ الَنَّبِيُ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللّٰهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
Marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas berbagai nikmat yang dikaruniakan kepada kita berupa kesehatan badan, kedamaian jiwa dan kesempatan untuk dapat beribadah kepada-Nya.
Seseorang yang sadar dengan kedudukannya sebagai hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala akan selalu mengisi hari-harinya dengan ibadah, menunaikan kewajiban-kewajiban dan menjauhi larangan-larangan, sebagai bukti keimanan dan ketaqwaannya.
Maka, melalui mimbar khutbah ini, khatib berwasiat kepada diri sendiri, keluarga dan juga kepada jamaah Jumat semua, mari kita terus berusaha memperbaiki diri dan terus berdoa, kiranya Allah Ta’ala menggolongkan kita menjadi hamba-hamba-Nya yang sejati.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Korelasi Mukmin Sejati dengan Pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Pada kesempatan khutbah Jumat ini, marilah kira merenungkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah Al-Fajr [89] ayat ke-27 hingga 30:
يَٰٓأَيَّتُهَا ٱلنَّفْسُ ٱلْمُطْمَئِنَّةُ (٢٧) ٱرْجِعِىٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً (٢٨) فَٱدْخُلِى فِى عِبَٰدِى (٢٩) وَٱدْخُلِى جَنَّتِى (٣٠) (الفجر [٨٩]: ٢٧ــ٣٠)
“Wahai jiwa yang tenang [27]. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya [28]. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku [29]. Masuklah ke dalam surga-Ku [30].” (QS. Al-Fajr [89]: 27-30)
Baca Juga: Khutbah Jumat: Yahudi, Bani Israil dan Ahli Kitab
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan ayat di atas, diriwayatkan dari Ibnu Abi Hatim, ayat di atas turun berkenaan dengan paman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasalam, yaitu Hamzah bin Abdul Muttalib yang gugur dalam Perang Uhud.
Allah Ta’ala menurunkan ayat tersebut sebagai tanda kebesaran-Nya atas jiwa yang tenang, yang dimiliki oleh Hamzah bin Abdul Muttalib.
An-nafsul muthma’innah adalah jiwa yang mantap dalam keimanan, tentram dalam mengingat Allah Ta’ala, tidak gelisah dalam ujian, tidak sombong dalam nikmat, dan selalu yakin bahwa apa yang datang dari Allah pasti baik adanya.
Jiwa yang tenang adalah hasil dari perjalanan panjang jihad ruhani, perjuangan yang penuh kesabaran, keteguhan dalam menghadapi berbagai cobaan. Ia tetap tegar dalam segala situasi, tidak silau dan goyah dengan gemerlapnya dunia, tidak runtuh oleh himpitan musibah. Inilah potret indah dari akhir perjalanan seorang hamba yang istiqamah, ketika kembali kepada Rabb-nya dalam keadaan ridha dan diridhai-Nya.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Hijrah dalam Perjuangan Pembebasan Al-Aqsa dan Palestina
Selanjutnya, Allah Ta’ala akan memasukkan mereka (An-nafsul muthma’innah) ke dalam surga-Nya bersama orang-orang shaleh lainnya. Itulah kemuliaan yang tidak ada tandingannya.
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Ayat di atas adalah perkataan yang diucapkan oleh para Malaikat kepada jiwa yang muthmainnah (tenang). Mereka yang membenarkan dan mengimani janji-janji Allah Ta’ala, baik berupa kabar gembira dan ancaman yang ada dalam kitab-Nya.
Dengan janji Allah Ta’ala tersebut, kemudian mereka beriman, perpegang teguh dengannya dan berusaha sekuat tenaga untuk menunaikannya.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Semangat Hijrah Menuju Kebangkitan Umat dan Pembebasan Al-Aqsa
Jiwa yang tenang itu akan kembali ke haribaan Rabbnya dengan hati ridha, karena mereka mendapat balasan berupa pahala yang sempurna dari Tuhannya.
Tentang jiwa yang tenang ini, Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, bahwasannya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
إِذَا حُضِرَ الْمُؤْمِنُ أَتَتْهُ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ بِحَرِيرَةٍ بَيْضَاءَ فَيَقُولُونَ: اخْرُجِي رَاضِيَةً مَرْضِيًّا عَنْكِ إِلَى رَوْحِ اللهِ ، وَرَيْحَانٍ ، وَرَبٍّ غَيْرِ غَضْبَانَ ، فَتَخْرُجُ كَأَطْيَبِ رِيحِ الْمِسْكِ ، حَتَّى أَنَّهُ لَيُنَاوِلُهُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا ، حَتَّى يَأْتُونَ بِهِ بَابَ السَّمَاءِ فَيَقُولُونَ : مَا أَطْيَبَ هَذِهِ الرِّيحَ الَّتِي جَاءَتْكُمْ مِنَ الأَرْضِ ، فَيَأْتُونَ بِهِ أَرْوَاحَ الْمُؤْمِنِينَ فَلَهُمْ أَشَدُّ فَرَحًا بِهِ (رواه النسائى)
“Sesungguhnya seorang Mukmin ketika akan meninggal dunia, datanglah para malaikat rahmat dengan membawa sutra putih dan mereka berkata, ‘Keluarlah dalam keadaan ridha dan diridhai menuju rahmat dan rezeki Allâh dan Rabbmu tidaklah murka. Kemudian keluarlah ruh tersebut seharum bau misk. Kemudian sebagian malaikat memindah-mindahkannya kepada sebagian yang lain, hingga membawanya menuju pintu langit dan mereka berkata, ‘Betapa wangi bau ini yang kalian bawa dari bumi.’ Kemudian mereka membawanya kepada ruh-ruh orang-orang beriman dan mereka sangat bahagia karenanya.” (HR An-Nasa’i)
Baca Juga: Khutbah Jumat: Hijrah dan Peradaban
Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata, “Apabila telah datang di hari kiamat, maka malaikat mengucapkan perkataan itu lagi kepada orang-orang beriman. Ketika itulah, mereka benar-benar kembali kepada Allah dan masuk surga.”
Jadi, ucapan para malaikat itu disampaikan ketika orang yang berjiwa tenang meninggal dunia, dan diucapkan kembali secara sempurna ketika berada di Hari Kebangkitan kelak.
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Dalam konteks saat ini, jiwa-jiwa yang tenang rasanya layak kita sematkan kepada mereka para syuhada yang gugur di bumi Palestina. Mereka adalah jiwa-jiwa yang kokoh, tak tergoyahkan oleh gempuran bom dan peluru.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyambut Tahun Baru 1447 Hijriyah untuk Pembebasan Al-Aqsa
Mereka tetap teguh meski rumah-rumah mereka hancur, meski keluarga mereka dilanda kelaparan, bahkan ketika para pemimpin dunia bersikap diam dan menutup mata atas penderitaan mereka.
Mereka hidup dalam keyakinan yang tak retak oleh ketakutan. Bagi mereka, kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari kebahagiaan yang hakiki.
Mereka yakin bahwa syahid di jalan perjuangan bukanlah sebuah kekalahan. Bagi orang beriman, hal itu sesungguhnya adalah sebuah kemenangan.
Saat dunia melihat mereka sebagai korban, orang beriman menyaksikan mereka sebagai pahlawan. Ketika dunia menganggap sebagai kehancuran dan kekalahan, kita justru menyaksikan para syuhada Palestina mendapatkan kemenangan.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Muhasabah Akhir Tahun, Evaluasi Diri dan Perjuangan
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Jiwa yang tenang adalah mereka yang mampu menerima dengan lapang dada setiap takdir dan ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala, ridha atas segala yang diberikan, sabar atas apa yang rasakan, dan yakin bahwa setiap keputusan-Nya pasti mengandung hikmah yang sempurna.
Seorang sufi wanita bernama Rabi’ah Al-Adawiyah memberi nasihat kepada siapa saja yang ingin mendapatkan jiwa yang tenang dan keridhaan Allah Ta’ala, dengan sebuah pertanyaan, “Jika Engkau menginginkan jiwamu tenang dan Allah ridha kepadamu, sudahkah Engkau ridha kepada-Nya?”
Ridha kepada Allah Ta’ala juga dapat menjadi obat hati, yang dapat menangkal segala penyakit hati, sekaligus dapat membuat hati menjadi lapang dan merasa qana’ah terhadap segala karunia dan pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Haji Mabrur
Dengan ridha itu, hidup seseorang menjadi tenang, damai, tenteram, jauh dari segala keresahan dan kegalauan. Ridha merupakan jalan seorang hamba yang dapat mengantarkannya kepada pendekatan diri (taqarrub) kepada Rabbnya.
Dengan ridha kepada Allah Ta’ala, seorang hamba dapat menghiasi dirinya dengan akhlak mulia, menjauhkan diri dari perbuatan tercela dan sia-sia, karena standar ridha kepada Allah Ta’ala menuntut seorang hamba untuk selalu taat dan bertaqwa kepada-Nya.
Oleh karena itu, ada tiga kategori ridha yang harus dimiliki seorang hamba:
Pertama, ridha bis-syar’illah, artinya ia menerima dan menjalankan syariat-syariat yang telah ditetapkan Allah Ta’ala, dan menjauhi larangan-larangan-Nya dengan ikhlas.
Kedua, ridha bi qadha’illah, berati menerima dengan lapang dada dan tidak membenci apa yang telah ditetapkan Allah Ta’ala kepadanya, termasuk segala ujian dan musibah yang menimpa dirinya.
Ketiga, ridha bi rizqillah berarti menerima dan merasa cukup terhadap rezeki yang dianugerahkan kepadanya, tidak rakus dan tidak serakah, tidak mengambil hak orang lain, juga tidak iri dengan kelebihan dan kepunyaan orang lain.
Semoga kita semua mampu memiliki jiwa yang tenang, ridha atas segala takdir dan ketentuan-Nya, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala pun meridhai kita, memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hamba-Nya, dan dimasukkan ke dalam surga-Nya. Aamiin Ya Rabbal Alamiin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَٰذَا وَأَسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ . اِنَّهٗ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيْمِ.
Khutbah ke-2
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ اَمَرَنَا بِلُزُوْمِ اْلجَمَاعَةِ، وَنَهَانَا عَنِ اْلاِخْتِلَافِ وَالتَفَرُّقَةِ، وَاْلصَّلَاةُ وَالسَّلآ مُ عَلٰى نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، وَعَلٰى اٰلِهِ وَاَصْحَا بِهِ هُدَاةِ اْلاُمَّةِ، أَمَّا بَعْدُ. فَيَآيُّهَا اْلمُسْلِمُوْنَ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ، وَقَالَ اللهُ تَعاَلَى أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم ،إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهpِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اَللّٰهُمَّ احْيِى الْمُسْلِمِيْنَ وَاِمَامَهُمْ بِجَمَاعَةِ الْمُسْلِمِيْنَ اَيْ حِزْبِ اللّٰهِ حَيَاةً كَامِلَةً طَيِّبَةً وَارْزُقْهُمْ قُوَّةً غَالِبَةً عَلَى كُلِّ بَاطِلٍ وَظَالِمٍ وَفَاحِشٍ وَمُنْكَرٍ يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ . اللّٰهُمَّ انْصُرْ اِخْوَانَنَآ المُجَا هِدِيْنَ فِى فِلِسْطِيْنِ وَفِى كُلِّ مَكَانٍ .اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ آْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَاهَذَا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً، يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ- وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
Mi’raj News Agency (MINA)