Khutbah Jumat: Karakteristik Pendusta Agama, Oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur

ke-1:

الحَمْدُ للهِ ذِي الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ، الَّذِي أَعَزَّنَا بِالْإِسْلَامِ، وَأَكْرَمَنَا بِالْإِيْمَانِ، وَنَوَّرَ قُلُوْبَنَا بِالْقُرْآنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِي عَلَا النُّجُوْمَ وَالْكَوَاكِبَ الْعِظَامَ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ، بُدُوْرِ التَّمَامِ وَشُمُوْسِ دِيْنِ الْإِسْلَامِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَلَا مَثِيْلَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِي لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، أُوْصِيْنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ كَمَاقَالَ اللّٰهُ تَعَالَى . يَآأَيُّهَا الَّذِينَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.

Jamaah Jumuah yang di Muliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala

Segala puji dan syukur patutlah kiranya kita selalu panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nikmat-nikmat yang kita rasakan hari ini merupakan anugerah yang tiada ternilai harganya. Jika kita hendak menghitung nikmat-nikmat itu, niscaya kita tidak akan mampu menghitungnya.

Karenanya, hal yang pantas kita lakukan dengan nikmat itu adalah, menggunakan segala yang telah diberikan untuk menjalankan ketaatan. Perbanyaklah dan bersemangatlah dalam menjalankan ibadah dan amal shaleh sebagai wujud syukur kita kepada Allah Ta’ala.

Meskipun Allah Subhaanahu wa Ta’ala sudah memberi nikmat kepada kita tiada terkira, namun Allah Ta’ala ridha dengan syukur kita yang sedikit, sepanjang kita persembahkan tulus ikhlas kepada-Nya.

Ma’asyiral Muslimin hafidzakumullah,

Marilah kita renungkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang terdapat dalam surah Al-Ma-un [107], ayat pertama hingga terakhir;

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ [١] فَذَٰلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ [٢] وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ [٣] فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ [٤] الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ [٥] الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ [٦] وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ [٧] (الماعون [١٠٧]: ١ــ٧)

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari sholatnya. Orang-orang yang berbuat riya’. Dan enggan (menolong dengan) barang yang berguna.”

Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, asbabun nuzul surat Al-Ma’un ini adalah sehubungan dengan kebiasaan Abu Sofyan dan Abu Jahal yang setiap hari Ahad menyembelih unta. Suatu Ketika, ada seorang anak yatim datang meminta sedikit daging yang telah mereka sembelih itu. Namun bukannya diberi daging, Abu Jahal dan Abu Sofyan malah menghardik dan mengusir anak yatim tersebut.

Surat Al-Ma’un diawali dengan hamzah istifhām di awal kata ara’aita. Hal itu menunjukkan makna insya’ istifhām li ta’jūb (untuk menunjukkan keheranan) kepada orang yang diajak bicara. Hal ini bertujuan untuk membuat orang ingin tahu disertai rasa keheranan yang mendalam tentang siapakah yang dimaksud Allah Ta’ala sebagai agama.

Tujuh ayat dalam surat Al-Ma’un di atas menjelaskan tentang karakter orang-orang yang Allah sebut sebagai pendusta agama, yaitu orang-orang yang menghardik anak yatim, tidak menganjurkan memberi makan orang miskin, orang yang lalai dari sholatnya, orang yang riya’, dan enggan memberikan pertolongan, meskipun dengan barang-barang yang kecil, sederhana dan sepele.

Ma’asyiral Muslimin hafidzakumullah,

Lalu, siapakah mereka “Pendusta Agama” Itu?. Prof. Dr. Hamka menjelaskan, hakekat “pendusta agama” adalah orang-orang yang mendustai pilar-pilar agama. Pilar agama Islam itu ada lima, yakni; syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji.

Jadi bagi orang-orang yang tidak peduli terhadap nasib anak-anak yatim dan orang-orang miskin, maka mereka adalah pendusta agama, berarti mereka telah “mendustai” syahadatnya, “mendustai” shalatnya, “mendustai” puasanya, “mendustai” zakatnya, dan “mendustai” hajinya.

Maka, meskipun seseorang rajin shalat, rajin puasa dan rajin melaksanakan ibadah lainnya, namun apabila ia tidak peduli terhadap nasib anak-anak yatim dan orang-orang miskin, maka amal ibadah shalatnya, zakatnya, puasanya, dan hajinya menjadi sia-sia.  Amal ibadahnya tidak berdampak pada perilaku sosialnya.

Indikator utama seseorang memiliki kepedulian terhadap nasib anak yatim dan orang-orang miskin adalah dari pengeluaran zakat maal (harta) atas harta yang dilimikinya, bukan zakat fitrah.

Zakat maal terbukti mampu menjadi instrument utama untuk pengentasan kemiskinan. Dalam catatan sejarah, tokoh yang berhasil memberdayagunakan zakat maal untuk program pengentasan kemiskinan adalah sahabat Muadz bin Jabal, Ketika beliau menjadi Wali di Yaman. Karena sudah tidak adanya orang yang mau diberi zakat, beliau mengirimkan zakat maal masyarakatnya ke Madinah.

Ma’asyiral Muslimin hafidzakumullah,

Melalui surah Al-Maun di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin menyadarkan kita bahwa ibadah ritual tidak ada artinya apabila tidak direfleksikan dalam wujud kesadaran kemanusiaan, karena kebaikan itu merupakan perpaduan antara transendensi (keimanan) dan perilaku sosial. Maka, surah Al-Ma’un merupakan perintah Allah Ta’ala berkenaan dengan pelayanan terhadap masyarakat seperti menyantuni anak yatim, peduli kepada fakir miskin, menolong sesama tetangga, saudara, dan lainnya.

Surat al-Ma’un juga mengandung kritikan atas perilaku individualisme dan materialisme, yaitu sikap yang hanya mementingkan diri sendiri tanpa peduli dengan keadaan sekitar.

Individualisme bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Dalam hidup bermasyarakat, Islam mengajarkan agar hidup berdampingan secara harmonis, saling menghargai, toleran dan tolong menolong. Hal ini sejalan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Saling tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa. Dan janganlah kalian tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran.” (Qs. Al-Maidah: 2).

Gaya hidup individualis dan materialistis ditandai dengan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya untuk kesenangan pribadi dan keluarga, Mereka bakhil, enggan menyisihkan dan menyalurkan sebagian hartanya kepada orang-orang lemah.

Padahal kebahagiaan yang didapat dari gaya hidup individualis hanyalah sebuah kebahagiaan semu. Sebaliknya, membelanjakan harta di jalan Allah dengan zakat, infak dan sedekah merupakan hakikat kebahagiaan sesungguhnya, kebahagiaan yang hakiki, hingga yaumil akhir.

Ma’asyiral Muslimin hafidzakumullah,

Ada sebuah penelitian menarik yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa sebuah perguruan tinggi di kota Medan, Sumatera Utara pada 2018 lalu, tentang kesadaran umat Islam di kota itu dalam menunaikan zakat maal.

Dalam laporannya, ternyata hanya 3, 21 persen umat Islam di kota itu yang sudah sudah layak berzakat, sadar dan menunaikan zakat maalnya. Itu artinya, dari 100 orang Muslim, hanya tiga orang saja yang menunaikannya.

Hal itu menunjukkan tingkat kesadaran dan kepedulian umat Islam kepada sesama, terutama dalam hal kewajiban mengeluarkan harta masih sangat rendah.

Ma’asyiral Muslimin hafidzakumullah,

Kembali kepada pesan surah Al-Ma’un di atas, terdapat empat poin penting yang harus menjadi perhatian umat Islam, yakni:

Pertama, perintah untuk berbuat kebaikan kepada sesama manusia terutama terhadap anak yatim dan fakir miskin.

Kedua, larangan melalaikan shalat, yaitu orang-orang yang tidak mempraktekkan nilai-nilai shalatnya dalam kehidupan sehari-hari di luar shalatnya, yakni dalam hidup bermasyarakat.

Ketiga, larangan riya, ingin dilihat orang lain bahwa ia telah beribadah, ingin mendapat pujian karena ia telah melakukan alam kebajikan. Riya’ hanya akan menghapus amal seseorang seperti debu-debu yang beterbangan tertiup badai.

Keempat, larangan kikir, enggan memberi bantuan kepada saudara, tetangga, rekan kerja dan orang-orang di sekitar kita. Padahal bantuan itu tidak mengurangi hartanya.

Bagusnya hubungan manusia dengan Tuhannya, harus diikuti dengan bagusnya hubungan seseorang kepada, saudara, tetangga, rekan kerja dan orang-orang di sekitarnya.

Akhirnya, mari kita renungkan sebuah hadits qudsi yang artinya: “Allah Ta’ala akan berfirman “Hai anak Adam, Aku sakit, tetapi kamu tidak menjenguk-Ku.’ Anak cucu Adam menjawab, bagaimana aku harus menjengukMu sedangkan Engkau Tuhan alam semesta?’ Allah menjawab, ‘Apakah kamu tidak tahu bahwa hamba-Ku si Fulan sedang sakit , tetapi kamu tidak menjenguknya? Seandainya kamu menjenguknya, pasti kamu dapati Aku di sisinya?’

“Hai anak Adam, Aku minta makan kepadamu, tetapi tidak kamu beri Aku makan. Anak cucu Adam menjawab, ‘Ya Rabbi, bagaimana aku memberi makan Engkau, sedangkan Engkau Tuhan alam semesta?’ Allah menjawab, ‘Apakah kamu tidak tahu bahwa hamba-Ku si Fulan meminta makan kepadamu, tetapi tidak kauberi makan? Seandainya kamu beri makan dia niscaya kamu dapati balasannya di sisiKu?’

‘Wahai anak Adam, Aku minta minum kepadamu, tetapi tidak kamu beri minum.’ Anak cucu Adam bertanya, ‘Ya Tuhan, bagaimana aku memberi-Mu minum sedangkan Engkau Tuhan alam semesta?’ Allah menjawab, Hamba-Ku si Fulan meminta minum kepadamu, tetapi tidak kamu beri minum. Seandainya kamu memberinya minum niscaya akan kamu dapati balasannya di sisi-Ku?” (HR Muslim)

Semoga kita semua TIDAK termasuk golongan pendusta agama. Maka mari kita tingkatkan kepedulian kepada lingkungan sekitar, kepada sesama manusia, terutama mereka yang terdzalimi di berbagai negeri. Semoga Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosa kita. Aamiin Ya Rabbal Alamiin.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ اْلاَيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم.

Khutbah ke-2:

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا  أَمَّا بَعْدُ. فَيَآيُّهَا اْلمُسْلِمُوْنَ،  فَيَآيُّهَا اْلمُؤْمِنُونَ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسى بِتَقْوَى الله فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ، وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ آْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.

اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَاهَذَا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

(A/P2/R1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.