Oleh, Imaam Yakhsyallah Mansur
Khutbah ke-1
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَ لَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً، وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ، إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمً، أَمَّا بَعْد .فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ .
Marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas semua nikmat yang diberikan kepada kita, baik nikmat iman, Islam dan kesehatan, sehingga kita masih bisa melaksanakan shalat Jumat secara berjamaah.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Selanjutnya, khatib berwasiat kepada diri sendiri dan jamaah sekalian untuk selalu memelihara dan meningkatkan iman dan taqwa. Taqwa berasal dari bahasa Arab “wiqayah” yang secara etimologis menjaga, melindungi, hati-hati, waspada, memperhatikan dan menjauhi. Sedangkan secara terminologis berarti menjalankan perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menjauhi yang dilarangNya.
Di dalam Al-Quran terdapat 227 ayat tentang taqwa yang intinya memiliki pengertian seperti yang disebut di atas.
Umar bin Abdul Aziz menjelaskan pengertian taqwa sebagai berikut, “Ketaqwaan bukanlah menyibukkan perkara sunnah, melainkan yang wajib. Ketaqwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala bukan sekadar dengan puasa di siang hari, shalat malam, dan menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi hakikat ketaqwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah meninggalkan segala yang diharamkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan melaksanakan segala yang diwajibkan oleh Allah. Barangsiapa yang setelah menunaikan hal itu dikarenakan amal kebaikan, maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan. Termasuk dalam cakupan takwa yaitu membenarkan berbagai berita yang datang dari Allah subhanahu Wa ta’ala dan beribadah kepada-Nya sesuai dengan tuntunan syariat.”
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Pada kesempatan ini, marilah kita merenungkan Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surah Al-Baqarah [2]: 124.
وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ (البقرة [٢]: ١٢٤)
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) untuk keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.”
Ayat ini antara lain menginformasikan bahwa Nabi Ibrahim Alahi Salam sepanjang hidupnya penuh dengan cobaan dan ia lulus dari cobaan itu. Berkat kesabaran dan kepatuhan Nabi Ibrahim Alahi Salam, beliau disebut sebagai khalilullah (kekasih Allah), abul anbiya (bapak para nabi), abu tauhid (bapak agama tauhid), dan sebutan-sebutan positif yang lain. Kualitas manusia adalah ditentukan oleh berat atau ringanya cobaan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
(أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً اْلأَنْبِيَاءُ ثُمَّ اْلأَمْثَلُ فَاْلأَمْثَلُ يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلٰى حَسَبِ دِيْنِهِ فَإِنْ كَانَ دِيْنُهُ صَلَبًا اِشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِيْنِهِ رِقَةٌ اُبْتُلِيَ عَلٰى حَسَبِ دِيْنِهِ (رواه الترمذي وابن ماجه
“Manusia yang paling dashyat cobaannya adalah para anbiya’ kemudian orang-orang serupa lalu orang-orang yang serupa. Seseorang itu diuji menurut ukuran agamanya. Jika agamanya kuat, maka cobaannya pun dashyat. Dan jika agamanya lemah, maka ia diuji menurut agamanya” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Nabi Ibrahim adalah orang yang sangat dikasihi oleh Allah, tetapi beliau tidak lepas dari berbagai cobaan. Cobaan-cobaan tersebut dibahasakan oleh Allah dengan “kalimat” (perintah dan larangan). Ketika menafsirkan ayat ini Ibnu Abbas Radiyallahu Anhu berkata “Kalimat-kalimat yang diujikan kepada Nabi Ibrahi Alahi Salam itu, dan telah dipenuhi semuanya. Ia telah memisahkan diri dari kaumnya karena Allah memerintahkannya memisahkan diri. Perdebatan dengan Raja Namrud tentang kekuasaan Allah Yang Maha menghidupkan dan mematikan menjadi bukti kecerdasannya. Ujian kesabaran yang sangat berat tatkala dilemparkan ke dalam api yang menyala tidak lain karena mempertahankan pendiriannya tentang keesaan Allah. Setelah itu dia hijrah dari kampung halamannya, karena Tuhan yang memerintahkannya. Selanjutnya seketika dia didatangi tamu (malaikat) dalam perjalanan membawa azab kepada kaum Luth. Kemudian datang lagi ujian paling berat untuk menyembelih putranya.”
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Di dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari Al-Hasan, ia berkata. “Ibrahim telah diuji dengan kelap-kelipnya bintang, iapun lulus. Ia diuji dengan bulan, ia pun lulus. Kemudian diuji dengan matahari, itu pun ia lulus. Diuji dengan hijrah, iapun lulus. Diuji pula dengan menyuruh menyembelih anak kandungnya sendiri, itu pun ia lulus. Padahal waktu itu usianya 80 tahun.”
Setelah ujian-ujian/cobaan-cobaan itu dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan engkau sebagai imaam (pimpinan) bagi manusia.”
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Di sini kita mendapatkan pelajaran yang sangat mendalam bahwa kepemimpinan (imamah) itu akan diberikan setelah seseorang lulus dari berbagai ujian yang berat dan ujian itu dapat laksanakan dengan sebaik-baiknya.
Mudah-mudahan ujian-ujian berat yang kita alami saat ini pandemi Covid 19 ini dapat kita lalui dengan baik sehingga kita pantas menjadi pemimpin bagi manusia yang lain.
Setelah kepemimpinan (keimamahan) diberikan kepada Nabi Ibrahim, beliau minta agar kepemimpinan itu, juga diberikan kepada di antara anak cucunya قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي (Dan saya mohon juga untuk keturunanku).
Nabi Ibrahim Alaihi Wasallam sebagai sosok ayah, sudah tentu bercita-cita jauh ke depan agar di antara anak cucunya ada yang dipilih oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai pimpinan, sehingga perjuangannya dapat dilanjutkan.
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Berdasarkan firman Allah tersebut, permohonan Nabi Ibrahim dikabulkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala bahwa di kalangan anak cucu akan ada yang dijadikan sebagai Imam untuk melanjutkan perjuangannya, tetapi janji itu tidak berlaku bagi anak cucunya yang dzalim, karena ketinggian martabat dalam agama bukan didapat karena keturunan.
Ketinggian agama dan derajat diperoleh oleh orang yang sanggup menghadapi ujian sebagaimana Nabi Ibrahim diangkat sebagai Imam setelah berhasil memenuhi segala ujian.
Keimamahan agama bukanlah kerajaan dan bukan pula dinasti yang dapat diturunkan kepada anak cucu. Oleh karena itu keturunan Nabi Ibrahim yang zalim tidak dapat menjadi pimpinan agama.
Inilah yang kita lihat pada orang Yahudi, walaupun mereka keturunan Nabi Ibrahim dari putranya Ishaq, karena mayoritas mereka adalah orang-orang yang zalim, mereka bukan menjadi pimpinan agama, tetapi justru merusak agama.
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
Sementara itu, keturunan beliau dari putranya Nabi Ismail Alaihi Salam yang tidak dzalim, diangkat oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai pimpinan bagi seluruh umat manusia, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam yang ditetapkan oleh Allah sebagai penghulu para nabi dan pimpinan bagi seluruh umat manusia.
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Pandemi Corona yang melanda dunia, tidak terkecuali negara kita tercinta, yang sejak tahun lalu menerpa, belum terlihat tanda-tanda mereda. Sementara dampak yang melanda masyarakat sangatlah besar dirasa. Tidak sedikit masyarakat yang kehilangan anggota keluarganya. Banyak anak yang menjadi yatim piatu ditinggal Ayah Bundanya. Banyak istri yang menjadi janda ditinggal pergi suami tercinta. Ribuan pekerja dirumahkan. Tidak sedikit dari mereka yang diPHK. Efek domino dari pandemi ini, angka kemiskinan semakin meningkat. Jurang kesenjangan sosial semakin lebar menganga.
Namun demikian, wabah yang melanda ini, janganlah mengurangi rasa syukur dan sabar kita di tengah kesulitan dan keterbatasan. Kita bersyukur karena Allah masih memberikan nikmat kesehatan dan umur panjang. Dengan terus bersyukur, kiranya Allah terus menambah nikmatNya kepada kita semua.
Baca Juga: Indonesia, Pohon Palma, dan Kemakmuran Negara OKI
Belajar dari keteguhan Nabiyullah Ibrahim Alaihi salam di atas, maka kita haruslah menghadapinya dengan penuh keteguhan dan kesabaran. Wabah ini adalah ujian. Untuk itu, kita harus terus bersabar, tidak boleh terus terusan berkeluh kesah, putus asa apalagi menyerah. Usaha dan ikhtiyar harus terus dilakukan dengan melaksanakan protokol kesehatan. Amalan ibadah juga terus kita tingkatkan. Juga tidak kalah penting, berbagi kebaikan pada anggota keluarga, saudara, dan tetangga kita yang membutuhkan.
Ma’asyiral Muslimin Hafidzakumullah
Kita harus yakin bahwa di setiap kesulitan pasti ada banyak kemudahan, jika kita bersabar. Di setiap musibah pasti ada hikmah, jika kita bertawakal. Di setiap masalah, pasti akan kita temukan jalan keluar, jika kita bertakwa. Dan kita yakin bahwa di setiap kesusahan pasti ada kebahagiaan, jika kita tunduk total kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Jangan pernah merasa bosan, dan merasa lelah dalam berdoa. Sebab, dengan doa, kita berharap, Allah memberikan keselamatan dan kemudahan jalan keluar dalam menghadapi pandemi, dan negeri kita tercinta mampu bangkit, kehidupan kembali normal, ibadah di masjid kembali diselenggarakan, pengajian dan majelis taklim kembali digiatkan, sehingga masyarakat selamat dunia dan akhirat.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُم.
Baca Juga: Kemenangan Trump dan Harapan Komunitas Muslim Amerika
Khutbah ke-2:
اَلحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَمَا اَمَرَ. وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ . أَشْهَدُ اَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا مَعَاشِرَ الُمسْلِمِيْنَ إِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَذَرُوْا الفَوَاخِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ، فَقَالَ اللهُ تَعَالىَ: إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ. اللَّهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً. اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَمِنْ سَيِّئِ اْلأَسْقَامِ اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
(A/R8/P1)
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-6] Tentang Halal dan Haram
Mi’raj News Agency (MINA)