Oleh : Ust. Ali Farkhan Tsani, Da’i Ponpes Al-Fatah Bogor, Wartawan MINA (Mi’raj News Agency)
اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ وَعَلٰى نِعَمِهِ فِي شَهْرِالشَّعْبَانِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ.
أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ, وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَام
أَمَّا بَعْدُ: فَيَاأَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ, اِتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ, وَاشْكُرُوْهُ عَلَى مَا هَدَاكُمْ لِلإِسْلاَمِ، وَأَوْلاَكُمْ مِنَ الْفَضْلِ وَالإِنْعَامِ، وَجَعَلَكُمْ مِنْ أُمَّةِ ذَوِى اْلأَرْحَامِ.
Sidang Jumat yang dimuliakanAllah
Saat ini kita berada pada bulan Sya’ban, menjelang bulan suci Ramadhan. Bulan Sya’ban merupakan bulan persiapan menuju bulan Ramadhan penuh berkah. Untuk itu, marilah kita berdoa:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَب، وَشَعْبَانَ، وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
Artinya: “Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban, serta sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.” (HR Ahmad dari Anas bin Malik).
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Adapun Sya’ban, di antaranya berasal dari kata “syi’ab” yang bermakna jalan setapak menuju puncak atau jalan mendaki.
Artinya bulan Sya’ban adalah bulan persiapan pendakian yang disediakan oleh Allah kepada hamba-Nya yang beriman untuk menapaki dan menyiapkan diri dengan berbagai amaliyah menghadapi puncak bulan suci Ramadhan.
Maka pada bulan Sya’ban ini, kita bertahap mulai membiasakan puasa sunah Senin Kamis misalnya, memperbanyak tadarus Al-Quran, berdzikir dan bershalawat, berbuat kebaikan, membantu sesama saudaranya, gemar berinfak di jalan Allah, dsb. Termasuk gemar mengikuti pengajian, majelis ta’lim atau kajian studi Islam.
Khusus pengajian ini, terutama di kalangan ibu-ibu, ummahat. Justru ini yang sangat bermanfaat bagi para mualaf di Negara Barat sana. Seperti informasi dari Fiyaz Mughal, Pendiri dan Direktur Faith Matters, sebuah organisasi kemasyarakatan di London, yang mengatakan, banyak mualaf di negaranya menunjukkan, semangat dan terus berkembang, melalui kajian-kajian keislaman.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Jumlah mualaf di Inggris dalam sepuluh tahun terakhir, hingga tahun 2022, tercatat sekitar 100.000 orang. Angka ini meningkat dua kali lipat dari satu dasawarsa terakhir. Mereka umumnya mengaku sudah jenuh dengan immoralitas dan konsumerisme yang berlaku di masyarakat Inggris.
Kebanyakan mualaf itu adalah kaum perempuan, sebagian besarnya adalah ibu-ibu yang sudah berumah tangga, dan punya tanggungan anak. Mereka, kaum ibu-ibu itu, kemudian mulai mengubah gaya berpakaiannya. Mereka mulai mengenakan jilbab untuk menutup auratnya, setelah menjadi Muslimah.
Banyak di antara kaum perempuan itu mengatakan, mereka mengalami kesulitan setelah menjadi mualaf. Itu karena sikap negatif di antara keluarga mereka, dan opini media yang mendeskreditkan mereka.
Namun mereka bangga, dan tidak peduli, walaupun sebagian masyarakat juga memandangnya, “menjadi lebih konservatif”.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Mereka kaum ibu-ibu itu memperoleh pengetahuan tentang Islam melalui Islamic Studies. Kalau kita di Indonesia dikenal dengan Pengajian atau Majelis Taklim. Di antaranya yang terkenal adalah Komunitas The New Muslim Women’s Group, di bawah koordinasi The London Central Mosque Trust.
Dari pengajian itulah, mereka kaum ibu-ibu itu, kemudian menebarkan nilai-nilai Islam yang membawa kebaikan dan kemajuan untuk sesama. Mereka jamaah majelis ta’lim itu itu, terus memberikan kontribusi konstruktif untuk keluarganya, masyarakatnya, negaranya dan kebaikan dunia secara global.
Hadirin yang berbahagia
Selanjutnya, tentang keutamaan bulan Sya’ban ini banyak dijelaskan di dalam hadits dan oleh para ulama. Di antaranya adalah :
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Pertama, Bulan Sya’bana dalah Bulan Amal-Amal Diangkat
Ini seperti disebutkan di dalam sebuah hadits dari Usamah bin Zaid, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya, “Wahai Rasulullah, saya belum pernah melihat engkau berpuasa dalam satu bulan sebagaimana engkau berpuasa pada bulan Sya’ban.”
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun menjawab:
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Artinya: “Itulah bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan di mana amal-amal diangkat menuju Tuhan semesta alam. Dan saya ingin ketika amal saya diangkat, saya dalam kondisi berpuasa.” (HR An-Nasa’i dan Ahmad).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Kedua, Bulan Sya’ban adalah Bulan Memperbanyak Puasa
Ini seperti disebutkan oleh kesaksian isteri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, yang mengatakan:
فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
Artinya: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR Bukhari dan Muslim).
Adapun di antara rahasia atau hikmah mengapa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam banyak berpuasa di bulan Sya’ban adalah karena puasa Sya’ban adalah ibarat ibadah rawatib (ibadah sunah yang mengiringi ibadah wajib).
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Sebagaimana shalat rawatib adalah shalat yang memiliki keutamaan karena dia mengiringi shalat wajib, sebelum atau sesudahnya. Demikianlah puasa pada bulan Sya’ban bagaikan puasa rawatib sebelum puasa Ramadhan.
Ketiga, Bulan Sya’ban adalah Bulan Penuh Keberkahan
Bulan Sya’ban merupakan salah satu bulan yang didoakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan keberkahan, selain bulan Rajab dan Ramadhan.
Di dalam sebuah hadits disebutkan :
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
Artinya: “Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.” (HR Ahmad).
Keempat, Bulan Sya’ban adalah Bulan Turunnya Perintah Bershalawat kepada Nabi
Para ulama ahli tafsir berpendapat, Surat Al-Ahzab ayat 56 yang berisi perintah untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam turun pada bulan Sya’ban.
Ayat tentang shalawat itu berbunyi :
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُـوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
Artinya : “Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS Al-Ahzab/33: 56).
Berkaitan dengan ayat ini, Imam Al-Qurthubi menjelaskan, makna Shalawat dari Allah untuk Nabi adalah bentuk rahmat dan keridhoan-Nya. Sedangkan shalawat dari Malaikat untuk Nabi berarti doa dan permohonan ampun untuk Nabi. Adapun arti Shalawat bagi orang-orang beriman kepada Nabi adalah doa dan bentuk pengagungan kita terhadap baginda Nabi Muhammad. Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Untuk itu, pada bulan Sya’ban ini marilah kita memperbanyak shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Keutamaan shalat disebutkan juga di dalam hadits:
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-1] Amalan Bergantung pada Niat
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ خَطِيئَاتٍ وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ
Artinya : “Barang siapa di antara umatmu yang bershalawat kepadamu sekali, maka Allah menuliskan baginya sepuluh kebaikan, menghapuskan dari dirinya sepuluh keburukan, meninggikannya sebanyak sepuluh derajat, dan mengembalikan kepadanya sepuluh derajat pula” (HR Ahmad).
Hadirin yang dimuliakan Allah
Selanjutnya, Kelima, Bulan Sya’ban adalah Bulan Para Pembaca Al-Quran
Sebagian ulama menyebut, bulan Sya;ban sebagai bulan Syahrul Qura, bulannya para pembaca Al-Quran. Sedangkan bulan Ramadhan disebut Syahrul Quran, bulan Al-Quran.
Baca Juga: Enam Langkah Menjadi Pribadi yang Dirindukan
Karena itu, di antara kebiasaan para pedagang shalih terdahulu antara lain setiap bulan Sya’ban dan Ramadhan menutup tokonya.
Mereka hendak lebih khusyu’ dan lebih banyak waktu lagi untuk membaca, mengkaji dan merenungkan kandungan Al-Quran. Ini sekaligus embiasakan diri sehingga menjadi lebih mudah memasuki bulan Al-Quran, Ramadhan.
Maka, ada baiknya bagi mereka yang belum membiasakan diri bertadarus Al-Quran secara rutin, bulan Sya’ban ini menjadi kesempatan terbaik untuk membacanya. Mereka yang sudah terbiasa bertadarus “one day one juz” misalnya, bisa ditingkatkan menjadi “one day two juz” atau “one day three juz”, dan seterusnya. Atau juga mulai mengkaji bacaan kitab-kitab tafsir, bisa juga terjemahannya, menyimak kembali buku-buku keislaman, dst.
Terakhir, atau keenam, pada Bulan Sya’ban ada peristiwa penting dalam sejarah Islam, yaitu pemindahan kiblat dari sebelumnya menghadap ke Masjidil Aqsha di Palestina, ke Ka’bah di Mekkah Al-Mukarramah.
Allah mengabadikannya di dalam ayat:
قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاۤءِۚ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَا ۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ…..
Artinya : “Sungguh, Kami melihat wajahmu (Nabi Muhammad) sering menengadah ke langit. Maka, pasti akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau sukai. Lalu, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram….. (QS Al-Baqarah: 144).
Berkaitan dengan ayat ini, di dalam Tafsir Al-Quran Kementerian Agama RI diuraikan, semua kaum Muslimin di berbagai penjuru bumi wajib menghadap ke arah Ka’bah dalam shalat. Maka, untuk melaksanakan tugas itu umat Islam diwajibkan (fardfhu kifayah) mengetahui ilmu bumi (geologi) untuk mengetahui arah kiblat dalam shalat. Termasuk harus mengetahui ilmu falak (astronomi) untuk mengetahui jadwal waktu shalat.
Hal ini sekaligus mendorong umat Islam, terutama dari kalangan generasi muda, untuk menguasai ilmun pengetahuan dan teknologi (iptek), dengan landasan Al-Quran sebagai sumber ilmu ilahi. Termasuk harus menguasai ilmu tentang eksplorasi alam (pertambangan), ilmu kedokteran dan obat-obatan, sosial kemasyarakatan, komunikasi media massa, hingga Teknologi Informasi.
Mengutip pandangan Prof. Dr. Ir.H. AM Saefuddin, Guru Besar IPB dan Universitas Ibnu Khaldun Bogor, dalam bukunya “Integrasi Ilmu dan Islam”, mengatakan, kepemimpinan Islam pernah mengalami kejayaan peradaban dunia sebagai berkah dari ketaatan menjalan syari’ah Islam dan semangat menimba ilmun pengetahuan. Sehingga cahayanya bersinar ke mana-mana. Menjadikan pembelajar dunia Barat untuk belajar ke Islam.
Sehingga dunia Barat yang kala itu terbelakang, menjadi bersinar karena peran para pakar dan pemikir Muslim, yang banyak di antaranya adalah juga para penghafal Al-Quran. Sebut saja Ibnu Sina (Avicinna) pakar kedokteran, ahli astronomi dan geografi Al-Khawarizmi, bapak robitic Al-Jazar, dan pakar sosiologi dan ekonomi Ibnu Khaldun.
Dan memang begitulah, ketika iptek dikuasai oleh orang-orang yang sholeh, yang menghayati nilai-nilai Al-Quran, insya-Allah hasilnya akan digunakan untuk kemaslahatan dan rahmatan lil a’alamin.
Lalu setelah masa kejayaan berabad-abad itu, mulailah redup, dan dunia dikuasai oleh orang-orang yang jauh dari syariat Allah, sehingga mengelola alam pun hanya untuk kerusakan. Disebabkan mengendornya semangat umat Islam belajar iptek, dan perpecahan di tubuh kaum Muslimin.
Untuk itu, marilah untuk meraih kejayaan Islam kembali, tidak lain caranya adalah dengan kembali kepada tuntunan Allah, Al-Quran, meningkatkan semangat belajar ilmu pengetahuan berlandaskan nnilai-nilai Al-Quran, dan mempererat persaudaraan dan kesatuan umat Islam, secara berjama’ah, berdasarkan bimbingan Al-Quran.
Betapa pentingnya persatuan dan kesatuan umat Islam, serta betapa bahanya perpecahan, disebutkan di dalam Al-Quran:
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا
Artinya : “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian pada tali Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu berpecah-belah…..” (QS Ali Imran: 103).
Pada ayat lain dikatakan:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar.” (QS At-Taubah [9]: 71).
Pada ayat lain Allah mengingatkan :
وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَلَا تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ وَاصْبِرُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَۚ
Artinya : “Taatilah Allah dan Rasul-Nya, janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang, serta bersabarlah. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS Al-Anfal : 46).
Demikianlah, semoga kita dapat mengambil momentum bulan Sya’ban ini sebagai saat peningkatan dalam ibadah, baik yang sifatnya khusus seperti ibadah harian, maupun yang bersifat umum dan luas, seperti penigkatan iptek dan pemberdayaan alam semesta, sesuai tuntunan Allah. Aamiin. (A/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)