Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur
Khutbah Jumat kali ini mengangat judul: Memahami Makna Toleransi. Islam adalah agama yang sangat menekankan pentingnya kekuatan dan keteguhan akidah, dengan tetap mengedepankan toleransi dan perdamaian.
Penekanan terhadap nilai-nilai hal itu begitu jelas diabadikan dalam Surah Al-Kafirun, surah yang diturunkan sejak periode Makkah, sejak awal diperintahkan untuk berdakwah.
Dalam Surah Al-Kafirun ini, penekanan terhadap toleransi hendaknya mengikuti tuntunan syariat yang telah ditetapkan, bukan toleransi yang kebablasan, menabrak rambu-rambu syariat yang telah digariskan.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Nabi Muhammad Sebagai Teladan Utama
Toleransi beragama adalah sikap menerima keberagamaan agama dan kepercayaan yang dianut oleh seseorang atau pihak lain, dengan tidak mengganggu pelaksanaan ibadahnya.
Untuk uraian selanjutnya, silakan menyimak khutbah berikut. Selamat menyimak.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Khutbah ke-1:
Baca Juga: Khutbah Jumat: Meneguhkan Konsep Ummatan Wasathan
إنَّ الـحَمْدَ لِلّٰهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه، اللّٰهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الْقِيَامَة، مَاشَاءَ اللَّهُ كَانَ، وَمَالَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ، لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللّٰهِ العَلِيِّ الْعَظِيْمِ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أيُّهَا الإِخْوَة أوْصُيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ : أَعُوذُ بِاللَّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَقَالَ الَنَّبِيُ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللّٰهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Puji dan syukur marilah senantiasa kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wata’ala yang dengan karunia-Nya telah menjadikan kita semua sebagai umat Islam dan manusia beriman. Semoga kita senantiasa mampu menghiasi hari-hari kita dengan ibadah dengan ikhlas karena Allah Subhanahu wata’ala.
Sebagai wujud syukur tersebut, mari kita selalu memotivasi diri untuk meraih gelar terbaik, yakni muttaqin, sebagi puncak dari semua tujuan ibadah kita.
Dengan ketakwaan yang terus-menerus dijaga, dan bersihnya hati dari segala perbuatan syirik, niscaya hal itu akan mengantarkan kita kepada kebahagiaan hakiki dalam kehidupan di dunia dan akhirat.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Islam Memandang Kekuasaan
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Pada kesempatan yang berbahagia ini, khatib akan menyampaikan khutbah berjudul, “Memahami makna toleransi.” Sebagai landasannya, marilah kita merenungkan firman Allah Subhanahu wata’ala dalam Al-Qur’an Surah Al-Kafirun ayat 1-6, yang berbunyi:
قُلْ يَا أَيُّهَا قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6) (الكافرون [١٠٩]: ١ــ٦)
Katakanlah, “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah, dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untuk kalianlah agama kalian, dan untukkulah agamaku.”
Baca Juga: Khutbah Jumat: Meneladani Keagungan Akhlak Rasulullah
Ibnu Katsir Rahimahullah menyatakan, bahwa ini adalah surah yang memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk membersihkan diri sebersih-bersihnya dari perbuatan syirik, serta berlepas diri dari segala ibadah yang dilakukan oleh orang-orang musyrik.
Ayat di atas turun ketika tokoh-tokoh Quraisy, yaitu: Walid bin Mughirah, ‘Ashi bin Wa’il, Aswad bin Muthalib, dan Umayyah bin Khalaf bertemu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan mereka berkata: “Hai Muhammad, Mari kita bersama menyembah apa yang kami sembah, dan kami akan menyembah apa yang engkau sembah, dan kita bersekutu dalam segala hal dan engkaulah yang memimpin kami”.
Maka turunlah surah di atas, untuk menegaskan bahwa umat Islam hendaknya memilki keteguhan akidah, dengan tetap menjunjung tinggi toleransi beragama, tanpa mencampur-adukkan ajaran masing-masing agama.
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Baca Juga: Khutbah Jumat: Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan dan Hubungannya dengan Dukungan Perjuangan Palestina
Islam adalah agama yang sangat menekankan pentingnya kekuatan dan keteguhan akidah, dengan tetap mengedepankan toleransi dan perdamaian.
Penekanan terhadap nilai-nilai hal itu begitu jelas diabadikan dalam Surah Al-Kafirun, surah yang diturunkan sejak periode Makkah, sejak awal diperintahkan untuk berdakwah.
Dalam Surah Al-Kafirun ini, penekanan terhadap toleransi hendaknya mengikuti tuntunan syariat yang telah ditetapkan, tidak melanggar rambu-rambu syariat yang telah ditentukan.
Toleransi beragama adalah sikap menerima keberagamaan agama dan kepercayaan yang dianut oleh seseorang atau pihak lain, dengan tidak mengganggu pelaksanaan ibadahnya.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Meneladani Rasulullah Dalam Membangun Peradaban
Toleransi adalah sikap lapang dada untuk menghormati pemeluk agama lain melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinan ajaran agamanya masing-masing.
Imam Al-Qurthubi Rahimahullah dalam tafsirnya menyebut, sikap toleransi dan penghormatan terhadap agama dan kepercayaan lain bukan berarti membenarkan ajaran agama mereka, tetapi sebaliknya, hal itu memperteguh keimanan diri dan membebaskan diri dari segala bentuk kemusyrikan dan kemunafikan.
Sementara Imam Fakruddin Ar-Razi Rahimahullah menjelaskan, mengapa ayat ini menggunakan kata “Qul” (katakanlah). Ini menunjukkan bahwa Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam sangatlah toleran. Umat Islam diperintahkan untuk menyapa orang yang berbeda agama dan keyakinan, dengan sapaan dan ucapan yang tidak menyakitkan hati mereka.
Toleransi dalam Surah Al-Kafirun memiliki dua maksud. Pertama, bahwa konsep kompromi dalam ranah pelaksanaan ibadah sesungguhnya tidak ada. Artinya, dalam wilayah ibadah, tidak ada negosiasi dan tawar menawar, semuanya bersifat mutlak.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Permusuhan Yahudi dan Komunis Terhadap Umat Islam
Kedua, konsep toleransi dalam rangka menghormati pemeluk agama lain, maka hal itu sangat dianjurkan. Umat Islam tidak diizinkan mengejek, menghina, merendahkan, apalagi mengganggu dan menghalang-halangi ibadah pemeluk agama lain, sebagaimana umat Islam juga tidak ingin diganggu dalam melaksanakan ibadah.
Mereka harus mendapat jaminan keamanan dan ketenangan untuk melaksanakan ibadah agamanya, walaupun di tengah-tengah lingkungan umat Islam.
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memberikan panduan tentang bagaimana membangun toleransi dalam kehidupan beragama, sebagaimana dalam bersabda:
Baca Juga: Khutbah Jumat: Bergembira Menjalankan Syariat Agama
إِنَّ أَحَبَّ الدِّينِ إِلَى اللَّهِ الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ (رواه الطبرانى)
“Sesungguhnya agama yang paling dicintai oleh Allah adalah agama yang lurus dan toleran.” (HR Ath-Thabrani)
Dalam hadits lainnya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
عَنْ بِنِ عَبَّاسٍ قَالَ: سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْأَدْيَانِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ؟ قَالَ: “الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ.” (رواه البخارى)
Baca Juga: Khutbah Jumat: Al-Wala wal Bara'(Kesetiaan Kepada Sesama Muslim)
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, ‘Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam ditanya, ‘Agama mana yang paling dicintai oleh Allah ‘Azza wa Jalla?’ Beliau menjawab, ‘Agama yang lurus dan toleran.'” (HR Al-Bukhari)
Prof. Wahbah al-Zuhayli menyebutkan, ada empat hal pokok pelaksanaan toleransi yang terkandung dalam Surah Al-Kafirun di atas:
Pertama, relasi antaragama yang mengakui keesaan Tuhan. Hal itu bisa menjadi jalan untuk membentuk sikap moderat dan suasana toleran dalam kehidupan.
Kedua, asas kebebasaan dalam memilih agama. Poin ini menegaskan prinsip ri’ayatud diin, yaitu penjagaan terhadap syariat agama agar bersih dari segala hal yang mencampur-adukkan ajarannya.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Mentadaburi Makna Hijrah
Ketiga, larangan menebar kebencian, menebar teror kepada pemeluk agama lain. Umat Islam tidak boleh melakukan provokasi, menebar kebencian terhadap pemeluk agama lain. Mereka harus mendapat perlindungan dan jaminan keamanan dari umat Islam.
Keempat, mengutamakan keadilan. Setiap manusia berhak mendapatkan perlindungan atas kemerdekaan jiwanya. Maka, keadilan untuk mendapatkan rasa aman dalam kehidupan hendaknya tetap terjaga.
Maka kunci untuk mampu berikap toleransi adalah memiliki pengetahuan agama yang cukup. Sebab, dengan hal itu akan melahirkan sikap yang benar.
Sikap toleransi yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam yaitu dengan memperbolehkan kaum Kafir Quraisy, Yahudi, dan Nasrani untuk menjalankan agama mereka, bahkan beliau memberikan perlindungan terhadap mereka, dengan adanya Piagam Madinah dan juga Perjanjian Najran.
Setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam wafat, para pemimpin sesudahnya menunjukkan sikap yang adil dan toleran terhadap berbagai agama dan komunitas non-Islam. Mereka dijamin kebebasannya dalam menjalankan ibadah dan mengatur urusan agama mereka sendiri.
Semoga kita mampu menebarkan Islam yang rahmatan lil alamin kepada seluruh umat manusia, bersikap toleran dengan tidak memcampuradukan ajaran agama. Aamiin ya Rabbal Alamiin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَٰذَا وَأَسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ . اِنَّهٗ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيْمِ.
Khutbah ke-2
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ اَمَرَنَا بِلُزُوْمِ اْلجَمَاعَةِ، وَنَهَانَا عَنِ اْلاِخْتِلَافِ وَالتَفَرُّقَةِ، وَاْلصَّلَاةُ وَالسَّلآ مُ عَلٰى نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، وَعَلٰى اٰلِهِ وَاَصْحَا بِهِ هُدَاةِ اْلاُمَّةِ، أَمَّا بَعْدُ. فَيَآيُّهَا اْلمُسْلِمُوْنَ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ، وَقَالَ اللهُ تَعاَلَى أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم ،إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ انْصُرْ اِخْوَانَنَآ المُجَا هِدِيْنَ فِى فِلِسْطِيْنِ وَفِى كُلِّ مَكَانٍ .اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ آْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَاهَذَا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً ، يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
Mi’raj News Agency (MINA)