Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Khutbah Jumat: Meneguhkan Konsep Ummatan Wasathan

Redaksi Editor : Ali Farkhan Tsani - Kamis, 5 September 2024 - 06:15 WIB

Kamis, 5 September 2024 - 06:15 WIB

84 Views

Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur

Khutbah Jumat kali ini mengangat judul: “Meneguhkan Konsep Ummatan Wasathan.” Umat Islam adalah pribadi yang mencerminkan keseimbangan antara jasmani dan rohani, lahir dan batin, jiwa dan raga, serta dunia dan akhirat. Umat Islam sebagai ummatan wasathan berarti umat yang menjaga keseimbangan, keserasian, dan harmonisasi dalam kehidupan.

Umat Islam bukanlah yang bersikap ekstrem atau menutup diri dari lingkungan dan perkembangan global. Namun, umat Islam hendaknya mampu berinterkasi, berdialog, terbuka dengan semua pihak, tetapi tetap memiliki prinsip sehingga umat ini menjadi role model yang baik bagi umat manusia.

Berikut khutbah selengkapnya, Selamat menyimak.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Islam Memandang Kekuasaan  

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Khutbah ke-1:

إنَّ الـحَمْدَ لِلّٰهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه، اللّٰهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الْقِيَامَة، مَاشَاءَ اللَّهُ كَانَ، وَمَالَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ، لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللّٰهِ العَلِيِّ الْعَظِيْمِ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أيُّهَا الإِخْوَة أوْصُيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ : أَعُوذُ بِاللَّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ.  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَقَالَ الَنَّبِيُ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللّٰهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.

Marilah kita senantiasa bertahmid, memuji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala nikmat yang terus-menerus dilimpahkan kepada kita. Sudah selayaknya, sebagai hamba yang menerima nikmat itu, kita bersyukur dengan syukur yang sebenar-benarnya.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Meneladani Keagungan Akhlak Rasulullah

Untuk mewujudkan syukur yang sebenarnya, khatib mengajak diri sendiri, keluarga dan juga kaum Muslimin semuanya, marilah kita terus pelihara dan tingkatkan iman dan takwa, dengan memperbanyak ibadah, serta meninggalkan segala larangan-larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Hanya kepada-Nya lah kita menyembah, menggantungkan harapan, dan memohon pertolongan. Hanya kepada-Nya lah kita bertaubat, memohon ampunan.

Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah

Dalam kesempatan khutbah ini, khatib akan menyampaikan khutbah berjudul: “Meneguhkan Ummatan Wasathan.” Sebagai landasannya, marilah kita renungkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah [2] ayat 143:

Baca Juga: Khutbah Jumat: Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan dan Hubungannya dengan Dukungan Perjuangan Palestina

وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ  وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ  ۗوَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ (البقرة [٢]: ١٤٣)

Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berpaling. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.

Pakar tafsir kontemporer, Prof. Dr. Wahbah Al-Zuhaili Rahimahullah dalam tafsir Al-Munir menjelaskan, bahwa kata “al-wasath” adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah. Makna tersebut digunakan untuk sifat atau perbuatan yang terpuji, seperti pemberani adalah pertengahan di antara takut dan gegabah. Dermawan adalah pertengahan antara boros dan pelit.

Sementara Syaikh Muhammad bin Jarir At-Thabary Rahimahullah memaknai al-wasath dengan al-‘adl, karena hanya orang-orang yang adil saja yang bisa bersikap seimbang dan bisa disebut sebagai orang pilihan.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Meneladani Rasulullah Dalam Membangun Peradaban

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kaum Muslimin sebagai umat yang terbaik, penegak keadilan, pemberi kedamaian dan keamanan di antara kelompok dan golongan, tidak melampaui batas dalam menegakkan ajaran agamanya, juga tidak menyepelekan terhadap peringatan dan larangan.

Secara teologis, Islam menanamkan nilai ketauhidan, dengan menafikan atheisme ataupun politeisme. Islam menampik jalan maddiyun, yaitu keyakinan bahwa dunia menjadi tujuan utama kehidupan, juga menolak jalan ruhaniyyun yang berbasis kemalasan dengan alasan mengejar ukhrawi, tetapi melupakan urusan duniawi.

Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah

Ulama tafsir kontemporer, Syaikh Ibnu ‘Asyur (w. 1973 M) Rahimahullah mendefinisikan kata “wasath” dengan dua makna. Pertama, definisi etimologi, kata wasath berarti sesuatu yang ukurannya sebanding dan seimbang.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Permusuhan Yahudi dan Komunis Terhadap Umat Islam

Kedua, definisi terminologi, yaitu nilai-nilai Islam yang dibangun atas dasar pola pikir yang lurus dan berada di pertengahan, tidak berlebih-lebihan, tidak pula meremehkan.

Umat Islam adalah pribadi yang mencerminkan keseimbangan antara jasmani dan rohani, lahir dan batin, jiwa dan raga, serta dunia dan akhirat. Umat Islam sebagai ummatan wasathan berarti umat yang menjaga keseimbangan, keserasian dan harmonisasi dalam kehidupan.

Umat Islam bukanlah yang bersikap ekstrem, atau menutup diri dari lingkungan dan perkembangan global. Namun, umat Islam hendaknya mampu berinteraksi, berdialog, terbuka dengan semua pihak, tetapi tetap memiliki prinsip sehingga umat ini menjadi role model yang baik bagi umat manusia.

Sebuah hadits dari sahabat Ibnu Masud Radhiallahu anhu menceritakan, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menggambar sebuah garis. Kemudian, beliau bersabda, “Inilah jalanku yang lurus.” Kemudian beliau membuat garis-garis lain pada sisi kiri dan kanannya. Kemudian beliau bersabda,”Ini adalah jalan-jalan yang banyak. Pada setiap jalannya ada Setan yang mengajak ke jalan itu (untuk menjerumuskan manusia).” (HR Al-Bukhari).

Baca Juga: Khutbah Jumat: Bergembira Menjalankan Syariat Agama

Kemudian beliau membaca ayat:

إِنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ،… (الانعام [٦]: ١٥٣)

Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. (QS Al An’am[6]: 153)

Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah

Baca Juga: Khutbah Jumat: Al-Wala wal Bara'(Kesetiaan Kepada Sesama Muslim)

Kata al-wasath menunjukkan jati diri umat Islam yang sesungguhnya, yaitu bahwa mereka menjadi yang terbaik karena mereka berada di tengah-tengah, baik dalam hal akidah, ibadah, maupun muamalah.

Wasathiyah dalam bidang akidah, yaitu ajaran tauhid, mengesakan Tuhan, bukan atheisme (tidak percaya adanya Tuhan) dan tidak pula politisme (kelompok yang percaya adanya banyak Tuhan).

Wasathiyah dalam bidang ibadah adalah tidak berlebih-lebihan (ghuluw) dalam menjalankan syariat, tidak pula meremehkan (taqshir) dalam menjauhi larangan.

Contoh perbuatan ghuluw adalah seperti kaum Nasrani yang berlebihan memuja Nabi Isa Alaihi Salam. Sedangkan contoh taqshir seperti kaum Yahudi yang mempermainkan syariat dan mengubah ayat-ayat Allah Ta’ala dalam kitab Taurat.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Mentadaburi Makna Hijrah  

Sedangkan wasathiyah dalam akhlak adalah posisi di antara sifat khauf (pesimisme) dan raja’ (optimisme) yang berlebihan.

Optimisme yang berlebihan dapat mengakibatkan orang mudah berbuat dosa, seolah menganggap dirinya pasti mendapatkan surga, sedangkan pesimisme yang berlebihan dapat mengakibatkan orang menjadi putus asa karena marasa dirinya pasti masuk neraka.

Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah

Ummatan wasathan dalam konteks kehidupan bermasyarakat harus dipahami secara komprehensif agar dapat dilaksanakan secara integral (menyeluruh).

Baca Juga: Khutbah Jumat: Membangun Persaudaraan, Mewujudkan Perdamaian

Pemahaman yang benar tentang ummatan wasathan akan mendorong seseorang dapat berperan aktif di tengah-tengah masyarakat sehingga mendukung terciptanya suasana yang aman, tenteram, dan kondusif.

Mewujudkan situasi yang kondusif merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Dengan kondusifitas itu, maka pelaksanaan syariat agama bisa dilakukan maksimal. Namun, jika situasi kacau, kondisi rusuh dan suasana peperangan, umat Islam akan kesulitan menjalankan syariat agamanya.

Maka, mewujudkan ummatan wasathan tentu tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Perlu sinergi, kerja sama dan sikap saling toleransi dalam kehidupan bermasyarakat.

Adapun ummatan wasathan memiliki ciri-ciri sebagi berikut:

Baca Juga: Khutbah Idul Fitri: Menuju Kemenangan, Istiqamah dengan Amaliah Ramadhan

Pertama, Tawazun (seimbang) yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi.

Kedua, I’tidal (tegak lurus) yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional.

Ketiga, Tasamuh (toleransi) yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan aspek-aspek lainnya dalam kehidupan.

Keempat, Musawah (persamaan) yaitu tidak bersikap diskriminasi kepada golongan lain sebab perbedaan keyakinan, tradisi atau asal-usul seseorang.

Kelima, Syura (musyawarah) yaitu setiap persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip kemaslahatan.

Keenam, Aulawiyah (mendahulukan yang peroritas) yaitu kemampuan mengidentifikasi hal-hal yang lebih penting harus diutamakan untuk dikerjakan.

Ketujuh, Tahadhur (berkeadaban) yaitu menjunjung tinggi akhlak mulia, sebagai ciri utama khairu ummah (umat terbaik) dalam kehidupan masyarakat.

Kedelapan, Jami’an (berjamaah) yaitu hidup terpimpin, dengan mengikuti pola kehidupan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya dengan mengedepankan kebersamaan dan menghindari perpecahan.

Semoga kita semua mampu meneguhkan konsep ummatan wasathan, menjadi teladan kebaikan di tengah-tengah masyarakat, baik dalam lingkup lokal, nasional, maupun internasional. Aamiin Ya Rabbal Alamiin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَٰذَا وَأَسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ . اِنَّهٗ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيْمِ.

 

Khutbah ke-2 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ اَمَرَنَا بِلُزُوْمِ اْلجَمَاعَةِ، وَنَهَانَا عَنِ اْلاِخْتِلَافِ وَالتَفَرُّقَةِ، وَاْلصَّلَاةُ وَالسَّلآ مُ عَلٰى نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، وَعَلٰى اٰلِهِ وَاَصْحَا بِهِ هُدَاةِ اْلاُمَّةِ، أَمَّا بَعْدُ. فَيَآيُّهَا اْلمُسْلِمُوْنَ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ، وَقَالَ اللهُ تَعاَلَى أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم  ،إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ انْصُرْ اِخْوَانَنَآ المُجَا هِدِيْنَ فِى فِلِسْطِيْنِ وَفِى كُلِّ مَكَانٍ .اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ آْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَاهَذَا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً ، يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Khutbah Jumat
Khutbah Jumat
Indonesia
Khutbah Jumat
Khutbah Jumat
Khutbah Jumat