Oleh: Ali Farkhan Tsani, Da’i Pesantren Al-Fatah Bogor
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ ,أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah
Marilah kita senantiasa meningkatkan takwa kepada Allah, sehingga dengan takwa itu Allah berkenan memberikan jalan keluar dari setiap problematika yang kita hadapi. Sesuai dengan firman-Nya:
Baca Juga: Khutbah Jumat: Kewajiban dan Hak dalam Pandangan Islam
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
Artinya: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar.” (QS Ath-Thalaq: 2).
Dengan takwa itulah, kita berpegang teguh kepada pokok Islam yang agung, yaitu kewajiban untuk berjama’ah dalam kebenaran, saling bekerja sama dalam kebaikan, dan bersatu dalam segala hal yang bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat.
Sesuai dengan yang Allah firmankan:
…..يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ .وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعاً وَلا تَفَرَّقُوا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kalian kepada tali (agama) Allah secara berjamaah, dan janganlah kalian bercerai-berai,…..”. (QS Ali Imran [3]: 102-103).
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menggapai Syahid di Jalan Allah Ta’ala
Kaum muslimin yang dirahmati Allah.
Pada kesempatan ini, marilah kita hayati kembali firman Allah berikut:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (30) مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَلا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (31) مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ (32)
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, (30). dengan kembali bertobat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah salat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, (31). yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (31). (QS Ar-Ruum : 30-32).
Baca Juga: Khutbah Jumat: Mempersiapkan Generasi Pembebas Masjid Al-Aqsa
Pada ayat tersebut, Allah berfirman, “luruskanlah wajahmu menghadap kepada agama yang telah disyariatkan oleh Allah bagimu,” yaitu agama yang hanif, agama Ibrahim, yang telah ditunjukkan oleh Allah kepadamu dan disempurnakan-Nya bagimu dengan sangat sempurna.
Inilah Islam, agama yang hanif. Hanif secara bahasa berarti condong kepada kebenaran. Orang yang hanif adalah orang yang suka dan tertarik hatinya kepada kebenaran, serta berkepribadian lurus dan istiqamah.
Karena itu, agama yang hanif adalah agama yang jauh dari kesyirikan dan pemyembahan berhala. Seperti Allah sebutkan di dalam ayat:
مَا كَانَ إِبۡرَٲهِيمُ يَہُودِيًّ۬ا وَلَا نَصۡرَانِيًّ۬ا وَلَـٰكِن كَانَ حَنِيفً۬ا مُّسۡلِمً۬ا وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ
Baca Juga: Khutbah Jumat: Jalan Mendaki Menuju Ridha Ilahi
Artinya: “Ibrahim bukanlah seorang Yahudi bukan pula seorang Nashrani, tetapi dia seorang yang hanif, muslim dan dia tidaklah termasuk orang-orang musyrik“. (QS Ali Imran : 67).
Sedangkan sifat yang dapat ditemukan pada seorang penganut ajaran yang hanif adalah seorang yang berjiwa hanif bagaikan kaca bening.
Dengan kebeningannya itulah, ia dapat melihat kebenaran dan kebatilan. Sebaliknya, dengan ketebalannya, syubhat dan keraguan tidak dapat menembusnya. Ia bukan busa yang menyerap setiap sesuatu yang bersentuhan dengannya.
Seorang yang berjiwa hanif adalah orang yang bijaksana dan adil. Setiap perkara, ia pecahkan sesuai dengan posisi dan porsinya, baik yang berkaitan dengan Allah, dengan dirinya sendiri, maupun yang berhubungan dengan orang lain.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis
Demikian halnya, seorang yang hanif akan menolak praktik syirik dan penyembahan berhala. Karena hal itu bukanlah perbuatan yang adil kepada Allah. Dia pun tidak minum khamr seperti yang lainnya, karena ia tidak mau menzalimi dirinya sendiri. Sebagaimana dia tidak mau menguburkan anak perempuan karena hal itu merupakan perbuatan yang dzalim kepada orang lain.
Seorang yang berjiwa hanif juga memiliki fitrah yang bersih dan pemikiran yang baik. Jiwa dan pemikirannya tidak dikotori modernisasi jahiliyyah, dan tidak pula tercemari oleh pemikiran yang menyimpang.
Seorang yang berjiwa hanif selalu mencari kebenaran dari sumbernya yang asli. Setelah memperolehnya, dia menyibukkan diri untuk mendalaminya, karena itu merupakan sumber yang tidak pernah habis, kemudian dia beristiqamah di dalamnya.
Sebagaimana seorang yang hendak mencari air bersih, dia mencarinya ke sumber air yang belum tercemar, di gunung atau di hutan belantara. Setelah menemukannya, dia menikmatinya dan mengambilnya sebagai perbekalan.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memberantas Miras Menurut Syariat Islam
Hadirin yang berbahagia
Pada surat Ar-Ruum ayat 30 juga dikatakan bahwa “hendaklah kita menghadapkan wajah kita dengan lurus kepada agama Allah dan tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.”
Tetap berada pada fitrah yang suci bermakna Allah telah membekalkan kepada semua makhluk-Nya pengetahuan tentang keesaan-Nya, dan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.
وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyongsong Bulan Solidaritas Palestina
Artinya: “Dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami).” (QS Al-A’raf: 172).
Di dalam sebuah hadis qudsi disebutkan:
وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ، وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ، وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ، وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوا بِي مَا لَمْ أُنْزِلْ بِهِ سُلْطَانًا
Artinya: “Sesungguhnya Aku telah ciptakan para hamba-Ku dalam keadaan hanîf (lurus dan cenderung pada kebenaran) dan sungguhnya mereka didatangi syaitan lalu menyeret mereka dari agamanya dan mengharamkan atas mereka yang Aku halalkan buat mereka dan memerintahkan mereka untuk menyekutukan-Ku dengan sesuatu yang tidak ada dasarnya dari-Ku.” (HR Muslim).
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Berhati-hati dalam Menyebarkan Informasi
Pada hadits lain juga disebutkan:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Artinya: “Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikan menjadi yahudi atau nasrani atau majusi.” (HR Bukhari)/
Hadirin rahimakumullah.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memperkuat Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina
Pada ayat berikutnya dikatakan:
مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
Artinya: “Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS Ar-Ruum: 32).
Jelas, pada ayat ini kita sebagai orang-orang beriman dilarang menjadi seperti orang-orang musyrik yang telah memecah belah agama mereka, yakni mengganti dan mengubahnya, serta beriman kepada sebagiannya dan ingkar kepada sebagian yang lainnya.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Umat Unggul dengan Al-Qur’an
Ulama juga menjelaskan, bahwa mereka meninggalkan agamanya di belakang punggung mereka. Mereka adalah seperti orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Majusi, para penyembah berhala serta para pemeluk agama yang batil lainnya, selain agama Islam.
Terhadap mereka itu, Allah menetapkan di dalam ayat yang lain:
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah.” (QS Al-An’am: 159).
Agama-agama lain berselisih pendapat di antara sesamanya menjadi beberapa golongan yang masing-masing berpegang kepada pendapat-pendapat dan prinsip-prinsip yang batil. Setiap golongan mengira bahwa dirinyalah yang benar.
Umat kita berselisih pendapat pula di antara sesama mereka menjadi beberapa golongan. Semuanya sesat kecuali satu golongan, mereka adalah ahli sunnah wal jama’ah atau Al-Jama’ah, yang berpegang teguh kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.
Semoga kita istiqamah dalam memegang teguh hidup berjamaah. Aamiin. (A/RS2/P2)
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Mi’raj News Agency (MINA)