Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur
Judul Khutbah Jumat kali ini adalah Menjadi Haji Mabrur.
Imam Jalaluddin As-Suyuthi Rahimahullah mendefiniskan makna haji mabrur, yaitu: Pertama, haji yang tidak tercampuri dengan kemaksiatan, kata “al-mabrur” diambil dari kata al-birr yang artinya kebaikan dan ketaatan. Dengan kata lain haji mabrur adalah haji yang dijalankan dengan penuh ketaatan sehingga tidak tercampur dengan segala bentuk dosa.
Kedua, bahwa haji mabrur adalah haji maqbul (diterima karena telah memenuhi rukun dan syarat haji) dan dibalas dengan al-birr (kebaikan) yaitu pahala.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Meneladani Keluarga Nabi Ibrahim AS
Sedangkan bukti bahwa haji seseorang mabrur adalah, ia menjadi lebih baik dari sebelumnya, tidak mengulangi perbuatan maksiat dan mampu memberi manfaat kepada orang banyak.
Khutbah selengkapnya silakan baca berikut ini:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Khutbah ke-1:
Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Balajar dari Kedermawanan dan Pengorbanan Keluarga Nabi Ibrahim AS
إنَّ الـحَمْدَ لِلّٰهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه، اللّٰهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الْقِيَامَة، مَاشَاءَ اللَّهُ كَانَ، وَمَالَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ، لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللّٰهِ العَلِيِّ الْعَظِيْمِ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أيُّهَا الإِخْوَة أوْصُيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ : أَعُوذُ بِاللَّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَقَالَ الَنَّبِيُ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللّٰهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
Segala puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah , Dialah yang telah memuliakan hamba-Nya dengan rukun Islam yang agung, salah satunya adalah ibadah haji yang hari ini sebagian kaum muslimin telah melaksanakannya.
Shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, suri teladan terbaik dalam melaksanakan ibadah haji. kepada keluarga, para sahabat, dan mereka yang senantiasa menghidupkan sunnah-sunnahnya.
Maka, mari kita tingkatkan ketaqwaan kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala, dengan senentiasa melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Napak Tilas Dua Uswah Hasanah
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Pada kesempatan khutbah ini, khatib akan menyampaikan judul “Menjadi Haji Mabrur.” Sebagai landasan, marilah kita renungkan firman Allah dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah [2] ayat ke-197, yang berbunyi:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
Baca Juga: Khutbah Idul Adha 1446 H: Pengorbanan untuk Pembebasan Al-Aqsa dan Kemerdekaan Palestina
“(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!”
Dalam Tafsir Departemen Agama RI dijelaskan bahwa waktu pelaksanaan haji itu sudah ada ketetapannya yaitu pada bulan yang sudah ditentukan dan tidak diperbolehkan dilakukan pada bulan-bulan lainnya.
Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan, ayat ini mengandung tiga perkara larangan dalam berhaji, yaitu: rafats, fusūq, dan jidāl, sebab ketiganya dapat merusak nilai ibadah haji.
Kata “rafats” adalah semua ucapan dan perbuatan yang bersifat keji. “Fusūq” adalah segala bentuk kemaksiatan, dan “jidāl” adalah perdebatan yang merusak kekhusyukan ibadah.
Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Haji, Qurban dan Kesalehan Sosial dalam Semangat Ukhuwah Islamiyah
Sedangkan Imam Al-Maraghi Rahimahullah menegaskan: Allah menginginkan agar ibadah haji juga disertai dengan adab yang tinggi dan niat yang ikhlas, bukan hanya kebutuhan duniawi saja.
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Imam Jalaluddin As-Suyuthi Rahimahullah mendefiniskan makna haji mabrur, yaitu: Pertama, haji yang tidak tercampuri dengan kemaksiatan, kata “al-mabrur” diambil dari kata al-birr yang artinya kebaikan dan ketaatan. Dengan kata lain haji mabrur adalah haji yang dijalankan dengan penuh ketaatan sehingga tidak tercampur dengan segala bentuk dosa.
Kedua, bahwa haji mabrur adalah haji maqbul (diterima karena telah memenuhi rukun dan syarat haji) dan dibalas dengan al-birr (kebaikan) yaitu pahala.
Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Momentum Penyucian Hati dan Penguatan Ukhuwah Islamiyah
Sedangkan bukti bahwa haji seseorang mabrur adalah, ia menjadi lebih baik dari sebelumnya, tidak mengulangi perbuatan maksiat dan mampu memberi manfaat kepada orang banyak.
Dalam hadits riwayat Al-Bukhari, Rasulullah ﷺ memberikan penjelasan terkait pahala atau balasan bagi jamaah haji yang mendapatkan predikat mabrur.
الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ (رواه البخارى)
“Tidak ada balasan (yang pantas diberikan) bagi haji mabrur kecuali surga,” (HR Al-Bukhari).
Baca Juga: Khutbah Jumat: Penjajahan di Atas Muka Bumi Harus Dihapuskan
Rasulullah ﷺ memberikan ciri-ciri haji yang mabrur dalam beberapa hadits. Imam Ahmad dalam Musnadnya meriwayatkan.
قالوا: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا الْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ؟ قال: “إِطْعَامُ الطَّعَامِ، وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ.
وَفِي رِوَايَةِ طَيِّبُ الْكَلَامِ
“Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, apa itu Haji mabrur?’ Rasulullah menjawab, ‘Memberikan makanan dan menebarkan kedamaian.’” Dalam riwayat lain, “Lisan yang terjaga”.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Amalan-amalan Istimewa di Sepuluh Hari Awal Bulan Dhulhijah
Dari dua hadist di atas, ciri haji mabrur adalah:
Pertama. Ith‘amut Tha‘am (Memberi Makan/Dermawan)
Ith’amut tha’am artinya suka memberi makan, makna lebih luas adalah memiliki kepedulian sosial dan dermawan. Karena haji tidak hanya sebagai ritual spiritual, tetapi juga sebagai cara membangun kesadaran sosial yang mendalam.
Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa memberi makan merupakan sebagian ciri orang yang baik (abdal). Allah berfirman:
Baca Juga: Khutbah Jumat: Qurban, Bentuk Ibadah Sosial
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا (الإنسان ]٧٦ [٨ -٩ (
“Dan mereka memberi makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan.” (Q.S. Al-Insān [76]: 8-9)
Haji mabrur bukan sekadar memenuhi rangkaian rukun dan wajib haji saja, tetapi hendaknya menjadi inspirator kebaikan dan kepedulian, memberi manfaat dan dampak positif bagi lingkungan di sekitarnya, seperti: peduli kepada fakir miskin, anak yatim dan dhuafa, ikut berpartisipasi dalam pembelaan perjuangan Palestina, dan lain sebagainya.
Selain memberikan bantuan material, seorang haji mabrur juga diharapkan menyebarkan kebaikan dalam bentuk ilmu, motivasi, atau bimbingan yang dapat memberdayakan orang lain menjadi produktif dan berakhlak mulia.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Buka Blokade Gaza, Bebaskan yang Terpenjara
Ia tahu semua nikmat yang dirasakan berasal dari Allah, maka ia akan membaginya kepada yang membutuhkan.
Kedua. Afsya’us Salam (Menebarkan Salam)
Afya’us salam adalah menyebarkan salam (kedamaian) kepada setiap manusia. Setelah haji, seseorang semestinya menjadi pembawa kedamaian, bukan provokator perpecahan umat Islam. Hatinya tenang, tutur katanya menyejukkan, dan keberadaannya senantiasa mendamaikan dan mempersatukan umat Islam.
Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ (رواه ومسلم)
“Kalian tidak masuk surga hingga beriman, dan tidak beriman hingga saling mencintai. Maukah aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian lakukan, kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim)
Sementara itu, Hasan Al-Bashri Rahimahullah berkata, haji mabrur bukan hanya tentang ritual, tetapi bagaimana ibadah itu mengubah akhlak seseorang menjadi lebih baik. Salah satu perubahan itu terlihat dalam bentuk keinginan untuk menolong sesama, menyantuni anak yatim, membantu fakir miskin, dan mendukung mereka yang membutuhkan.
Ketiga. Thayyibul Kalam (Lisan yang Terjaga)
Lisan yang thayyib adalah lisan yang mengajak kepada kebaikan, menenangkan jiwa, dan menjadi saksi kejujuran. Ia tidak boleh menyebarkan fitnah maupun kebencian sedikitpun. Itulah buah dari haji yang diterima.
Orang yang telah melafalkan talbiyah: “Labbaik Allahumma labbaik…”…maka setelah kembali ke masyarakat, hendaknya menjaga lisannya dari kata-kata kotor, fitnah, gibah, dan caci-maki.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ(متفق عليه)
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya berkata baik atau diam.” (Muttafaq ‘alaihi)
Maka haji mabrur melahirkan pribadi-pribadi yang dermawan dan tidak acuh terhadap penderitaan manusia. Penyebar kedamaian dan menjaga lisan.
Semoga ciri-ciri haji mabrur tersebut dapat terus dipelihara oleh para hujaj, baik yang baru berhaji maupun bagi yang sudah lama. Adapun bagi kaum muslimin yang belum berkesempatan haji, semoga dapat menjadi ‘haji mabrur’ dengan melaksanakan kebaikan-kebaikan tersebut, sebagaimana dikisahkan oleh Abdullah bin Mubarok seorang ulama asal Khurasan, terkait mabrurnya Muwaffaq yang gagal berhaji karena lebih mengutamakan kebutuhan orang miskin dan anak yatim.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَٰذَا وَأَسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ . اِنَّهٗ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيْمِ.
Khutbah ke-2
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ اَمَرَنَا بِلُزُوْمِ اْلجَمَاعَةِ، وَنَهَانَا عَنِ اْلاِخْتِلَافِ وَالتَفَرُّقَةِ، وَاْلصَّلَاةُ وَالسَّلآ مُ عَلٰى نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، وَعَلٰى اٰلِهِ وَاَصْحَا بِهِ هُدَاةِ اْلاُمَّةِ، أَمَّا بَعْدُ. فَيَآيُّهَا اْلمُسْلِمُوْنَ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ، وَقَالَ اللهُ تَعاَلَى أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم ،إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهpِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اَللّٰهُمَّ احْيِى الْمُسْلِمِيْنَ وَاِمَامَهُمْ بِجَمَاعَةِ الْمُسْلِمِيْنَ اَيْ حِزْبِ اللّٰهِ حَيَاةً كَامِلَةً طَيِّبَةً وَارْزُقْهُمْ قُوَّةً غَالِبَةً عَلَى كُلِّ بَاطِلٍ وَظَالِمٍ وَفَاحِشٍ وَمُنْكَرٍ يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ . اللّٰهُمَّ انْصُرْ اِخْوَانَنَآ المُجَا هِدِيْنَ فِى فِلِسْطِيْنِ وَفِى كُلِّ مَكَانٍ .اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ آْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَاهَذَا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً، يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ- وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
Mi’raj News Agency (MINA)