Oleh: Ustaz Ir. Agus Priyono, M.S.; Amir Majelis Dakwah Pusat Jama’ah Muslimin (Hizbullah)
إِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَـغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِالله ِمِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَ مِنْ سَـيِّـَئاتِ أَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, أَرْسَلَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيرًا بَيْنَ يَدَىِ السَّاعَةِ, مَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَـقَدْ رَشَدَ, وَمَنْ يَعْصِهِمَا فَاِنَّهُ لَا يَضُرُّ اِلَّا نَفْسَهُ وَلَا يَضُرُّ اللهَ شَيْءً أَعُوْذُ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ : يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُون
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menggapai Syahid di Jalan Allah Ta’ala
اَللَّهُمَّ صَلِّ وّسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَ التـَّابِعِيْنَ وَاتَّـابِعُ التـَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِ حْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ
فَـإِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَـابُ اللهِ , وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّالْأُمُوْرِ مُحْدَثاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعُةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِىالنَّارِ
Para hamba Allah, sidang jum’at rahimakumullah.
Pertama-tama marilah kita selalu menjaga dan mewujudkan nilai-nilai ketaqwaan dalam mengarungi kehidupan ini, sebagaimana firman Allah yang telah dibacakan tadi yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan muslim”.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Mempersiapkan Generasi Pembebas Masjid Al-Aqsa
Layak mengulang-ulang ayat ini dalam setiap khutbah, mengingat masih ada orang-orang yang menyatakan dirinya beriman tetapi praktek hidupnya belum mencerminkan dirinya sebagai wujud orang beriman. Tidak sedikit orang mengaku beriman tetapi perwujudan imannya hanya dibatasi pada amalan dzikir, shalat dan haji, sementara wujud pribadi mukminnya belum nampak.
Hidupnya sehari-hari dipenuhi sikap emosional, mudah mencela dan meremehkan orang lain, sikap sombong karena memiliki harta dan jabatan lebih dari orang lain, tidak peduli dengan kesusahan orang lain, serta aktifitas ekonominya tidak lepas dari praktek ribawi. Perwujudan Islam seperti ini tentu belum mencerminkan kekaffahan Islam, sebagaimana Allah perintahkan:
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kedalam Islam secara kaffah. Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan (QS. Al-Baqarah: 108).
Praktik Islam yang belum kaffah tentu menimbulkan fitnah. Kontradiksi antara pengakuan iman dan wujud pribadinya menimbulkan tanda tanya bagi orang lain, bahkan menjatuhkan citra Islam yang bervisi rahmatal lil alamin, dengan kepribadian akhlaqul karimah. Disinilah pentingnya penanaman nilai-nilai akidah dan akhlak, melalui berbagai media taklim dan pembelajaran Islam lainnya.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Jalan Mendaki Menuju Ridha Ilahi
Jika setiap pribadi umat ini benar-benar menjadikan dirinya sebagai orang beriman-bertaqwa dengan kepribadian akhlak mulia, maka akan terbangunlah masyarakat wahyu, yang tatanan hidupnya dipenuhi nilai-nilai kebaikan serta amal-amal yang bermoral, hingga menjadi umat teladan di tengah peradaban manusia yang terus cenderung mengalami kemerosotan moral ini. Allah berfirman:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُون
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Ali Imran: 110).
Kaitan dengan ayat sebelumnya
Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis
Jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya (QS.Ali Imran: 105), Allah menyeru agar orang-orang beriman jangan meniru orang yang berpecah-belah, sebab bakal menimbulkan kesedihan di akhirat kelak (QS.Ali Imran:106-107). Oleh karena itu hendaklah membangun umat yang setiap anggotanya menjalankan tugas sesuai bagian masing-masing sebagaimana diserukan pada ayat 104.
Ayat 110 ini mengungkapkan bahwa umat yang tampil di depan manusia menjalankan amar ma’ruf nahi munkar berdasar iman, merupakan umat yang terbaik, umat yang terpilih.
Ayat sebelumnya mengecam ahlul kitab yang bercerai-berai dalam menanggapi diutusnya Nabi Muhammad SAW. Ayat selanjutnya menjamin, jika ahlul kitab itu beriman, maka akan menjadi umat yang terbaik pula.
Firman Allah SWT tersebut merupakan pernyataan dari Allah SWT bahwa umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yakni kaum muslimin, sebagai umat yang terbaik di antara umat manusia di muka bumi. Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya mengutip sebuah hadits dari Bahz bin Hakim bahwa tatkala membaca ayat ini Rasulullah saw. bersabda:
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memberantas Miras Menurut Syariat Islam
أنتم تتمون سبعين أمة أنتم خيرها و أكرمها عند الله
“Kalian adalah penyempurna dari 70 umat, kalian yang terbaik di antara mereka dan termulia di sisi Allah” (HR. At Tirmidzi).
Menurut Imam Qurthubi dan Imam Ibnu Katsir, predikat tersebut sama dengan predikat “ummatan wasathan” yang Allah sebut dalam firman-Nya:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyongsong Bulan Solidaritas Palestina
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS.al-Baqarah:143).
Berkaitan dengan kondisi umat yang terpuruk sekarang ini, ada yang bertanya apakah predikat tersebut hanya untuk kaum muslimin terdahulu, yakni di masa shahabat, ataukah berlaku hingga hari kiyamat?
Menurut Ibnu Abbas r.a., sebagaimana dikutip Imam Al Qurthubi, kelompok orang yang berpredikat umat terbaik yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah orang-orang yang berhijrah dari Mekkah ke Madinah, yang ikut dalam perang Badar, dan ikut dalam perjanjian Hudaibiyah. Namun Umar bin Khaththab mengatakan bahwa siapa saja yang beramal seperti mereka, levelnya seperti mereka.
Tidak perlu dipertentangkan apakah yang terbaik di antara umat Islam ini, yang awal ataukah yang akhir, bahkan Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya mengutip sebuah riwayat hadits bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Berhati-hati dalam Menyebarkan Informasi
أمتي كالمطر لا يدري أوله خير أم آخره
“Umatku bagaikan hujan, tak diketahui, yang lebih baik itu yang pertama ataukah yang terakhir” (HR. Abu Dawud At Thayalisi dan Abu Isa At Tirmidy).
Diriwayatkan pula bahwa Malik bin al-Dayif dan Wahb bin Yahudza yang keduanya keturunan Yahudi berkata kepada Ibn Mas’ud, Mu`adz bin Jabal dan Ubay bin Ka’b: “agama kami lebih baik dari agama yang kalian da’wahkan, bangsa kami lebih unggul dibanding kalian”. Tidak lama kemudian turunlah QS.Ali Imran:110 ini sebagai bantahan terhadap mereka. Umat yang terbaik, setelah diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul, bukanlah Yahudi atau Nahrani, tapi umat Islam.
Demikianlah jika ayat ini dikaitkan dengan ayat sebelumnya (QS.3:102-104), serta ayat-ayat terkait, dapat dipahami bahwa yang menjadi umat terpilih itu adalah yang memenuhi kriteria (1) modal aqidah: iman, taqwa; (2) modal sosial: menjaga ukhuwah, satu tubuh, berjama’ah; dan (3) modal amal: amar ma’ruf nahi munkar, menegakkan syariah secara kaffah. Ketiga modal itulah yang akan menjadikan umat ini sebagai khoiru ummah.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memperkuat Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina
Sebaliknya, jika umat ini terjebak terus dalam berbagai perselisihan dan perpecahan, maka mustahil terbentuknya umat yang solid dan menjadi teladan di tengah peradaban manusia hingga akhir jaman.
Kesimpulan: Jelaslah bahwa kapan dan dimanapun berada, kaum muslimin disebut Allah SWT sebagai خَيْرَ أُمَّةٍ (umat terbaik) dan أُمَّةً وَسَطًا (umat yang adil dan pilihan), jika umat ini benar-benar beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT (QS.Ali Imran 102); hidup berjama’ah (QS.Ali Imran 103, QS.ash-Shaff 4, QS.al-Anfal 73, QS.al-An’am 159) dll.) melaksanakan syariat Islam secara kaffah (QS.al-Baqarah: 208) dengan aktivitas ”amar ma’ruf nahi munkar”. Wallahu a’lam. (AP).
بَا رَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْاَنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَا كُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلَا يَا تِ وَذِّكْرِالْحَكِيْم اَقُوْلُ قَوْلِي هَاذَا وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ اْلعَظِيْم لِي وَلَكُمْ وَلِسَا ءِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَا سْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah Kedua
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Umat Unggul dengan Al-Qur’an
اَلْحَمْدُ ِللهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُلَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَامْتَنَانِهِ
أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ تَغْظِيْمًا لِشَأْنِه
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إِلَى رِضْوَانِهِ
اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ نَبِيِّنَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَإِخْوَانِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
انّ اللهَ وَمَلئِكَتَهُ يَصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيْ يَآيُّهَاالَّذِيْنَ امَنُوْا صَلُّوْ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Makan yang Halal dan Thayib
اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ صَاحِبَ الْوَجْهِ اْلأَنْوَرِ، وَالْجَبِيْنِ اْلأَزْهَرِ، وَارْضَ اللهُمَّ عَنِ اْلأَرْبَعَةِ الْخُلَفَاءِ الرَّشِدِيْنَ وَاْلأَئِمَّةِ الْمَهْدِيِّيْنَ الَّذِيْنَ قَضَوْا بَالْحَقِّ وَبِهِ كَانُوْا يَعْدِلُوْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِى وَعَنِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعِنَا مَعَهُمْ بِعَفْوِكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
اَللهُمَّ أَعِزَّاْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُسْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ،
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ،
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِيْ أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَاللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِلْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشَكَرْوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُاللهِ أَكْبَرُ
[1] Zad al-Masir, I h.438
[2] Ibn al-Jawzi (508-597H), Zad al-Masir, I h.438, al-Asqalani (773-852H), al-Ijab fi Bayan al-Asbab, II h.733
[3] Ibn al-Manzhur, Lisan al-Arab, XIII h.366
[4] Shahih al-Bukhari, IV h.1660 dan sember-sumber lainnya.
(AK/R1/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)