Saat ini kita memasuki hari-hari terakhir dari bulan ke-12, Dzulhijjah 1446, dalam Kalender Islam, Hijriyah. Sebentar lagi kita akan memasuki bulan Muharram tahun baru 1447 Hijriyah. Untuk lebih memaknai kehadiran Tahun Baru Islam itu, berikut teks Khutbah Jumat Menyambut Tahun Baru 1446 Hijryah untuk Pembebasan Al-Aqsa yang ditulis oleh Ustadz Ali Farkhan Tsani, Duta Al-Quds Internasional yang juga Redaktur Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency).
الْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، وَالعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ
وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَلِيُّ الصَّالِحِيْنَ وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ إِمَامُ الأَنبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَأَفْضَلُ خَلْقِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ،
صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ : فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Baca Juga: Khutbah Jumat: Muhasabah Akhir Tahun, Evaluasi Diri dan Perjuangan
Kaum Muslimin sidang Jumah yang dimuliakan Allah
Alhamdulillahi robbil ‘alamin, segala puji hanya milik Allah Tuhan semesta alam, yang telah mempertemukan kita kembali dengan Sayyidul Ayyam, induknya hari dalam sepekan, yaitu hari Jumat. Hari Jumat juga menjadi hari ketika pahala sedekah dilipatgandakan oleh Allah, serta hari ketika doa-doa dikabulkan Allah.
Shalawat dan salam marilah kita haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang telah mengantarkan manusia dari jaman jahiliyah menuju jaman yang penuh dengan keimanan dan keilmuan, minadz dzulumati ilan nuur.
Selanjutnya, khatib menyampaikan wasiat kepada diri dan keluarga serta hadirin sekalian, marilah kita senantiasa meningkatkan takwa kita kepada Allah, agar kita senantiasa hidup bahagia, selamat, penuh berkah dan sejahtera, di dunia hingga di akhirat kelak.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Haji Mabrur
Allah mengingatkan kita di dalam firman-Nya :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kalian mati kecuali dalam keadaan Muslim (berserah diri kepada Allah)”. (QS Ali Imran [3] : 102).
Pada ayat lain Allah berfirman:
Baca Juga: Khutbah Jumat: Meneladani Keluarga Nabi Ibrahim AS
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَقُولُواْ قَوۡلاً۬ سَدِيدً۬ا (٧٠) يُصۡلِحۡ لَكُمۡ أَعۡمَـٰلَكُمۡ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۗ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ ۥ فَقَدۡ فَازَ فَوۡزًا عَظِيمًا (٧١)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta’ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. (QS Al-Ahzab [33]: 70-71).
Takwa ini menjadi wasiat abadi karena mengandung kebaikan dan manfaat yang sangat besar bagi terwujudnya kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Takwa merupakan kumpulan dari semua kebaikan dan pencegah segala kejahatan. Dengan takwa, seorang mukmin akan mendapatkan dukungan dan pertolongan dari Allah Subhanahu WA Ta’ala.
Allah menyebutkan di dalam ayat-Nya:
Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Balajar dari Kedermawanan dan Pengorbanan Keluarga Nabi Ibrahim AS
إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوا۟ وَّٱلَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ
Artinya: “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS An-Nahl [16]: 128).
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah akan selalu membersamai orang-orang yang bertakwa dan berbuat baik, yakni mereka yang menjalankan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan, dengan turunnya pertolongan, bantuan, dan taufik dari Allah kepada mereka.
Hadirin yang dimuliakan Allah
Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Napak Tilas Dua Uswah Hasanah
Perjalanan waktu dari tahun lama ke tahun baru berikutnya sedemikian cepatnya. Sehingga kita sekarang berada di penghujung tahun1446 Hijriyah, dan sebentar lagi kita memasuki tahun baru 1447 Hijriyah.
Hal ini menunjukkan semakin berkurangnya waktu hidup kita di dunia dan mengingatkan semakin dekatnya usia kita menuju alam akhirat. Maka, menjadi waktu terbaik untuk selalu introspeksi diri atas segala amal yang telah kita kerjakan, agar selalu semakin lebih baik dan lebih baik lagi.
Allah mengingatkan kita di dalam ayat-Nya:
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٌ۬ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٍ۬ۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ (١٨)
Baca Juga: Khutbah Idul Adha 1446 H: Pengorbanan untuk Pembebasan Al-Aqsa dan Kemerdekaan Palestina
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok [akhirat], dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al-Haysr [59]: 18)
Kita harus selalu berprinsip bahwa semakin tambah umur, harus semakin baik pula amal kebaikannya. Seperti Rasulullah sebutkan di dalam haditsnya:
خَيْرُالنَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ وَشَرُّالنَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَسَاءَعَمَلُهُ.
Artinya: “Sebaik- baik manusia adalah orang yang panjang umurnya dan bagus amalnya dan seburuk-buruk manusia adalah orang yang panjang umurnya dan buruk amalnya.” (HR Ahmad, Turmudzi dan Hakim).
Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Haji, Qurban dan Kesalehan Sosial dalam Semangat Ukhuwah Islamiyah
Hadirin yang dirahmati Allah
Karunia waktu adalah sesuatu yang sangat berharga bagi kita seorang Muslim. Bahkan lebih berharga daripada harta dunia yang kita miliki. Karena harta dunia apabila hilang maka masih bisa kita cari. Sementara waktu apabila telah berlalu tidak mungkin untuk kembali lagi.
Sehingga tidak ada yang tersisa dari waktu yang telah lewat kecuali apa yang telah dicatat oleh malaikat. Baik buruk, besar kecil, semua tercatat sebagai amal kita.
Allah menyebutkan di dalam firman-Nya:
Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Momentum Penyucian Hati dan Penguatan Ukhuwah Islamiyah
إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ ۖ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا
Artinya: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.” (QS Al-Isra [17: 7).
Di dalam Tafsir As-Sa’di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, menjelaskan tentang ayat ini bahwa, “Jika kalian berbuat baik, berarti kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri, karena manfaat dari perbuatan baik kalian kembalikepada kalian sendiri bukan kepada orang lain. Bahkan saat kalian masih berada di dunia, seperti yang telah kalian saksikan, berupa kemenangan kalian terhadap musuh-musuh kalian. Sebaliknya, jika kaian berbuat jahat, maka kejahatan itu bagi diri kalian sendiri, dan kepada diri kalian sendirilah bahaya itu berbalik arah. Sebagaimana yang telah Allah perlihatkan kepada kalian berupa penguasaan musuh atas kalian.”
Ayat ini merupakan rangkaian dari keberkahan bumi Isra Mi’raj Nabi Muhammad Shallalalhu ‘Alaihi Wasallam, yakni antara Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, seperti pada ayat pertama Surat Al-Isra. Hal ini menunjukkan perbuatan kebaikan itu rangkaiannya dapat dikaitkan dengan pembelian Dan penjagaan terhadap Masjidil Haram di Makkah dan Masjidil Aqsa di Al-Quds, Palestina.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Penjajahan di Atas Muka Bumi Harus Dihapuskan
Rugilah kita jika tidak memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya melalui ibadah, amal shalih, bersedekah, dan berbagai kegiatan yang bermanfaat lainnya. Terutama sekali amal shalih memberikan dukungan, bantuan, doa dan segala daya untuk pembebasan Masjidil Aqsa dan kemerdekaan Palestina keseluruhannya.
Allah mengingatkan kita tentang pentingnya waktu untuk menambah amal shalih, seperti tertuang di dalam Surat Al-Ashr.
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
Artinya: ”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS Al-‘Ashr: 1-3).
Baca Juga: Khutbah Jumat: Amalan-amalan Istimewa di Sepuluh Hari Awal Bulan Dhulhijah
Tentang pentingnya Iman Dan amal shalih juga Allah sebutkan di dalam Surat At-Tiin ayat 4-6:
لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
ثُمَّ رَدَدْنَٰهُ أَسْفَلَ سَٰفِلِينَ
إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”
Amal shalih pada ayat-ayat tersebut, dapat dikaitkan juga dengan ayat-ayat sebelumnya, yakni tentang keutamaan At-Tiin, Az-Zaitun, Ath-Thursina, dan Baladil Amin, yang menunjukkan Wilayah Negeri Syam, termasuk Palestina di dalamnya, dan Wilayah Makkah Al-Mukarramah.
Hadirin yang sama-sama mengharapkan ridha dan ampunan Allah
Selanjutnya, momentum hijrah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari Makkah menuju Madinah sebagai awal penghitungan kalender Islam atau Tahun Baru Hijriyah, yang terjadi beberapa bulan setelah peristiwa Isra Mi’raj, mengandung makna yang sangat dalam bagi perjuangan dakwah Islam.
Hijrah mengandung makna tekad untuk terus maju dalam kebaikan, semangat perjuangan menegakkan kalimah Allah, perencanaan yang matang, dan kerja keras ke arah tujuan yang jelas, ridha Allah.
Peristiwa hijrah merupakan tonggak perjuangan umat Islam untuk selanjutnya mereka tidak hanya dikagumi oleh kawan tapi juga disegani oleh lawan. Dengan totalitas hijrah ini, umat Islam tampil kokoh dan solid, teguh tapi sekaligus kasih sayang, tegar sekaligus lembut.
Mereka orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dipersaudarakan karena Allah dalam satu komunitas berjamaah, perjuangan jihad dan dakwah, nasihat dan tarbiyah.
Mereka kuat dan solid karena berkumpul bukan sebab harta, usaha, bisnis, apalagi kepentingan politik. Namun berkumpulnya semata-mata karena panggilan untuk sama-sama beribadah dan menghambakan diri kepada Allah.
Untuk itu, marilah kita jadikan kehadiran Tahun Baru Hijriyah 1447 ini sebagai momentum perbaikan terus-menerus dalam amal ibadah kita, baik yang bersifat individu maupun sosial. Terlebih jika itu menyangkut juang umat, jihad di jalan Allah, yakni perjuangan pembebasan Masjidil Aqsa dan kemerdekaan Palestina, yang hingga kini masih dalam penjajahan Zionis.
Di dalam sebuah hadits kita diingatkan:
عن ميمونة مولاة النبي صلى الله عليه وسلم قالت يَا نَبِيَّ اللَّهِ أَفْتِنَا فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَقَالَ أَرْضُ الْمَنْشَرِ وَالْمَحْشَرِ ائْتُوهُ فَصَلُّوا فِيهِ فَإِنَّ صَلَاةً فِيهِ كَأَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ قَالَتْ أَرَأَيْتَ مَنْ لَمْ يُطِقْ أَنْ يَتَحَمَّلَ إِلَيْهِ أَوْ يَأْتِيَهُ قَالَ فَلْيُهْدِ إِلَيْهِ زَيْتًا يُسْرَجُ فِيهِ فَإِنَّ مَنْ أَهْدَى لَهُ كَانَ كَمَنْ صَلَّى فِيهِ.
Artinya: Dari Maimunah (binti Sa’ad), pembantu Nabi, dia bertanya, ”Wahai Nabi Allah, berilah kami fatwa tentang Baitul Maqdis. Maka beliau menjawab, “Tanah tempat bertebaran dan tempat berkumpul, datanglah ke sana dan shalatlah di dalamnya, karena satu shalat di dalamnya sama dengan seribu shalat. Dia (Maimunah) bertanya (lagi), ”Bagaimana jika engkau melihat orang
yang tidak mampu shalat (di sana) dan tidak mampu mendatanginya?” Beliau menjawab, “Hendaklah engkau mengirimkan minyak untuk meneranginya, karena siapa pun yang mampu mengirimkannya, seolah-olah dia telah shalat di dalamnya.” (HR Ahmad).
Hadirin yang Allah muliakan
Hadits ini mengatakan, “Hendaklah engkau mengirimkan minyak untuk meneranginya, karena siapa pun yang mampu mengirimkannya, seolah-olah dia telah shalat di dalamnya”.
Dr. Syaikh Usamah Al-Asyqar menjelaskan, hadits ini dapat dimaknai secara harfiah menurut perawi hadis ini, dan dapat juga bersifat penafsiran atau interpretasi ulama.
Makna pertama, secara harfiah yakni memang mengirim minyak sebagai bahan bakar untuk menerangi lampu-lampu di Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa).
Hal ini ditandai dengan peristiwa ketika Maimunah binti Harits, isteri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, bernadzar akan shalat di Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa) jika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berhasil dalam Pembebasan Mekkah.
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berhasil dalam Pembebasan Makkah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan situasinya masih terlalu sulit untuk diwujudkan, karena kawasan Baitul Maqdis saat itu masih di bawah kedaulatan militer Romawi Timur (Bizantium).
Menurut Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, hal ini akan berbahaya bagi isterinya, terutama karena ia adalah isteri dari musuh terbesar Romawi Timur yang baru di wilayah tersebut.
Meskipun Maimunah binti Harits menyadari sulitnya masalah ini, dia mengajukan saran kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar dia tetap diizinkan pergi ke Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa) untuk shalat di dalamnya, di bawah pengawalan pasukan kaum Muslimin atau jaminan utusan diplomatik, untuk memenuhi nadzarnya shalat di Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjelaskan bahwa hal itu tetap tidak dapat dilakukan, karena orang-orang Romawi pasti akan menghalanginya.
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengarahkannya pada alternatif lain sebagai pengganti nadzar isterinya, yaitu agar mengirimkan minyak untuk menerangi lampu-lampu Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa) sebagai ganti belum bisa shalat di dalamnya.
Maka, sejak itu Maimunah binti Harits, isteri Rasulullah, setiap tahun mengirimkan uang dalam sejumlah besar untuk membeli minyak yang akan digunakan untuk menerangi lampu-lampu di Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa), terutama saat shalat Subuh.
Maimunah binti Harits melaksanakan hal itu, sampai dia meninggal, dan dia juga membuat wasiat untuk diteruskan oleh keluarganya.
Makna kedua, mengirimkan minyak maksudnya adalah dengan sering memberikan pengetahuan, pengarahan, petunjuk dan aktivitas-aktivitas amal shalih, yang dengan itu dapat mencerahkan kesadaran umat tentang Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa). Ini dilakukan ketika tidak mampu untuk mendatangi dan shalat di Masjid Al-Aqsa karena berbagai kendala.
Hadits ini mendorong kita segenap umat Islam agar memenuhi arahan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar kita dapat berziarah dan shalat di Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa), atau sebagai gantinya dengan mengirim minyak untuk meneranginya.
Mengirimkan minyak dalam arti lebih luas lagi dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang mencerahkan untuk Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa), seperti kegiatan : ceramah, orasi, daurah (pelatihan), pemberitaan, penulisan artikel dan buku, siaran radio dan televisi, longmarch/gerak jalan, pengibaran bendera, festival, aksi demo protes, pengiriman statemen, pembacaan puisi, donasi, menjadi relawan kemanusiaan, hingga doa sekalipun. []
بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Mi’raj News Agency (MINA)