Oleh : Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA, Duta Al-Quds Internasional, Da’i Ponpes Al-Fatah Cileungsi, Bogor
الْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، وَالعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ
وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَلِيُّ الصَّالِحِيْنَ وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ إِمَامُ الأَنبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَأَفْضَلُ خَلْقِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ،
صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ : فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Sidang Jumat yang dimuliakan Allah
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyaang. Kita dapat bersua kembali dengan Sayyidul Ayyam, induk dari segala hari, yakni hari Jumat ini.
Bukan hanya usia yang bertambah, Allah juga telah memberikan nikmat kesehatan, pekerjaan, keluarga dan nikmat-nikmat lainnya yang tidak dapat kita hitung satu demi satu. Wabil khusus adalah nikmat istiqamah dalam Islam dan Iman yang bersemayam di dalam jiwa kita.
Dengan nikmat Islam dan iman itulah kita merasa ringan untuk melangkahkan kaki menyambut seruan azan, datang memenuhi panggilan Allah, menunaikan shalat fardhu, wabil khusus shalat Jumat berjamaah. Dengan nikmat Iman dan Islam itu pula, kita gemar melakukan amal kebajikan, bersedekah dan berjuang di jalan Allah dan menolong sesama yang membutuhkan, terutama menolong saudara-saudara kita yang tertindas di Palestina.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Untuk itu, marilah kita terus tingkatkan rasa syukur kita kepada Allah dengan senantiasa istiqamah dalam takwa, dalam melaksanakan segala perintah Allah dan sunnah-sunah Nabi-Nya, serta menjauhi segala larangan-Nya dan hal-hal yang tidak disukai Nabi-Nya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Saat ini kita berada di penghujung akhir tahun 2023 dalam perhitungan Kalender Masehi. Waktu berjalan begitu cepat, hingga tak terasa umur kita sudah semakin menua, walaupun semangat juang di jalan Allah harus tetap muda dan terjaga.
Allah memberi kesempatan waktu yang sama kepada kita masing-masing, 24 jam dalam sehari semalam, 7 hari dalam sepekan, dan 12 bulan dalam setahun. Hanya pertanyaannya adalah apakah hari-hari yang kita lalui itu membawa perubahan yang lebih baik pada diri kita? Ataukah justru semakin hari malah semakin buruk, terutama dalam amal ibadah. Sementara umur terus bertambah, dan batas jatah usia kita semakin berkurang.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Maka, akhir yang baik, atau Husnul Khotimah adalah menjadi harapan terbesar kita. Kita ingin mengakhiri hidup sementara di dunia ini dalam keadaan bartauhid kepada Allah, dengan kalimat Laa ilaaha illallaah.
Untuk itu, marilah kita melakukan muhasabah, penghitungan atau evaluasi akhir tahun ini menghadapi masa-masa di hadapan tahun mendatang.
Hadirin Rahimakumullah
Berkaitan dengan muhasabah ini, Allah mengingatkan kita di dalam ayat-Nya:
Baca Juga: Khutbah Jumat: Jalan Mendaki Menuju Ridha Ilahi
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ () وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Hasyr [59] : 18).
Di dalam Tafsir An-Nafahat Al-Makkiyah, Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi menjelaskan, bahwa melalui ayat ini Allah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk bertakwa dan selalu mengintrospeksi atas setiap amalan terdahulu yang akan dihitung di hari kiamat.
Kemudian Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar bertakwa untuk kedua kalinya. Allah mengulangi kalimat takwa karena pentingnya amalan tersebut. Allah mengetahui atas amalan-amalan dan akan dibalas dengan sebab amalan-amalannya.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Tentang pentingnya muhasabah atau evaluasi diri ini, Khalifah Umar bin Khattab pernah berkata:
حَاسِبُوْا أَنْفُوْسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا
Artinya: “Hitung-hitunglah diri kalian sebelum kalian dihitung (oleh Allah)”.
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin menyamakan muhasabah diri dengan pedagang yang menghitung kerugian dan laba yang dihasilkan dalam satu rentang waktu tertentu. Ketika keuntungan yang didapat, ia mensyukuri dan berusaha meningkatkannya. Demikian pun ketika merugi, ia akan mencari penyebabnya dan berusaha untuk tidak mengulanginya pada masa yang akan datang.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Begitulah, orang-orang beriman yang berakal seharusnya melakukan hal yang sama terhadap amal perbuatannya di dunia selama ini.
Hal ini diingatkan oleh baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam sabdanya:
الكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ ، وَعَمِلَ لِمَا بعدَ المَوتِ ، والعَاجِزُ مَنْ أتْبَعَ نَفْسَهُ هَواهَا وَتَمنَّى عَلَى اللهِ الاَمَانِيَّ
Artinya: “Orang yang sempurna akalnya ialah yang mengoreksi dirinya dan bersedia beramal sebagai bekal setelah mati. Dan orang yang rendah akalnya adalah orang yang selalu memperturutkan hawa nafsunya dan ia mengharapkan berbagai angan-angan kepada Allah.” (H.R. At-Tirmidzi).
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Jamaah kaum Muslimin yang berbahagia
Setidaknya ada dua garis besar yang perlu kita jadikan bahan muhasabah yang sangat menentukan kehidupan kita.
Pertama, muhasabah hubungan kita dengan Allah atau hablum minallaah. Kedua muhasabah hubungan kita dengan sesama manusia atau hablum minannaas.
Allah menyebutkan di dalam ayat-Nya:
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُواْ إِلاَّ بِحَبْلٍ مِّنْ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ وَبَآؤُوا بِغَضَبٍ مِّنَ اللَّهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُواْ يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ الأَنبِيَاء بِغَيْرِ حَقٍّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوا وَّكَانُواْ يَعْتَدُونَ
Artinya: “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.” (Q.S. Ali Imran [3] : 112).
Inilah ajaran Islam yang membentangkan dua bentuk hubungan harmonis yang akan membawa kemuliaan dan keselamatan manusia di sisi Allah, yaitu tata hubungan yang mengatur antara manusia dengan Tuhannya dalam hal ibadah dan tata hubungan yang mengatur antara manusia dengan makhluk yang lainnya dalam wujud amaliyah sosial.
Dengan demikian dapat kita pahami bahwa untuk membangun hubungan kita kepada Allah, kita mempunyai kewajiban untuk menunaikan hak-hak Allah. Hak-hak Allah ialah mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain. Hak Allah adalah menjalankan syariat Allah, beribadah kepada-Nya dengan tulus ikhlas.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Ada istilah yang mengatakan, “Perbaikilah hubungan kita dengan Allah, niscaya Allah akan memperbaiki kehidupan kita”.
Di dalam hadits disebutkan :
اِحْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ ، اِحْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَـعِنْ بِاللهِ
Artinya : “Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah.” (H.R. At-Tirmidzi).
Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis
Tentang kaitannya dengan hablum minannas, Allah menyebutkan di dalam ayat :
وَاعْبُدُواْ اللَّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُورًا
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (Q.S. An-Nisa [4] : 36).
Ayat tersebut menunjukkan bahwa hablum minallah dan hablum minannas adalah bagai dua sisi mata uang yang tidak boleh dipisahkan. Itulah kepribadian seorang Mukmin sejati. Untuk itu, marilah kita adakan musahabah diri sejauh mana hubungan baik kita dengan Allah, dan hubungan baik kita dengan sesama manusia.
Koreksi hubungan kita dengan sesama manusia juga adalah bermakna, marilah kita perbaiki hubungan bakti kita kepada orang tua, kita pererat komunikasi dan tanggung jawab terhadap rumah tangga tercinta kita, kita sambung ikatan silaturrahim yang terputus dengan sesama sahabat kita, kita bantu yang memerlukan, dan kita doakan kebaikan semuanya. Terutama sekali adalah kita tingkatkan solidaritas kita terhadap perjuangan bangsa Palestina dan pembebasan Masjid Al-Aqsa.
Seiring perjalanan waktu, maka kita pun harus mengadakan perubahan ke arah amal yang lebih baik lagi, dengan senantiasa memohon pertolongan Allah.
Allah mengingatkan kita di dalam firman-Nya :
لَهُۥ مُعَقِّبَٰتٌ مِّنۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِۦ يَحْفَظُونَهُۥ مِنْ أَمْرِ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ ۗ وَإِذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوْمٍ سُوٓءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥ ۚ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَالٍ
Artinya : “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Q.S. Ar-Ra’d [13] : 11).
Terakhir, marilah kita kuatkan juga kehidupan berjamaah di kalangan kaum Muslimin, sehingga dapat mengatasi berbagai problematika kehidupan secara bersama. Termasuk pembebasan Al-Aqsha dan Palestina akan dapat terlaksana manakala seluruh komponen umat Islam baik di dalam Palestina maupun di luar Palestina, di seluruh dunia, dapat bersatu karena Allah. Sebagaimana Allah mengingatkan di dalam ayat-Nya :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
Artinya: “Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kalian berpecah-belah.” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 103).
بَارَكَاللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَات وَالذِكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَا وَتَهُ إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ
(A/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Penulis, Ali Farkhan Tsani, dapat dihubungi melalui WA : 0858-1712-3848 atau email [email protected]