Oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur
Khutbah ke-1:
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَ لَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ قَالَ الله تَبَارَكَ وَتَعَالَ, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً، وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ، إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمً، أَمَّا بَعْد
Marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas semua nikmat yang diberikan kepada kita, baik nikmat iman, Islam dan kesehatan, sehingga kita masih bisa melaksanakan Shalat Jumat secara berjamaah.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Selanjutnya, khatib berwasiat kepada diri sendiri dan jamaah sekalian untuk selalu menjaga, merawat, memelihara dan meningkatkan iman dan taqwa kita.
Imam Al-Ghazali membagi taqwa menjadi empat yaitu: 1). Taqwa orang awam, yakni menghindarkan diri dari syirik. 2). Taqwa orang khas (istimewa) yaitu menghindarkan dirinya dari perbuatan maksiat. 3). Taqwa para auliya (kekasih Allah) yaitu menghindarkan diri dari perbuatan sia-sia, dan 4). Taqwa para nabi, yaitu selalu melakukan berbagai aktivitas sehingga keimanan dan ketaqwaannya terus meningkat.
Jamaah Shalat Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Pada kesempatan ini, marilah kita merenungkan Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surah Al-Qashas [28]: ayat ke-4:
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ ۚ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ (القصص [٢٨]: ٤)
”Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar dalam kitab Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir menjelaskan ayat di atas, sesungguhnya Fir’aun telah berbuat angkuh dan berlaku kejam di dalam kekuasaan dan tiraninya di negeri Mesir. Firaun memecah-belah masyarakat Mesir menjadi dua golongan besar yaitu: penduduk pribumi Mesir dengan Bangsa Pendatang, yaitu Bani Israel.
Firaun menindas Bani Israel dengan membunuh anak-anak lelaki mereka dan menjadikan anak perempuannya sebagai budak karena kekhawatiran kerajaannya akan hancur, berdasarkan berita yang sampai kepadanya dari sebagian dukun, bahwa akan lahir dari kalangan Bani Israil seorang anak yang akan menjadi sebab hilangnya kerajaan Fir’aun. Pendapat lainnya mengatakan bahwa orang-orang Qibth (Mesir), mendengar cerita dari kaum Bani Isra’il, bahwa Nabi Ibrahim Alaihi salam pernah bersabda, kelak akan ada di antara keturunannya yang akan menggulingkan kekuasaan Fir’aun yang lalim di Mesir.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Jamaah Shalat Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Setidaknya ada lima ciri/model kepemimpinan bercorak Fir’aunisme, yaitu;
Pertama, berbuat sewenang-wenang, hukum ditafsirkan menurut kehendaknya sendiri. Ia tidak konsekuen dengan peraturan yang disepakati.
Kedua, memecah belah masyarakat, tidak ada saling percaya, yang ada justru kecurigaan dan permusuhan antar kelompok. Konflik terus berkepanjangan tanpa ada usaha penyelesaian.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Ketiga, menindas orang yang tidak disukainya, karena dianggap menghambat program dan kinerja yang dilakukannya.
Keempat, membunuh warganya, meskipun tidak bersalah. Ia mencari pembenaran atas perbuatan sadisnya itu.
Kelima, terus melakukan kerusakan, baik merusak lingkungan, tatanan sosial, menjauhkan masyarakat dari agama dan tempat ibadahnya, hingga merusak peradaban.
Karena kedzalimannya itu, Firaun menjadi sosok penguasa yang ditakuti rakyatnya. Tidak ada yang berani menentang perintahnya, apalagi melawannya. Walhasil, selama berpuluh-puluh tahun, masyarakat Mesir hidup dalam kesengsaraan, ketakutan dan penindasan, bukan dari pihak luar, tetapi oleh penguasanya sendiri.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Jamaah Shalat Jumat yang berbahagia
Jika kita melihat secara internal, kehancuran umat Islam di beberapa negeri, seperti di Andalusia (Spanyol), Bagdad (Persia), Yerusalem (Palestina), hingga Turki Utsmani, semuanya hancur, penyebab utamanya karena perpecahan umat.
Dr. Majid Irsan Al-Kilani dalam bukunya, “Hakadza Dhahara Jiilu Shalahuddin wa-Hakadza Aadat al-Quds”, menggambarkan kondisi moralitas penguasa, ulama, dan masyarakat di saat-saat kejatuhan Kota Suci Yerusalem di tangan pasukan Salib. Penyakit kronis ketika itu adalah umat Islam terjebak dalam perpecahan antarmazhab yang sangat parah. Mereka tidak peduli dengan Islam dan hanya sibuk memikirkan kejayaan kelompoknya dengan mencaci-maki kelompok lainnya.
Sementara itu, pada 1980-an, tokoh nasional Muhammad Natsir juga pernah mengatakan: “Salah satu penyakit bangsa Indonesia, termasuk umat Islamnya, dan bahkan menjadi wabah, adalah berlebih-lebihan mencintai dunia dan perpecahan di antara sesama anak bangsa. Jika gejala ini dibiarkan berkembang terus, umat Islam dan bangsa Indonesia akan akan mengalami kehancuran seperti halnya yang menimpa umat Islam di Spanyol, Turki Utsmani dan Palestina.”
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Tokoh lainnya, yakni Wali Al-Fattaah telah terlebih dahulu menyadari bahaya perpecahan tersebut. Beliau menyadari, umat Islam jika ingin menjadi umat terbaik seperti zaman Rasulullah dan para sahabatnya, haruslah mengamalkan pola kehidupan sebagaimana yang mereka lakukan, yakni hidup berjamaah dalam satu kepemimpinan.
Bersama para tokoh Muslimin lainnya, Wali Al-Fattaah terus menerus mendakwahkan persatuan umat dengan menetapi kembali kehidupan berjamaah dalam wujud Jama’ah Muslimin (Hizbullah) sebagai implementasi sabda Rasulullah Shallahu Alahi Wasallam:
…تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْـمُسْلِمِيْنَ وَإِمَامَهُمْ ….,(رواه البخارى و مسلم)
“Tetapilah Jama’ah Muslimin dan imaam mereka,…”(HR Al-Bukhari dan Muslim)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Dari uraian di atas dapat diambil pelajaran bahwa perpecahan adalah sumber kelemahan dan kehancuran. Jika suatu masyarakat dan sebuah negeri, mereka perpecah-belah, saling curiga, rakyat tidak percaya pada pemimpinnya dan pemimpin pun berbuat zalim pada rakyatnya, maka sesungguhnya, negeri itu sedang menuju kehancuran.
Maka, jika kita ingin negeri kita tetap aman sentosa, maka persatuan harus tetap dijaga. Keadilan harus ditegakkan. Rakyat hendaknya berani menyampaikan kebenaran dan menasihati pemimpinnya, dan pemimpin pun harus mau menerima nasihat dan masukan dari rakyatnya.
Dalam situasi pandemi dan krisis seperti saat ini, kerukunan, persatuan dan kerjasama antar warga harus terus digalakkan sehingga beban masyarakat menjadi terasa lebih ringan. Termasuk yang perlu kita hindari, perdebatan dan adu argument yang tidak sehat di tengah-tengah masyarakat, terutama di media sosial.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Jika kita melihat ada anggota masyarakat, antar kelompok beradu argument, baik di media sosial maupun di kehidupan nyata yang berpotensi menimbulkan permusuhan dan mengarah kepada perpecahan, maka tugas kita mendamaikan mereka, mengatakan bahwa yang benar adalah sesuai dengan Al-Quran dan sunnah serta menasihati yang keliru dengan cara yang santun, dengan semangat kasih sayang. Umat Islam adalah umatan wasathan, berada di tengah-tengah, obyektif, memegang prinsip persatuan, dan memihak kepada kebenaran.
Sebagai penutup, izinkan khatib berpesan sebagaimana pesan Rasulullah Shallallahu Alahi Wasallam dalam bersabdanya:
لاَتَخْتَلِفُوْافَاِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ اِخْتَلَفُوْا فَهَلَكُوْا (البخارى)
“Jangan kalian berselisisih, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian berselisih maka mereka hancur.” (H.R. Imam Al-Bukhari).
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Kehancuran tidak akan terjadi manakala umat Islam menghindari perselisihan dan perpecahan dengan tetap istiqamah berpegang teguh pada tali Allah seraya berjamaah.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُم.
Khutbah ke-2:
اَلحَمْدُ لِلّٰهِ حَقَّ حَمْدِهِ. وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ. أَشْهَدُ اَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا مَعَاشِرَ الُمسْلِمِيْنَ إِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَذَرُوْا الفَوَاخِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ، فَقَالَ اللهُ تَعَالىَ: إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ .
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ. اللَّهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً. اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَمِنْ سَيِّئِ اْلأَسْقَامِ اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ،. رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
(A/R8/P2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)