Khutbah Jumat: Ramadhan Bulan Peningkatan Jihad

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior MINA (Mi’raj News Agency)

 

الْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُولِهِ الْـمُصْطَفَى، وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى.

أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه، اَللَّــهُمَّ صَلِّ عَـلـٰى مُحَمَّدٍ وَعَــلـٰى أَلِـهِ وَصَحْبِهِ وَسِلِّـمْ تَسْلِيْاً كَثِيْرًا

أَمَّا بَعْدُ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hadirin yang dikasihi Allah Ta’ala

Bulan sebagai bulan puasa (Syahrush Shiyam) sering disebut dengan Syahrul Mubarok (bulan penuh keberkahan), Syahrul Maghfiroh (bulan penuh ampunan), Syahrush Shadaqah (bulan memperbanyak sedekah), atau ada yang mengatakan pula bulan pendidikan (Syahrut Tarbiyah), dan bulan peningkatan perjuangan (Syahrul ).

Wabil khusus dalam khutbah kali ini akan disampaikan tentang Ramadhan sebagai Syahrul Jihad.

Kata ‘Jihad’ dalam Al-Qur’an merupakan kata yang mulia, yang disebut langsung oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Menurut Ibnu Katsir secara bahasa jihad mempunyai beberapa arti, di antaranya : bersungguh-sungguh (ini disebutkan pada 7 ayat), kemampuan (disebutkan dalam 1 ayat), melawan nafsu dan setan (disebutkan dalam 2 ayat), dan melawan musuh (disebutkan dalam 26 ayat).

Secara istilah, Ulama Hanafiyyah mendefiniskan jihad dengan “Mengerahkan segenap kemampuan semaksimal mungkin dalam berjuang di jalan Allah, baik dengan jiwa, raga, harta, lisan, atau usaha lainnya”.

Secara syar’i, beberapa penempatan jihad itu adalah, pertama, jihad memperbaiki diri (Jihadun Nafs).

Di dalam sebuah hadits dikatakan:

وَالْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللَّهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ

Artinya: “Mujahid adalah orang yang berjihad memerangi jiwanya dalam ketaatan kepada Allah dan Muhajir adalah orang yang berhijrah dari larangan Allah.” (HR Ahmad)

Begitulah seorang mujahid, pejuang, adalah seorang manusia unggul dan tahan uji di jalan Allah, dan di dalam taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Ia memiliki mental penyabar dalam kepayahan, tegar dalam kondisi sesulit apapun ujian menghadang. Ia, bukan tidak pernah mengeluh atau lelah secara manusiawi. Namun kadar imannya dengan cepat membangkitkan dirinya untuk kembali berdiri tegak dalam barisan jihad mengendalikan jiwa dan hawa nafsunya. Begitu gelora semangat juangnya seperti tak pernah padam oleh musim panas dan dingin. Dan  itu semua dapat dilatih dengan ibadah puasa Ramadhan sebulan penuh.

Maka, dengan semakin memperbaiki diri, Allah akan semakin memberikan petunjuk-Nya kepada kita. Maka ulama mengatakan, “Jika kamu ingin memperbaiki urusanmu, duniamu dan masalahmu, perbaikilah hubungan dengan Allah, niscaya Allah menyelesaikan masalah kita”.

Allah berfirman di dalam ayat:

وَٱلَّذِينَ ٱهۡتَدَوۡاْ زَادَهُمۡ هُدً۬ى وَءَاتَٮٰهُمۡ تَقۡوَٮٰهُمۡ

Artinya; “Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya”. (QS Muhammad: 17).

Untuk memperbaiki diri ini, seorang Muslim mesti melazimkan shalat yang khusyu’ dan penuh kecintaan, rindu dan harap akan ayat-ayat Al-Quran, suka mendengar tausiyah-tausiyah, suka menyendiri berkhalwat dalam tahajud, dalam dzikrullah dan dalam doa munajat.

Serta senantiasa memperbaiki hidupnya dengan bertaubat kepada Allah atas segala dosa dan maksiat, hingg atak terasa mengalirlah butiran air matanya membasahi pipinya.

Ia pun selalu memperbaharui jiwa ikhlas dalam beramal, agar perbuatan baiknya tidak sia-sia dimakan ria, sombong, iri, dengki dan hasad.

Kedua, jihad melawan syaitan.

Syaitan secara fisik tidak nyata, tidak kelihatan. Namun justru dia adalah musuh yang nyata bagi orang beriman. Karena itu, jadikanlah dia musuh sesungguhnya.

Musuh orang Islam bukanlah sesama orang Islam, musuh orang beriman bukanlah saudaranya. Namun musuhnya adalah syaitan yang terkutuk.

Allah menyebutkan antara lain di dalam ayat:

إِنَّ ٱلشَّيۡطَـٰنَ لَكُمۡ عَدُوٌّ۬ فَٱتَّخِذُوهُ عَدُوًّاۚ إِنَّمَا يَدۡعُواْ حِزۡبَهُ ۥ لِيَكُونُواْ مِنۡ أَصۡحَـٰبِ ٱلسَّعِيرِ

Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh [mu], karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala’. (QS Fathir [35]: 6).

Syaitan selalu membisikkan kepada manusia untuk berbuat dosa dan maksiat, untuk menentang syariat Allah, melemahkan semangat ibadah, mengajak bertikai dan bercerai-berai, mengajak rumah tangga berantakan. Syaitan pula yang menyeru manusia saling benci, adu domba, merasa paling hebat, meremehkan sesamanya, melemahkan niat berinfaq di jalan Allah, serta mengajak pejuang lain mundur dari barisan jihad.

Nah, bisikan syaitan seperti ini, sebagaimana ayat tadi, harus dilawan, jangan diikuti. Sebab syaitan hanya akan menjerumuskan ke jurang api neraka. Na’udzubillah.

Ketiga, jihad melawan orang-orang kuffar.

Ini jihad besar terutama pada akhir jaman ini. Saat Islam dan Muslimin dilecehkan, saat kaum Muslimin dihinakan di Myanmar, di sebagian Eropa dan di Palestina terjajah, dan bisa jadi di negeri mayoritas Muslim sekalipun.

Allah memerintahkan di dalam ayat:

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّبِىُّ جَـٰهِدِ ٱلۡڪُفَّارَ وَٱلۡمُنَـٰفِقِينَ وَٱغۡلُظۡ عَلَيۡہِمۡ‌ۚ وَمَأۡوَٮٰهُمۡ جَهَنَّمُ‌ۖ وَبِئۡسَ ٱلۡمَصِيرُ

Artinya: “Hai Nabi, berjihadlah [melawan] orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahannam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.’ (QS At-Taubah [9]: 73).

Orang-orang beriman harus tegas menghadapi orang-orang kuffar, tapi kasih sayang sesama Mukmin, “asyiddaa’u ‘alal kuffaar, ruhamaa’u baynahum”, tidak mengikuti pola hidup orang kafir, tidak menyerupai sistemnya dan menolak kepemimpinannya. 

Keempat, jihad menghadapi orang-orang zalim.

Ada bahkan banyak di antara orang-orang yang mengaku Muslim, namun kepribadiannya, perilakunya, akhlaknya tidak mencerminkan pribadi Muslim. Dia tidak memiliki falsafah hidup yang kokoh dalam mengarungi hidup ini. Sehingga walaupun ber-KTP Islam tetapi ia masih suka berbuat maksiat, bahkan dengan terang-terangan, di layar televisi, ia suka bertindak zalim terhadap kaum yang lemah, mengorupsi atau mencuri harta rakyat, dan sebagainya.

Terhadap mereka ini pun ada kewajiban jihad, melalui tiga hal, sebagaimana hadits menyebutkan:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ

Artinya: “Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka (tolaklah) dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemahnya iman”. (HR Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri).

Kandungan hadits ini bermakna sebagai orang beriman kita wajib menentang pelaku kebathilan dan menolak segala kemungkaran sesuai kemampuan kita. Maka, ridha, rela, membiarkan terhadap kemaksiatan dan kebatilan termasuk di antara dosa-dosa besar.

Paling lemahnya adalah mengingkari dengan hati bagi setiap muslim atas segala kebatilan, kemaksiata dan kemungkaran. Bukan malah ikut-ikutan terjebak dan terjerembab di dalamnya. Itu pun diikuti pengingkaran dengan tangan dan lisan berdasarkan kemampuan kita masing-masing.

Semoga Ramadhan ini dapat menumbuhkan dan meningkatkan semangat jihad kita di jalan Allah dalam membela agama-nya. Aamiin. (A/RS2/P1)

Mi’raj News agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0