Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur
Khutbah Jumat kali ini berjudul: Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam Bukan Figur Politik.
Rasulullah ﷺ diutus bukan untuk membangun dinasti dan merebut kekuasaan, melainkan untuk membimbing umat manusia menuju cahaya iman, menegakkan keadilan, dan menyempurnakan akhlak yang mulia. Kekuasaan hanyalah konsekuensi dari diterimanya risalah, bukan tujuan dari dakwah dan perjuangan.
Intelektual muslim Mesir, Muhammad Said Al–Asymawi dalam bukunya, “Al-Islam Al-Siyasi” (1987) menyatakan, bahwa mencampuradukkan agama dan politik hanya akan melahirkan kegagalan dan kemunduran Islam itu sendiri. Selanjutnya dia mengatakan, “Allah bermaksud menjadikan Islam sebagai sebuah agama tetapi orang-orang memahaminya bermakna politik.”
Baca Juga: Khutbah Jumat: Membangun Solidaritas Umat Untuk Perjuangan Palestina
Sementara itu, intelektual muslim Pakistan Qomaruddin Khan mengajukan pandangannya yang kritis bahwa teori politik kaum Muslimin tidak diambil dari Al-Qur’an atau Al-Hadits, tetapi dari keadaan dan kenyataan bahwa negara tidak perlu dipaksakan ‘berwajah’ Ilahiyah.
Khutbah selengkapnya silakan simak berikut ini:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Khutbah ke-1:
Baca Juga: Khutbah Jumat : Kemerdekaan Indonesia untuk Kemerdekaan Palestina
إنَّ الـحَمْدَ لِلّٰهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه، اللّٰهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الْقِيَامَة، مَاشَاءَ اللَّهُ كَانَ، وَمَالَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ، لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللّٰهِ العَلِيِّ الْعَظِيْمِ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أيُّهَا الإِخْوَة أوْصُيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ : أَعُوذُ بِاللَّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَقَالَ الَنَّبِيُ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللّٰهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Segala puji hanyalah bagi Allah, Tuhan semesta alam. Kepada-Nya lah kita bersyukur atas segala karunia dan kenikmatan yang kita rasakan.
Dia-lah Allah Yang memberi taufik dan hidayah kepada manusia. Dengan hidayah itu, kita mampu beribadah hanya kepada-Nya, mendapatkan rahmat dan ampunan-Nya.
Khatib mengajak kepada para jamaah semuanya, marilah senantiasa kita pelihara dan tingkatkan iman dan takwa. Ketakwaan menjadi ukuran derajat kemuliaan seseorang di sisi Allah Ta’ala, Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
Baca Juga: Khutbah Jumat: Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan Indonesia dengan Mendukung Kemerdekaan Palestina
…،إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ،… (الحجرات [٤٩]: ١٣)
“…,Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa,…” (QS Al-Hujurat [49]: 13)
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Pada kesempatan khutbah Jumat ini, marilah kita merenungkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an Surah Al-Ma’idah [5] ayat ke-2:
Baca Juga: Khutbah Jumat : Selamatkan Masjid Al-Aqsa dari Yahudisasi
قُلِ اللّٰهُمَّ مٰلِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَاۤءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاۤءُۖ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاۤءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاۤءُۗ بِيَدِكَ الْخَيْرُۗ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ٢٦ تُوْلِجُ الَّيْلَ فِى النَّهَارِ وَتُوْلِجُ النَّهَارَ فِى الَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاۤءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ ٢٧(ال عمران [٣]:٢٦ــ٢٧)
“Katakanlah (Muhammad), “Wahai Allah, Pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan itu dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Engkau berikan rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa perhitungan.” (QS. Ali Imran [3]: 26-27)
Imam Al-Baghawi Rahimahullah, dalam tafsirnya menjelaskan ayat di atas, ketika Rasulullah ﷺ berhasil membebaskan kota Makkah, beliau menjanjikan kepada umat Islam bahwa Kerajaan Persi dan Kerajaan Romawi juga akan dibebaskan.
Kemudian orang-orang munafiq dan orang Yahudi berkata, “Tidak mungkin, tidak mungkin. Dari mana Muhammad dapat membebaskan Kerajaan Persi dan Romawi karena kerajaan ini sangat kuat dan kokoh. Apakah Makkah dan Madinah tidak cukup bagi Muhammad sehingga ingin menguasai Kerajaan Persi dan Romawi?” Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat di atas sebagai jawaban atas perkataan kaum Munafik di atas.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Meningkatkan Ukhuwah Islamiyah dalam Pembelaan Muslim Palestina
Ayat di atas adalah penegasan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala lah penguasa yang sebenarnya. Kekuasaan manusia betapapun besarnya hanyalah pemberian dari Allah Ta’ala. Dia Mahakuasa memberi dan mencabut kekuasaan dari siapa pun yang Dia kehendaki.
Maka tidak layak bagi manusia untuk bersikap sombong dan semena-mena dengan kekuasaan itu.
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Sejarawan Ibnu Hisyam (w 218 H) menulis dalam bukunya “Shirah Nabawiyah,” bahwa suatu ketika, para pembesar Quraisy beramai-ramai mendatangi Rasulullah ﷺ dengan menawarkan harta, kedudukan, kehormatan, wanita dan segala yang yang beliau minta akan dikabulkan, asalkan mau mengentikan dakwah dan beribadah bersama-sama kaum Kafir Quraisy.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Penjajahan di Muka Bumi Harus Dihapuskan
Mendengar tawaran itu, Rasulullah ﷺ menyampaikan, “Aku tidak memerlukan semua yang kamu tawarkan. Aku berdakwah tidak menginginkan harta kekayaan, kehormatan atau kekuasaan. Tetapi Allah mengutusku sebagai Rasul. Dia menurunkan Kitab kepadaku dan memerintahkan aku menjadi pemberi kabar gembira dan peringatan.”
Dari kisah di atas, jelas bahwa tujuan dakwah Rasulullah ﷺ bukan untuk mencari kekuasaan. Beliau tidak menggunakan kekuasaan untuk menegakkan risalahnya, tidak pula mengandalkan harta atau kedudukan untuk mempengaruhi orang lain masuk Islam. Sebaliknya, beliau menegakkan dakwah dengan akhlak yang mulia, kesabaran yang agung, dan keteguhan hati yang tiada tergoyahkan.
Rasulullah ﷺ diutus bukan untuk membangun dinasti dan merebut kekuasaan, melainkan untuk membimbing umat manusia menuju cahaya iman, menegakkan keadilan, dan menyempurnakan akhlak yang mulia. Kekuasaan hanyalah konsekuensi dari diterimanya risalah, bukan tujuan dari dakwah dan perjuangan.
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Baca Juga: Khutbah Jumat: Jiwa-jiwa yang Tenang
Intelektual muslim Mesir, Muhammad Said Al–Asymawi dalam bukunya, “Al-Islam Al-Siyasi” (1987) menyatakan, bahwa mencampuradukkan agama dan politik hanya akan melahirkan kegagalan dan kemunduran Islam itu sendiri. Selanjutnya dia mengatakan, “Allah bermaksud menjadikan Islam sebagai sebuah agama tetapi orang-orang memahaminya bermakna politik.”
Sementara itu, intelektual muslim Pakistan Qomaruddin Khan mengajukan pandangannya yang kritis bahwa teori politik kaum Muslimin tidak diambil dari Al-Qur’an atau Al-Hadits, tetapi dari keadaan dan kenyataan bahwa negara tidak perlu dipaksakan ‘berwajah’ Ilahiyah.
Qomaruddin Khan menyatakan bahwa; “Islam merupakan perpaduan antara agama dan politik yang harmonis adalah sebuah slogan modern yang tidak dapat ditemukan pada masa lalu umat Islam (Rasulullah dan Khulafa’ur Rasyidin).”
Imam As-Sa’di Rahimahullah berkata, “Kepemimpinan atau bentuk penguasaan apapun terhadap makhluk tidak pantas diminta oleh seorang hamba atau menjadi ambisi yang terus dikejar-kejar. Justru yang harus dilakukannya adalah memohon keselamatan kepada Allah. Sebab dia tidak tahu apakah kekuasaan itu berujung baik atau buruk baginya.”
Baca Juga: Khutbah Jumat: Mensyukuri Karunia Umur
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Imaam Wali Al-Fattaah (w 1976 M) meyakini bahwa Islam sebagai wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala telah sempurna dan tidak memerlukan formulasi teori politik yang dihasilkan dari buah pemikiran dan akal manusia.
Untuk dapat membangun kerja sama, sinergi dan ukhuwah Islamiyah, Allah Subhanahu wa Ta’ala memeraintahkan dalam firman-Nya,
وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًۭا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ….(ال عمران [٣]: ١٠٣)
Baca Juga: Khutbah Jumat: Pendusta Agama
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah seraya berjama’ah dan janganlah kamu bercerai-berai” (QS. Ali Imran [3]: 103).
Ayat di atas menekankan bahwa kekuatan akan lahir dari persatuan, bukan perpecahan, sebagaimana yang dialami oleh masyarakat jahiliyah yang selalu permusuhan dan di ambang kehancuran.
Perintah bersatu dan hidup berjamaah itu diperkuat dengan hadits:
…، تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِيْنَ وَإِمَامَهُمْ،… (متفق عليه)
Baca Juga: Khutbah Jumat: Korelasi Mukmin Sejati dengan Pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina
“…,Tetaplah kalian pada Jama’ah Muslimin dan imaam mereka,…” (Muttaqun alaihi)
Pola kehidupan berjamaah ini telah diwujudkan secara nyata oleh oleh Rasulullah ﷺ dan Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyyin sesudah beliau.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Islam tidak membutuhkan wadah politik hasil akal manusia, melainkan sebuah kepemimpinan tunggal yang menyatukan umat dalam bingkai syariat.
Adanya jamaah dan imaamah (kepemimpinan) adalah syarat untuk menjaga persatuan dan mencegah perpecahan yang dapat menyeret umat kepada fitnah dan kehancuran.
Islam datang bukan untuk merebut kekuasaan dan pemerintahan, melainkan untuk menegakkan keadilan, menyebarkan rahmat dan persaudaraan.
Maka, jalan keselamatan umat adalah kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Islam akan berdiri tegak, bukan karena kekuatan politik duniawi, tetapi karena kekuatan iman, yang dibuktikan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kesetiaan kepada sunnah-sunnah Rasulullah ﷺ.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَٰذَا وَأَسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ . اِنَّهٗ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيْمِ.
Khutbah ke-2
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ اَمَرَنَا بِلُزُوْمِ اْلجَمَاعَةِ، وَنَهَانَا عَنِ اْلاِخْتِلَافِ وَالتَفَرُّقَةِ، وَاْلصَّلَاةُ وَالسَّلآ مُ عَلٰى نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، وَعَلٰى اٰلِهِ وَاَصْحَا بِهِ هُدَاةِ اْلاُمَّةِ، أَمَّا بَعْدُ. فَيَآيُّهَا اْلمُسْلِمُوْنَ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ، اِنَّ اللّٰهَ اَمَرَكُمْ بِاَمُرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلَا ئِكَتِهِ قُدْسِهِ وَثَلَثَ بِكُمْ اَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ مِنْ جٍنٍّهٍ وَإِنْسِهِ فَقَالَ تَعَالَى أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم ،إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ انْصُرْ اِخْوَانَنَآ المُجَا هِدِيْنَ فِى فِلِسْطِيْنِ وَفِى كُلِّ مَكَانٍ .اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ آْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَاهَذَا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً ، يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
Mi’raj News Agency (MINA)