Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Khutbah Jumat: Semangat Hijrah Menuju Kebangkitan Umat dan Pembebasan Al-Aqsa

Ali Farkhan Tsani Editor : Widi Kusnadi - 19 detik yang lalu

19 detik yang lalu

0 Views

Ali Farkhan Tsani (Dok MINA)

HARI INI kita memasuki tanggal 1 Muharram tahun baru 1447 Hijriyah. Kita sebagai umat Islam tentu membuka lembaran baru dalam kalender hijriyah. Tahun baru yang bukan hanya tentang pergantian angka, tetapi momentum untuk menyalakan kembali semangat hijrah dalam kehidupan umat Islam. Hijrah bukan sekadar perpindahan fisik, melainkan transformasi jiwa menuju ridha Allah dan kebangkitan umat Islam menuju kejayaannya.

Untuk lebih memaknai kehadiran Tahun Baru Islam tersebut, berikut Khutbah Jumat: Semangat Hijrah Menuju Kebangkitan Umat dan Pembebasan Al-Aqsa, yang ditulis oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency) dan Duta Al-Quds Internasional.

الْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، وَالعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ

 وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَلِيُّ الصَّالِحِيْنَ وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ إِمَامُ الأَنبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَأَفْضَلُ خَلْقِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ،

Baca Juga: Khutbah Jumat: Hijrah dan Peradaban

صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.  أَمَّا بَعْدُ : فَيَا عِبَادَ اللهِ   اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Kaum Muslimin sidang Jumat yang dimuliakan Allah

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah Tuhan semesta alam, yang telah mempertemukan kita kembali dengan Sayyidul Ayyam, induknya hari dalam sepekan, yaitu hari Jumat ini. Hari Jumat juga menjadi hari ketika pahala sedekah dilipatgandakan oleh Allah, serta hari ketika doa-doa dikabulkan-Nya.

Shalawat teriring salam marilah kita haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang telah mengantarkan manusia dari jaman jahiliyah menuju jaman yang penuh dengan keimanan dan keilmuan, minadz dzulumati ilan nuur.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyambut Tahun Baru 1447 Hijriyah untuk Pembebasan Al-Aqsa

Selanjutnya, melalui mimbar ini, khatib menyampaikan wasiat kepada diri dan keluarga serta hadirin sekalian, marilah kita senantiasa meningkatkan takwa kita kepada Allah, agar kita senantiasa hidup bahagia, selamat dan sejahtera, di dunia hingga di akhirat kelak.

Allah mengingatkan kita di dalam firman-Nya :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kalian mati kecuali dalam keadaan Muslim (berserah diri kepada Allah)”. (QS Ali Imran [3] : 102).

Baca Juga: Khutbah Jumat: Muhasabah Akhir Tahun, Evaluasi Diri dan Perjuangan

Ayat ini mengandung perintah Allah kepada orang-orang beriman agar mensyukuri nikmat-nikmat-Nya yang besar, dengan cara bertakwa kepada-Nya dengan sebenar-benar takwa, menaati-Nya dan meninggalkan kemaksiatan secara sungguh-sungguh karena Allah.

Pada ayat lain Allah berfirman:

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَقُولُواْ قَوۡلاً۬ سَدِيدً۬ا (٧٠) يُصۡلِحۡ لَكُمۡ أَعۡمَـٰلَكُمۡ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۗ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ ۥ فَقَدۡ فَازَ فَوۡزًا عَظِيمًا (٧١)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta’ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. (QS Al-Ahzab [33]: 70-71).

Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Haji Mabrur

Melalui ayat ini Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk bertakwa kepada-Nya dalam seluruh kondisi, baik lahir maupun batin. Dari takwa itu Allah mengarahkan orang-orang beriman untuk berkata benar, yaitu perkataan yang sejalan kebenaran berupa bacaan dzikir, ucapan amar ma’ruf dan nahi mungkar, serta mempelajari ilmu Al-Quran dan mengajarkannya.

Termasuk perkataan yang benar adalah berkata secara lembut, santun dan penuh kasih sayang dalam berbicara kepada orang lain, serta perkataan yang mengandung nasihat dan bimbingan kepada apa yang lebih maslahat.

Karenanya, takwa itu menjadi wasiat abadi sebab mengandung kebaikan dan manfaat yang sangat besar bagi terwujudnya kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Takwa merupakan kumpulan dari semua kebaikan dan pencegah segala kejahatan. Dengan takwa, seorang mukmin akan mendapatkan dukungan dan pertolongan dari Allah Ta’ala.

Selanjutnya, Allah menyebutkan di dalam ayat:

Baca Juga: Khutbah Jumat: Meneladani Keluarga Nabi Ibrahim AS

إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوا۟ وَّٱلَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ

Artinya: “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS An-Nahl [16]: 128).

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah akan selalu membersamai orang-orang yang bertakwa dan berbuat baik, yakni mereka yang menjalankan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan, dengan turunnya pertolongan, bantuan, dan taufik dari Allah kepada mereka.

Hadirin yang dimuliakan Allah

Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Balajar dari Kedermawanan dan Pengorbanan Keluarga Nabi Ibrahim AS

Memaknai tahun baru Islam 1 Muharram 1447 Hijriyah, mengingatkan kita pada suatu kisah spektakuler dalam sejarah perjuangan Islam, yaitu peristiwa Hijrah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya dari Mekkah ke Madinah pada tahun 1 Hijriyah, bertepatan dengan tahun 622 Masehi.

Banyak makna dan hikmah berharga tentunya yang dapat kita ambil dari peristiwa Hijrah Nabi tersebut, di antaranya :

Pertama, Hijrah merupakan tonggak monumental perjuangan dakwah dan juang Islam dan Muslimin.

Fase hijrah merupakan kebangkitan Islam yang semula diliputi suasana dan situasi tidak kondusif, penuh ketakutan dan intimidasi, di Makkah menuju suasana prospektif, penuh persaudaraan dan kemajuan dakwah Islam di Madinah, dan terus berkembang ke seluruh penjuru dunia.

Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Napak Tilas Dua Uswah Hasanah

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menyebut hijrah Nabi sebagai al-hijrah al-haqiqiyyah (hijrah sejati). Alasannya, hijrah fisik sekaligus refleksi dari hijrah maknawi itu sendiri. Dua makna hijrah tersebut sekaligus terangkum dalam hijrah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah.

Secara makani (fisik), Nabi dan para sahabat Nabi, harus berjalan kaki dari Mekkah ke Madinah, menempuh padang pasir sejauh kurang lebih 450 km. Adapun secara maknawi juga jelas, mereka berhijrah demi terjaganya misi Islam.

Dalam mengembangkan dakwah menyeru ke jalan Allah, para Nabi utusan Allah, selain Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, juga melakukan hijrah perpindahan secara dinamis dari satu tempat ke tempat lain.

Seperti di antaranya adalah Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam yang terkenal dalam sejarah karena perjalanan hidupnya yang penuh dengan ujian dan tantangan, harus hijrah dari kampung halamannya, Kota Ur, Babilonia (Irak sekarang) menuju wilayah Ardhu Kan’an (Palestina sekarang).

Baca Juga: Khutbah Idul Adha 1446 H: Pengorbanan untuk Pembebasan Al-Aqsa dan Kemerdekaan Palestina

Allah menyebutnya di dalam ayat:

 فَـَٔامَنَ لَهُۥ لُوطٌ ۘ وَقَالَ إِنِّى مُهَاجِرٌ إِلَىٰ رَبِّىٓ ۖ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ

Artinya: Maka Luth membenarkan (kenabian)nya. Dan berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-‘Ankabut [29]: 26).

Pada ayat lain Allah menyebutkan:

Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Haji, Qurban dan Kesalehan Sosial dalam Semangat Ukhuwah Islamiyah

وَنَجَّيْنَٰهُ وَلُوطًا إِلَى ٱلْأَرْضِ ٱلَّتِى بَٰرَكْنَا فِيهَا لِلْعَٰلَمِينَ

Artinya: “Dan Kami seIamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia.” (QS Al-Anbiya [21]: 71).

Di dalam Tafsir Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah menjelaskan, negeri yang Allah telah memberkahinya untuk sekalian manusia, yakni negeri Baitul Maqdis. Disebut dengan negeri yang diberkahi karena sangat subur dan terdapat banyak buah-buahan dan sungai-sungai, serta menjadi tempat diutusnya sebagian besar Nabi-Nabi dan menjadi tempat awal tersebarnya agama dan keimanan.

Begitulah, hijrah adalah sebuah perjalanan membangun peradaban atas semangat loyalitas, kesetiaan, keimanan, dan ketha’atan yang berujung pada sesuatu lebih baik atas ridha Allah.

Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Momentum Penyucian Hati dan Penguatan Ukhuwah Islamiyah 

Setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melaksanakan hijrah, maka kemudian terlaksanakan berbagai jihad dengan harta dan jiwa dalam mengebangkan dakwah Islam ke seluruh Jazirah Arab. Hingga puncaknya pada Fathu Makkah, pembukaan Makkah untuk kejayaan Islam. Kemudian selanjutnya, dengan semangat hijrah, Islam berkembang ke seluruh dunia pada fase-fase berikutnya, pada era Khulafaur Rasyidin, era Mulkan, hingga Turki Utsmani.

Para pejuang hijrah memiliki semangat mengembangkan dakwah Islam ke penjuru dunia. Sebut saja ada Thariq bin Ziyad yang berdakwah hingga ke Andalusia, atau yang kini disebut dengan Spanyol dan Portugal. Ada juga Saad bin Abi Waqqash yang menyebarkan Islam hingga ke Tiongkok. Dan para pendakwah lainnya, hingga Islam tersebar ke seluruh dunia, termasuk ke negeri tercinta kita Indonesia.

Hadirin yang dimuliakan Allah

Selanjutnya, Makna Kedua dari semangat hijrah, adalah meninggalkan hal-hal yang dilarang Allah menuju hal-hal yang diperintahkan-Nya.

Dalam kaitan makna hijrah sekarang adalah meningalkan segala yang dilarang Allah menuju yang Allah perintahkan, hijrah dengan lisan dan tangan kita, agar orang lain selamat. Seperti disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ

Artinya : “Seorang muslim adalah orang yang menjadikan muslim lainnya merasa selamat dari lisan dan tangan (perbuatannya). Sedangkan muhajir (orang yang hijrah) adalah orang yang meninggalkan segala yang dilarang Allah”. (HR Muttafaqun ‘Alaih).

Jadi, hijrah bukan hanya berpindah tempat, tapi berpindah sikap, berpindah dari kebiasaan lama menuju komitmen baru yang lebih sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dalam konteks hari ini, termasuk boikot produk terafiliasi Zionis adalah bentuk hijrah ekonomi, langkah nyata untuk tidak lagi mengalirkan harta kita kepada pihak yang menindas dan menjajah saudara seiman di Palestina.

Boikot bukan sekadar pilihan konsumsi. Ia adalah bentuk solidaritas, seruan nurani, dan aksi nyata menolak keterlibatan dalam rantai pendanaan penjajahan. Sebab setiap rupiah yang kita alirkan ke produk-produk pendukung zionisme, berarti kita memberi bahan bakar untuk membunuh warga Gaza, membombardir rumah sakit, dan menghancurkan Masjid Al-Aqsa.

Hijrah dalam ekonomi adalah keberanian mengganti kenyamanan dengan kesadaran. Mengutamakan keberkahan daripada kemudahan. Inilah jihad sunyi dalam dunia modern, jihad yang tidak membawa senjata, tapi memilih dengan bijak di etalase belanja. Ini bukan soal produk, ini soal prinsip. Bukan sekadar dagang, tapi perjuangan.

Saat kita berhijrah dalam ekonomi, kita sedang membuka jalan menuju kemerdekaan Palestina. Karena setiap pilihan yang kita ambil, bisa menjadi peluru kebaikan, atau bahan bakar kezaliman. Pilihannya ada di tangan kita.

Ketiga, memaknai hijrah mengandung arti semangat persaudaraan Islam, ukhuwwah Islamiyyah.

Ini seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada saat beliau melaksanakan berhijrah, langkah awal yang beliau lakukan di Madinah adalah mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar dalam ikatan satu kesatuan umat secara terpimpin (jama’ah) berlandaskan takwa kepada Allah.

Karenanya, ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berhijrah dari Mekkah ke Madinah, langkah awal yang dilakukan beliau setelah membangun masjid sebagai sentral perjuangan kaum Muslimin, adalah mempersaudarakan kaum pendatang (Muhajirin) dengan kaum pribumi (Anshar).

Adapun maksud beliau mengadakan persaudaraan itu adalah, untuk: melenyapkan rasa asing pada diri sahabat muhajir di daerah yang baru yaitu kota Madinah, membangun rasa persaudaraan antara satu sama lain di dalam agama Allah, dan agar satu sama lain saling tolong-menolong, yang kuat menolong yang lemah, yang mampu menolong yang kekurangan, dan sebagainya.

Semangat persaudaraan sesama orang-orang beriman Allah tegaskan di dalam Al-Quran :

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (QS Al-Hujurat [49] : 10).

Semangat persaudaraan sebagai inti dari kehidupan berjamaah, sebagaimana Allah nyatakan di dalam ayat:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Artinya : “Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali [agama] Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kalian bercerai berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu [masa Jahiliyah] bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian karena ni’mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk”. (Q.S. Ali Imran [3]: 102-103).

Di antara puncak persaudaraan saat ini adalah mempertautkan hati, jiwa, pikiran dan raga kita dengan perjuangan saudara-saudara kita di negeri penuh bekah, Baitul Maqdis, Palestina.

Dengan semangat persaudaraan itu, kita berikan apa yang bisa hadiahkan kepada perjuangan bangsa Palestina dalam meraih kemerdekaannya dari penjajahan Zionis. Sehingga saudara-saudara kita bisa merdeka dari kelayakan hidup sehari-hari, dari pendidikan yang terjangkau, dan lebih khusus lagi dari memakmurkan Masjid Al-Aqsa tanpa hambatan.

Marilah kita menjadi bagian dari pembebas Baitul Maqdis, seperti digambarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam sabdanya:

لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الدِّينِ ظَاهِرِينَ لَعَدُوِّهِمْ قَاهِرِينَ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلَّا مَا أَصَابَهُمْ مِنْ لَأْوَاءَ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذَلِكَ “. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَأَيْنَ هُمْ ؟ قَالَ: ” بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ “

Artinya: “Akan senantiasa ada sekelompok umatku yang menang memperjuangkan agama ini, berhasil menekan musuh mereka. Tidaklah merugikan mereka para penyelisih, kecuali sekedar tekanan hidup sampai datang kepada mereka keputusan Allah dan mereka tetap dalam keadaan demikian.” Mereka bertanya, “Di mana mereka nanti wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Di Baitul Maqdis dan di sekitar Baitul Maqdis.” (H.R. Ahmad).

Imam At-Tabari mengatakan tentang hadits ini, tempat perjuangan tersebut, yang mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya, tidak selalu harus berada di Syam atau di Baitul Maqdis.  Namun mungkin juga berada di tempat lain pada suatu waktu, yaitu mereka orang-orang seperti mereka di Syam yang senantiasa menyerukan kebenaran dan mengikuti Sunnah.

Fakta yang mendukung hal tersebut adalah bahwa orang-orang yang benar dan menegakkan sunnah pada masa empat Imam serta ketersediaan ulama pada masa itu, tidak berada di satu tempat, melainkan berada di berbagai wilayah. Ada yang di Syam, di Hijaz, di Mesir, di Irak, dan di Yaman, dan mereka semua berada pada kebenaran. Mereka semua memiliki karya-karya kitab yang menjadi tuntunan dalam melaksanakan sunnah.

Termasuk adalah mereka yang berjuang membela Masjid Al-Aqsha, Baitul Maqdis dan Palestina keseluruhan, suatu saat adalah mereka yang berada di sekitar Baitul Maqdis. Demikian halnya ketika Kekhalifahan berada di sana. Namun suatu masa pula, ketika umat Islam sekitar Baitul Maqdis, negeri-negeri yang bertetangga dengan Baitul Maqdis tidak segera dan malah enggan membantu Palestina, malah menjalin normalisasi dengan Zionis penjajah. Maka, secara luas ada kelompok umat Islam yang tetap membelanya, walaupun tidak berada di sekitar Baitul Maqdis secara fisik.

Demikian halnya, pengamal Kekhalifahan, manakala umat Islam sekitar Baitul Maqdis dan sekitarnya tidak lagi mengamalkannya, akan ada sekelompok umat Islam yang akan tetap mengamalkan dan memperjuangkan syariat ini, hingga berhasil menekan musuh.

Hadirin yang sama-sama mengharap ridha Allah

Demikianlah secercah rasa optimis kita dengan memaknai kehadiran Tahun Baru Islam 1447 Hijriyah ini, karena ada bimbingan dari Allah dan Rasulullah.

Semoga semangat hijrah ini dapat menumbuhkan optimisme perjuangan membangun peradaban insani, keluarga, masyarakat, bangsa dan dunia, dengan berlandaskan nilai-nilai ukhuwwah Islamiyah, yang rahmatan lil ‘alamin, untuk kejayaan umat Islam serta pembebasan Al-Aqsa dan Palestina. Aamiin. []

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda