Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur
Khutbah Jumat pada kesempatan kali ini berjudul Sumber Kerusakan Langit dan Bumi.
Kerusakan di langit dan bumi merujuk pada kehancuran sistem alam semesta. Langit, bumi, dan segala sesuatu di alam raya ini berjalan dengan tatanan yang sangat teratur berdasarkan hukum-hukum yang ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jika hukum ini digantikan oleh hawa nafsu manusia, maka harmoni tersebut akan hancur, karena manusia seringkali bertindak hanya berdasarkan keinginan sesaat, tanpa mempertimbangkan akibat jangka panjangnya. Itulah yang dimaksud dengan sumber kerusakan langit dan bumi.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjaga Harmoni Kehidupan
Untuk lebih lengkapnya, sialakan simak khutbah berikut ini:
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم
Khutbah ke-1:
إنَّ الـحَمْدَ لِلّٰهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه، اللّٰهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الْقِيَامَة، مَاشَاءَ اللَّهُ كَانَ، وَمَالَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ، لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللّٰهِ العَلِيِّ الْعَظِيْمِ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أيُّهَا الإِخْوَة أوْصُيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ : أَعُوذُ بِاللَّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَقَالَ الَنَّبِيُ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللّٰهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Kewajiban dan Hak dalam Pandangan Islam
Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan nikmat dan karunia kepada kita semua. Salah satu nikmat utama yang diberikan kepada kita adalah kemampuan menundukan hawa nafsu, untuk mengikuti perintah dan syariat Allah Subahanhu wa Ta’ala.
Shalawat dan salam kita sampaikan kepada junjungan Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam beserta keluarganya, para sahabatnya serta kaum Muslimin dan muslimat semuanya hingga akhir zaman.
Marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan melaksanakan segenap perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya.
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menggapai Syahid di Jalan Allah Ta’ala
Pada kesempatan yang berbahagia ini, khatib akan menyampaikan khutbah berjudul “Sumber Kerusakan Langit dan Bumi.” Sebagai landasannya, marilah kita merenungkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an Surah Al Mukminun [23] ayat ke-71, yang berbunyi:
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ ۚ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ ﴿٧١﴾
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.”
Ayat tersebut menegaskan bahwa jika kebenaran (al-ḥaqq) mengikuti hawa nafsu manusia, maka tatanan alam semesta akan rusak.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Mempersiapkan Generasi Pembebas Masjid Al-Aqsa
Kerusakan di langit dan bumi yang disebutkan dalam ayat di atas merujuk pada kehancuran sistem alam semesta. Langit, bumi, dan segala sesuatu di alam raya ini berjalan dengan tatanan yang sangat teratur berdasarkan hukum-hukum yang ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jika hukum ini digantikan oleh hawa nafsu manusia, maka harmoni tersebut akan hancur, karena manusia seringkali bertindak hanya berdasarkan keinginan sesaat, tanpa mempertimbangkan akibat jangka panjangnya.
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan, bahwa ayat ini menunjukkan betapa lemahnya manusia. Hawa nafsu dan keinginan manusia sering kali bertentangan dengan hikmah dan kebijaksanaan Allah Ta’ala.
Maka, jika Allah Ta’ala membuat aturan sesuai keinginan hawa nafsu mereka yang beranekaragam, pasti akan terjadi kerusakan yang meluas di alam semesta karena manusia tidak memiliki pengetahuan yang sempurna. Sebagaimana dalam firman-Nya menyitir kata-kata mereka:
Baca Juga: Khutbah Jumat: Jalan Mendaki Menuju Ridha Ilahi
وَقَالُوا لَوْلَا نُزِّلَ هَٰذَا الْقُرْآنُ عَلَىٰ رَجُلٍ مِنَ الْقَرْيَتَيْنِ عَظِيمٍ (الزّخرف ] ٤٣:[٣١(
Dan mereka berkata: “Mengapa Al Quran ini tidak diturunkan kepada seorang pembesar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif) ini?” (Q.S. Az-Zukhruf [43]: 31)
Allah Subhanahu wa Ta’ala langsung menjawab perkataan mereka melalui firman selanjutnya:
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ (الزّخرف ] ٤٣:[ ٣٢ (
Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu?” (Az-Zukhruf [43]: 32)
Ayat di atas sekaligus menjadi peringatan, bahwa jika manusia membuat aturan dan undang-undang yang bertentangan dengan syariat Allah dan rasul-Nya, maka pasti akan terjadi kerusakan dalam kehidupan.
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Hawa nafsu adalah kecintaan terhadap sesuatu sehingga kecintaan itu menguasai hatinya. Kecintaan tersebut sering menyeret seseorang untuk melanggar hukum Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu hawa nafsu harus ditundukkan agar bisa mengikuti syari’at Allâh Ta’ala.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memberantas Miras Menurut Syariat Islam
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan jika Al-Qur’an mengikuti kemauan orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya, tentulah dunia ini akan rusak dan binasa sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
لَوْ كَانَ فِيْهِمَآ اٰلِهَةٌ اِلَّا اللّٰهُ لَفَسَدَتَاۚ فَسُبْحٰنَ اللّٰهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُوْنَ (الأنبياء ] ٢١ :[ ٢٢(
“Seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada tuhan-tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Mahasuci Allah yang memiliki ‘Arsy, dari apa yang mereka sifatkan”. (Q.S. al-Anbiyā’ [21]: 22)
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan, bahwa mengikuti hawa nafsu akan membawa kehancuran.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyongsong Bulan Solidaritas Palestina
ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ وَ ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ فَأَمَّا ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ وَ هَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ و ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ : خَشْيَةُ اللَّهِ فِي السِّرِّ والعلانيةِ وَالْقَصْدُ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى وَالْعَدْلُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا (رواه البيهقى)
“Tiga perkara yang membinasakan dan tiga perkara yang menyelamatkan. Adapun tiga perkara yang membinasakan adalah: kebakhilan dan kerakusan yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan seseorang yang membanggakan diri sendiri. Sedangkan tiga perkara yang menyelamatkan adalah takut kepada Allâh di waktu sendirian dan dilihat orang banyak, sederhana di waktu kekurangan dan kecukupan, dan (berkata/berbuat) adil di waktu marah dan ridha.” (H.R. Al-Baihaqi).
Pada hadist tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam menyebutkan ada tiga hal yang menghinakan dan tiga hal yg menyelematkan manusia:
Tiga hal yang dapat membinasakan manusia, pertama adalah kikir dan rakus yang dituruti, kikir dan rakus merupakan sifat tercela yang merusak diri dan telah mengenai umat-umat terdahulu yang menyebabkan kehancuran mereka.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Berhati-hati dalam Menyebarkan Informasi
Kedua, hawa nafsu yang dituruti. Al-Qur’an menjelaskan bahwa mengikuti hawa nafsu dan tidak tunduk kepada syariat yang diturunkan Allah menyebabkan kehancuran. Hawa nafsu akan membuat seseorang buta dan tuli, dan tersesat dari kebenaran Allah Ta’ala. Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tuhan manusia yang paling jelek di bumi ialah hawa nafsu.”
Ketiga, membanggakan diri sendiri atau ujub. Ujub dalam Islam adalah sifat tercela yang harus dijauhi. yaitu suka merasa bangga atas prestasi yang ia capai, sehingga menjadi sombong dan merendahkan manusia.
Adapun tiga hal yang dapat menyelamatkan manusia yaitu: pertama adalah takut kepada Allah, baik ketika berada di tempat sepi maupun ketika berada di tempat ramai. Kedua, berpola hidup hemat dan sederhana, baik saat tidak berkecukupan maupun saat berkecukupan. Dan ketiga, selalu berlaku adi, baik saat rela maupun di saat marah. Menurut Imam An Nawawi, bersikap marah kepada hal yang dimurkai Allah dan bersikap rela dengan apa yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka, dengan kembali kepada tuntunan Allah (Al Qur’an) dan RasulNya (As Sunnah), hawa nafsu yang mendasari perkara-perkara yang dapat membinasakan manusia tersebut dapat dikendalikan.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memperkuat Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina
Ma’asyiral Muslimin, hafidzakumullah
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi, dengan tujuan untuk memakmurkan alam, menjaganya, memanfaatkan, dan menggunakan kekayaan yang terkandung di dalamnya secara bertanggung jawab, tidak berlebihan, juga tidak bakhil. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
…، هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ وَٱسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا ۚ ،… (هود [١١]: ٦١)
“…Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya…” (Q.S. Huud [11]: 61)
Prof. Wahbah Az-Zuhaili Rahimahullah mengatakan, makna dari menjadikan manusia sebagai pemakmurnya adalah menjadikannya sebagai penguasa dan mampu memberdayakannya untuk menegakkan keadilan dan kemakmuran dalam kehidupan masyarakat.
Berbeda dengan pandangan materialisme yang memperturutkan hawa nafsunya. Sumber daya alam dieksploitasi untuk kemewahan dan kebanggaan semata. Hal itu mengantarkan manusia kepada permusuhan, perebutan kekuasaan dan peperangan, sehingga satu dengan yang lain saling menghancurkan.
Maka untuk meraih keselamatan dan kebahagiaan, hendaknya hawa nafsu manusia tunduk dengan syariat Allah Azza Wa Jalla, sebagaimana Allah berfirman:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ ﴿٤٠﴾ فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ ﴿٤١﴾ (النازعات]٧٩: [ ٤١-٤٠ [
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya)”. [Q.S. An-Nazi’at [79] : 40-41]
Maka, mari kita semua senantiasa tunduk pada aturan dan syariat Allah Ta’ala, tidak mempertututkan hawa nafsu, agar terwujud ketertiban dan keseimbangan dalam kehidupan.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَٰذَا وَأَسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ . اِنَّهٗ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيْمِ.
Khutbah ke-2
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ اَمَرَنَا بِلُزُوْمِ اْلجَمَاعَةِ، وَنَهَانَا عَنِ اْلاِخْتِلَافِ وَالتَفَرُّقَةِ، وَاْلصَّلَاةُ وَالسَّلآ مُ عَلٰى نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، وَعَلٰى اٰلِهِ وَاَصْحَا بِهِ هُدَاةِ اْلاُمَّةِ، أَمَّا بَعْدُ. فَيَآيُّهَا اْلمُسْلِمُوْنَ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ، وَقَالَ اللهُ تَعاَلَى أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم ،إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ انْصُرْ اِخْوَانَنَآ المُجَا هِدِيْنَ فِى فِلِسْطِيْنِ وَفِى كُلِّ مَكَانٍ .اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ آْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَاهَذَا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً ، يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
Mi’raj News Agency (MINA)