Khutbah Jumat: Tetap dalam Iman dan Istiqamah

Oleh : Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)

 

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ. أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ .وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْن
اللّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا، وَانْفَعَنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا، وَزِدْنَا عِلْماً، وَأَرَنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرَنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
 يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا. اما بعد

Hadirin sidang Jumat rahimakumullah.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memelihara Islam dan di dalam jiwa kita. Sehingga hingga kini kita masih tetap dalam memperibadati-Nya.

Istiqamah dalam arti berdiri tegak lurus, teguh pendirian dan konsekwen tanpa mudah bergeser, dalam menjalankan syariat Allah.

Istiqamah seperti dikatakan Umar bin Khattab adalah, komitmen terhadap perintah dan larangan Allah. Dan puncaknya seperti disebutkan Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah senantiasa memurnikan tauhidullah, tidak menyekutukan Allah dengan apapun dan siapapun.

Tentang Istiqamah ini, Allah menyebutkan di dalam beberapa ayat, di antaranya:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا1 بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” (Q.S. Fushshilat [4] : 30).

Ayat ini mengingatkan kita agar selalu beriman kepada Allah, kemudian istiqamah dalam mentaati-Nya menghadap-Nya.

Ibnu Katsir menjelaskan makna ayat ini, bahwa orang-orang beriman senantiasa mengikhlaskan amal semata-mata karena Allah dan tetap melaksanakan ketaatan sesuai dengan syari’at Allah.

Ayat ini menunjukkan pula bahwa para Malaikat pun akan turun menuju orang-orang yang istiqamah ketika kematian menjemputnya, ketika dalam kubur dan ketika dibangkitkan.

Para malaikat itu memberikan rasa aman dari ketakutan ketika kematian menjemput dan menghilangkan rasa sedih akibat berpisah dengan keluarganya, karena Allah menggantinya dengan yang lebih baik. Juga memberikan kabar gembira berupa ampunan dosa dan kesalahan serta amalnya diterima. Juga kabar gembira tentang surga yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan belum pernah terlintas dalam hati manusia.

Pada ayat lain Allah menyebutkan:

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا ۚ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Artinya: “Maka tetaplah engkau (Muhammad) (di jalan yang benar), sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang bertaubat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Hud [11] : 112).

Hadirin yang sama-sama mengharap ridha dan ampunan Allah.

Untuk itu, sebagai seorang Muslim, marilah kita senantiasa beristiqamah dan selalu mempertahankan keimanan dan aqidah dalam situasi dan kondisi apapun. Keimanan kita harus setegar batu karang menghadapi gempuran ombak-ombak yang datang silih berganti. Jiwa yang tidak mudah lusuh apalagi putus asa dalam perjalanan hidup. Namun senantiasa sabar dalam memegang teguh tali keimanan. Dari hari ke hari semakin mempesona dengan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan Islam.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.

Selanjutnya, untuk tetap istiqamah di jalan Allah, ada beberapa langkah yang dapat kita lakukan, di antaranya adalah:

Pertama, senantiasa mendekatkan diri kepada Allah atau muraqabbah. Muraqabah adalah perasaan seorang hamba akan pengawasan Allah dan kedekatan dirinya kepada Allah. Hal ini diwujudkan dengan mentaati seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya, serta memiliki rasa malu dan takut, apabila menjalankan hidup tidak sesuai dengan syariat-Nya.

Kedua, dengan rajin melakukan perhitungan dan evaluasi atas perbuatannya, baik sebelum maupun sesudah melakukannya atau muhasabah.

Ini sesuai firmanAllah:

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٌ۬ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٍ۬‌ۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Hasyr [59]: 18)

Orang yang pandai menghitung amal dirinya untuk persiapan menghadapi perjumpaan dengan Allah, itulah orang yang cerdas. Seperti disebutkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam sabdanya:

اَلْكَيْسُ مَنْ دَانَ نَفْسَـهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ

Artinya: “Orang yang cerdas adalah orang yang (senantiasa) mengintrospeksi dirinya (bermuhasabah) dan beramal untuk (kehidupan) setelah kematian.” (H.R. At-Tirmidzi).

Ketiga, senantiasa bersungguh-sungguh dalam menjalankan syariat-Nya dan di dalam jihad memperjuangkan syari’at-Nya, semaksimal mungkin atau mujahadah.

Allah menyebutkan di dalam ayat-Nya:

وَجَـٰهِدُواْ فِى ٱللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِۦ‌ۚ هُوَ ٱجۡتَبَٮٰكُمۡ وَمَا جَعَلَ عَلَيۡكُمۡ فِى ٱلدِّينِ مِنۡ حَرَجٍ۬‌ۚ مِّلَّةَ أَبِيكُمۡ إِبۡرَٲهِيمَ‌ۚ هُوَ سَمَّٮٰكُمُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ مِن قَبۡلُ وَفِى هَـٰذَا لِيَكُونَ ٱلرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيۡكُمۡ وَتَكُونُواْ شُہَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ‌ۚ فَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱعۡتَصِمُواْ بِٱللَّهِ هُوَ مَوۡلَٮٰكُمۡ‌ۖ فَنِعۡمَ ٱلۡمَوۡلَىٰ وَنِعۡمَ ٱلنَّصِيرُ

Artinya: “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. [Ikutilah] agama orang tuamu Ibrahim. Dia [Allah] telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu  dan [begitu pula] dalam [Al Qur’an] ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”. (Q.S. Al-Hajj [22]: 78).

Keempat,untuk tetap terjaga istiqamah dalam ketaatan dan dalam jihad, maka hendaknya kita sering bersama orang-orang shalih, sehingga kita ikut dalam aura kesalihannya.

Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan

اَلْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ.

Artinya: “Seseorang itu menurut agama teman dekatnya, maka hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (H.R. Abu Daud dan At-Tirmidzi).

Pada hadits lain digambarkan:

مَثَلُ الْجَلِيْسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيْسِ السُّوْءِ كَمَثَلِ حَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الكِيْرِ، فَحَامِلِ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيْكَ أَوْ تُبْتَاعَ مِنْهُ أَوْ تَجِدُ رَائِحَةً طَيِّبَةً وَنَافِخُ الكِيْرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رَائِحَةً خَبِيْثَةً.

Artinya: “Perumpamaan teman duduk yang baik dengan teman duduk yang jahat adalah seperti penjual minyak wangi dengan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi tidak melewatkan kamu, baik engkau akan membelinya atau engkau tidak membelinya, engkau pasti akan mendapatkan baunya yang enak, sementara pandai besi ia akan membakar bujumu atau engkau akan mendapatkan baunya yang tidak enak.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Oleh karena carilah teman-teman yang dapat mempermudah kita menuju jalan istiqamah di jalan kebenaran. Teman yang dapat mengingatkan kita untuk tetap taat kepada Allah dan ketika kita melakukan kesalahan serta mencegah kita ketika hendak terpedaya kemaksiatan.

Termasuk berteman dengan para Nabi, sahabat Nabi dan orang-orang shalih terdahulu melalui buku-buku bacaan Sirah Nabawiyah wash Shahabah atau film-film perjalanan dan perjuangan hidup mereka.

Kelima, memperbanyak doa agar senantiasa istiqamah di jalan Allah.

Di antara doa itu adalah:

يَا مُقَلّبَ القُلُوْب ثَبّتْ قَلْبِي عَلَي دِينِكَ

Artinya: “Wahai Zat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)”. (Q.S. Al-Imran [3]: 8).

Semoga dengan langkah-langkah tersebut kita akan tetap dalam iman dan istiqamah. Aamiin.(A/RS2/P1)

Mi’raj news Agency (MINA)

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ