Oleh: Ust. Ali Farkhan Tsani, Da’i Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jabar
الحَمْدُ ِللهِ الَّذِي أَمَرَناَ باِلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ وَالإِبْتِعاَدِ عَنِ العاَدَاتِ الجاَهِلِيَّةِ. وَالصَلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ اللهِ مُحَمَّدٌ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ،
أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلهَ إِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا نَبِيَّ الرَحْمَةِ وَقُدْوَةَ الأُمَّةِ لِنَيْلِ السَعَادَةِ فيِ الدُنْيَا وَالآخِرَةِ،
فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
مَا شَاءَ اللهُ كَانَ وَمَا لَمْ يَشَاءَ لَمْ يَكُنْ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ , اَمَّا بَعْدُ,
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوصِيْكُمْ وَإِيّاَيَ بِتَقْوَى اللهِ،
قَالَ اللهُ تَعَالَى, اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً
أَمَّا بَعْدُ،
Hadirin sidang jumat yang dimuliakan Allah
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Kuasa. Shalawat teiring salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, segenap keluarganya, para shahabatnya, serta para pengikutnya yang tetap istiqamah di jalan-Nya, hingga akhir jaman.
Selanjutnya, marilah kita berusaha meningkatkan takwa kita kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, yakni dengan cara menjalankan apa-apa yang diperintahkan Allah serta menjauhi segala yang dilarang-Nya.
Hadirin yang berbahagia
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
Kita sebagai umat Islam telah diikat oleh ikatan yang sangat kuat, yakni dengan ikatan aqidah Islamiyyah yang bersendikan tauhid, mengesakan Allah (Tauhidullah).
Di dalam ikatan Tauhidullah ini, ada ruh persatuan, kesatuan, ukhuwwah Islamiyyah, yang merupakan satu prinsip mendasar dalam agama kita. Karena itu, kita umat Islam di seluruh dunia pada dasarnya adalah umat yang satu (ummatan wahidah).
Sekalipun secara fisik tempatnya ada yang di barat, di timur, utara maupun selatan. Juga walaupun ada perbedaan tanah air kelahiran, pekerjaan, warna kulit, bahasa dan kebudayaan. Namun semua kita adalah satu, yang dipersatukan dengan Tauhidullah.
Allah menyebutnya dengan kalimat “ummatan wahidah”, umat yang satu, seperti di dalam firman-Nya:
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
إِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ
Artinya: “Sesungguhnya umat kamu ini adalah umat yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, oleh sebab itu maka hendaklah kamu menyembah Aku”. (QS Al-Anbiya [21]: 92).
Sehubungan dengan ayat ini, Imam Abu Bakar Al-Jazairi menegaskan bahwa Islam adalah millah (agama) yang satu sejak masa Nabi Adam ‘Alaihis Salam. Hingga masa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Alasannya karena agama ajaran para Nabi adalah satu, yakni beribadah kepada Allah saja dengan mentauhidkan-Nya, berdasarkan apa-apa yang disyariatkan pada mereka.
Imam Ibnu Katsir menguatkan penjelasan ujung ayat وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ, maksudnya adalah beribadah kepada Allah saja tanpa menyekutukan-Nya, walau dengan syariat yang berbeda-beda bagi Rasul-Rasul-Nya.
Ayat ini sekaligus menegaskan bahwa Islam adalah agama yang satu sejak jaman Nabi Adam ‘Alaihis Salam, hingga Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ajaran agama para Nabi adalah satu, yakni beribadah kepada Allah saja dengan mentauhidkan-Nya, dalam kalimat Laa ilaaha illallaah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Selanjutnya, pada ayat lain Allah menyebutkan:
وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ مُصَدِّقًۭا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَٱحْكُم بَيْنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَآءَهُمْ عَمَّا جَآءَكَ مِنَ ٱلْحَقِّ ۚ لِكُلٍّۢ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةًۭ وَمِنْهَاجًۭا ۚ وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةًۭ وَٰحِدَةًۭ وَلَٰكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِى مَآ ءَاتَىٰكُمْ ۖ فَٱسْتَبِقُوا۟ ٱلْخَيْرَٰتِ ۚ إِلَى ٱللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًۭا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Artinya: “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kalian, Kami berikan aturan demi jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kalian dijadikannya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kalian semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian perselisihkan itu.” (QS Al-Maidah [5]: 48).
Adapun adanya perbedaan di antara manusia adalah peluang untuk saling melengkapi dan saling berlomba dalam kebaikan. Perbedaan adalah sesuatu yang alami yang memang diciptakan oleh Allah. Namun, manusia harus ingat bahwa mereka hakikatnya adalah tergolong umat manusia yang satu.
Ajaran Islam itulah yang antara lain berfungsi untuk mengingatkan adanya perbedaan di antara manusia itu sebagai landasan untuk persahabatan, tolong-menolong dan persaudaraan. Perbedaan itu tidak akan menjadi persoalan apabila kesemuanya itu mengacu pada nilai-nilai kebaikan. Bahkan sebagai sarana untuk berlomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat).
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Dengan demikian, kedatangan Islam dengan Al-Qur’an mengandung misi mempersatukan individu-individu dalam satuan masyarakat yang lebih besar yang disebut dengan ummatan wahidah, yaitu suatu umat yang bersatu berdasarkan iman kepada Allah dan mengacu kepada nilai-nilai kebaikan.
Sebagai tanda persatuan kita selaku umat Islam, maka Allah pun memerintahkan kaum Muslimin di seluruh dunia untuk bersatu dengan berpegang teguh kepada kitab suci Al-Qur’an, kitab suci yang menjadi dasar agama Islam. Sebagaimana yang telah Allah perintahkan:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
Artinya: “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali agama Allah dengan bersatu-padu dan jangan terpecah belah……”. ( QS Al-Imran [3]: 103).
Sebaliknya, dengan terpecah-belahnya kaum Muslimin akan mengakibatkan runtuhnya kekuatan umat Islam itu sendiri. Karenanya, perbuatan saling menghujat, saling menjatuhkan satu dengan yang lain, saling jegal untuk memperoleh kedudukan sendiri, bahkan hingga saling berseteru dan bermusuhan hanyalah menjadikan lemahnya konsolidasi Muslimin.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Allah memperingatkan di dalam ayat:
وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ ۥ وَلَا تَنَـٰزَعُواْ فَتَفۡشَلُواْ وَتَذۡهَبَ رِيحُكُمۡۖ وَٱصۡبِرُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّـٰبِرِينَ
Artinya; “Dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS Al-Anfal [8]: 46).
Jika pun terjadi perbedaan, dan kita yakin itu bukanlah perbedaan prinsip, bukan perbedaan aqidah. Namun biasanya hanyalah masalah khilafiyah, teknis dan politis. Maka jalan terbaiknya adalah dengan segera mengembalikan perkara tersebut kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana peringatan Allah:
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِى ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَـٰزَعۡتُمۡ فِى شَىۡءٍ۬ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِۚ ذَٲلِكَ خَيۡرٌ۬ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلاً
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul [Nya], dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah [Al Qur’an] dan Rasul [sunnahnya], jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama [bagimu] dan lebih baik akibatnya”. (QS An-Nisa [4]: 59)
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah.
Ummatan wahidah, umat yang satu, itulah sesungguhnya kita umat Islam. Sehingga perumpamaan kita dengan sesama orang beriman adalah bagaikan satu tubuh, seperti digambarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam hadits:
مَثَلُ المُؤْمِنِيْنَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الَجسَدُ الوَاحِدُ إِذَا أَشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الَجسَدِ بِالْحُمِّى وَالسَهَرِ
Artinya: “Perumpamaan kaum mukminin dalam ukhuwwah (persaudaraan), kasih sayang dan kepedulian sesama mereka bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit maka seluruh bagian tubuh akan ikut merasakan sakit dan tidak bisa tidur.” (HR Bukhari dan Muslim dari Nu’man bin Basyir Radhiallahu ‘Anhu).
Maka, marilah janganlah sampai kita saling berpecah-belah sebab itu hanya akan mendatangkan fitnah dan siksaan belaka.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Sebagaimana Allah mengingatkan kita di dalam ayat:
وَلاَ تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِن بَعْدِ مَاجَآءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُوْلاَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: “Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (QS Ali-Imran [3]: 105).
Semoga kita tetap memegang teguh prinsip ummatan wahidah ini dan menghindari perpecah-belahan di antara kita umat Islam.
Aamiin ya robbal ‘aalamiin. (A/RS2/)
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
أقول قولي هذا، وأستغفر الله لي ولكم ولجميع المسلمين والمسلمات، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
Mi’raj News Agency (MINA)