Khutbah Jumat: Waliyullah Menurut Al-Qur’an, Oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

ke-1:

إنَّ الـحَمْدَ لِلّٰهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه، اللّٰهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى اٰلِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أيُّهَا الإِخْوَة أوْصُيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَقَالَ الَنَّبِيُ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.

Pada kesempatan khutbah Jumat ini, khatib mengajak kepada diri sendiri, keluarga dan para hadirin semua, marilah kita senantiasa meneguhkan dan memantapkan iman dan takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan selalu bersyukur atas segala nikmat dan anugerah yang dilimpahkan kepada kita.

Seorang hamba yang senantiasa meneguhkan iman dan memantapkan takwanya, maka ia akan mendapatkan kebahagiaan, kesuksesan dan kemenangan dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Seseorang yang teguh dan mantap iman dan takwanya, maka ia akan mendapat pertolongan dan solusi dalam setiap permasalahan yang dihadapinya, dan menjadi kekasih-kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala.  baik dalam kehidupan dunia, juga akhirat kelak.

Maasyiral Muslimin, hafidzakumullah Ta’ala

Dalam kesempatan khutbah Jumat ini, marilah kita merenungkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang terdapat dalam surah Yunus [10] ayat 62-63, yang berbunyi:

أَلَآ إِنَّ أَوْلِيَآءَ ٱللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (٦٢) ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَكَانُوا۟ يَتَّقُونَ (٦٣) (يونس [١٠]: ٦٢ـــ٦٣)

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.”

Syaikh Al-Hafidz Abul Fida’ Ismail Ibnu Katsir, dalam tafsirnya menjelaskan ayat di atas, mengutip sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah di akhirat nanti terdapat sekelompok hamba yang para nabi dan syuhada merasa iri melihat mereka. Ketika ditanyakan, “Siapakah mereka, wahai Rasulullah? Mudah-mudahan kami dapat mencintai mereka.” Rasulullah menjawab: “Mereka adalah suatu kaum yang saling mengasihi karena Allah, tanpa ada ikatan perniagaan, tanpa ikatan nasab (keturunan) di antara mereka. Wajah mereka bercahaya, berada di atas mimbar-mimbar dari nur. Mereka tidak merasa khawatir di saat manusia dicekam kekhawatiran. Mereka pun tidak bersedih hati di saat manusia dilanda sekedihan.” Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam membacakan surah Yunus ayat 62 di atas.

Sementara itu, Imam As-Sa’di menjelaskan, ciri utama wali Allah sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas adalah, mereka orang-orang mukmin yang لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ, tidak merasa takut dengan kehidupan akhirat, karena yakin dengan janji Allah Ta’ala yang tidak akan diingkari-Nya, yakni rahmat, ampunan, ridha dan surga-Nya.

Mereka juga memiliki ciri وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ, tidak merasa bersedih hati dengan kehidupan dunia yang ditinggalkan. Karena harta, pangkat dan jabatan bukan tujuan hidupnya. Bagi mereka, kehidupan dunia hanyalah sarana perjuangan, sarana untuk menggapai kebahagiaan hakiki di akhirat, sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Yang Mahamulia.

Maasyiral Muslimin, hafidzakumullah Ta’ala

Abul Qosim Al-Qusyairi An-Naisabury memberikan definisi tentang wali Allah, yaitu mereka yang senantiasa berada dalam ketaatan hingga Allah Ta’ala mencintainya. Jika Allah Ta’ala sudah mencintai hambanya, maka ia akan senantiasa berada dalam perlindungan, pemeliharaan, dan penjagaan-Nya.

Ibnu Rajab Al-Hambali mengatakan, wali Allah adalah orang-orang yang dekat dengan Allah dengan amalan-amalan ketaatannya. Lawan katanya adalah ‘aduwallah (musuh Allah) yaitu mereka yang jauh dari Allah sebab perbuatan maksiat dan kedurhakaannya.

Sementara Ibnu Hajar Al-Atsqalani mengatakan, wali Allah adalah orang-orang yang berilmu, yang dengan keilmuannya, mereka beribadah dan beramal shalih dengan mengikhlaskan hati dalam setiap perbuatannya.

Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam bersabda:

أَحَبُّ الْعِبَادِ إِلَى اللهِ تعالى الأَتْقِيَاءُ الأَخْفِيَاءُ الَّذِيْنَ إِذَا غَابُوْا لَمْ يُفْتَقَدُوْا وَإِذَا شَهِدُوْا لَمْ يُعْرَفُوْا أَولئِكَ هُمْ أَئِمَّةُ الْهُدَى وَمَصَابِيْحُ الْعِلْمِ (رواه الطبراني)

Di antara hamba-hamba yang paling dicintai Allah adalah orang-orang bertakwa yang tidak diketahui derajat kewaliannya oleh kebanyakan manusia. Apabila mereka hilang tidak dicari, dan jika mereka hadir tidak dikenal. Mereka sejatinya adalah para pembawa petunjuk dan lentera-lentera ilmu.” (HR At-Thabarani).

Para wali dianugerahi berbagai keistimewaan dan kemuliaan (karamah). Akan tetapi, mereka senantiasa berusaha menyembunyikannya, tidak menampakkannya di hadapan masyarakat, kecuali dalam keadaan tertentu karena tuntutan syar’iyyah. Mereka menyembunyikan karamah sebagaimana seorang perempuan menyembunyikan haidnya.

Maasyiral Muslimin, hafidzakumullah Ta’ala

Para wali Allah bukanlah yang sakti, tidak harus bisa terbang, berjalan di atas air, atau memiliki kedigdayaan luar biasa. Kesaktian tidak menjadi barometer kewalian seseorang di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Wali Allah tidak akan menganggap dirinya suci, sebesar apapun ibadah dan amal shaleh yang dikerjakan. Ia akan tetap rendah hati, tidak terlena dengan pujian dan sanjungan kepadanya. Pun sebaliknya, tidak akan mundur dan luntur semangatnya karena cacian dan hinaan yang ditujukan terhadapnya. Ia hanya fokus beribadah dan beramal shaleh, tulus dan ikhlas hanya berharap ridha dan pahala dari Allah Ta’ala semata.

adalah mereka yang mampu merasakan kehadiran Allah Ta’ala dalam setiap aktivitasnya. Meski ia tidak melihat Allah secara langsung, namun ia yakin setiap gerak gerik dan perbuatannya tidak luput dari pengawasan Allah Subhanahu wa Ta’ala.  Dalam istilah lain, sifat ini disebut dengan ihsan.

Dengan sifat ihsan tersebut, rasanya tidak ada tempat baginya untuk berbuat maksiat. Tidak ada waktu baginya melakukan perbuatan dosa, tidak ada kesempatan baginya untuk berbuat dzalim, curang, dan merugikan orang lain. Semua ruang dan waktu yang ia jalani, selalu dalam pengawasan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Selanjutnya, tentang urusan rizki dan segala urusan duniawi, ia tidak merasa khawatir, karena yakin bahwa Allah lah yang mengatur rizki setiap manusia. Fisiknya berikhtiar sekuat tenaga, menggunakan ilmu dan pengalaman yang dimilikinya, tetapi hatinya bertawakkal penuh, yakin dan pasrah kepada Tuhannya. Ia meyakini, bahwa rizkinya tidak akan tertukar. Semua manusia akan mendapatkan jatah rizkinya sesuai dengan takdir dan ketetapan Allah Ta’ala.

Maasyiral Muslimin, hafidzakumullah Ta’ala

Dalam sebuah hadits qudsi, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan jaminan kepada siapa saja yang menjadi kekasihnya,

مَنْ عَادَى لِـيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْـحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَـيَّ مِمَّـا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَـيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا ، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِيْ لَأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِـيْ لَأُعِيْذَنَّهُ. (رواه البخارى)

“Siapa yang memusuhi waliku maka Aku umumkan perang dengannya. Tidak ada taqarrub seorang hamba yang lebih Aku cintai, kecuali beribadah dengan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hambaku yang selalu mendekatkan diri dengan amalan-amalan sunnah, hingga Aku akan mencintainya.  Jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pasti melindunginya.”

Semoga kita semua mampu menjadi kekasih-kekasih Allah Ta’ala, sebagaimana disebutkan sifat dan ciri-cirinya pada ayat di atas, dan kita mampu saling menghormati, mencintai dan memuliakan sesama umat Islam sehingga kita dapat menjadi wali-wali Allah dalam arti yang sebenarnya. Aamiin Ya Rabbal Alamiin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَٰذَا وَأَسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ . اِنَّهٗ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيْمِ.

Khutbah ke-2 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ اَمَرَنَا بِلُزُوْمِ اْلجَمَاعَةِ، وَنَهَانَا عَنِ اْلاِخْتِلَافِ وَالتَفَرُّقَةِ ، وَاْلصَّلَاةُ وَالسَّلآ مُ عَلٰى نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، وَعَلٰى اٰلِهِ وَاَصْحَا بِهِ هُدَاةِ اْلاُمَّةِ، أَمَّا بَعْدُ. فَيَآيُّهَا اْلمُسْلِمُوْنَ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ، وَقَالَ اللهُ تَعاَلَى أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم  ،إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ انْصُرْ اِخْوَانَنَآ الْمُجَاهِدِيْنَ فِى فِلِسْطِيْنِ وَفِى كُلِّ مَكَانٍ .اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ آْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَاهَذَا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً ، يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

(A/P2/R1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Widi Kusnadi

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.