PESEPAKBOLA Gaza, Hamada Mohammed Hamad, yang telah kehilangan banyak orang terkasih dalam pengeboman Israel di Jalur Gaza, merasa telah kehilangan harapan untuk masa depan.
Anadolu Turkiye pada Senin, 6 Oktober 2025, menceritakan kisah dan kesaksiannya.
Ayah Hamad menderita sirosis hati dan berada dalam kondisi kritis. Mereka menghadapi kondisi hidup yang mengerikan dan kelaparan akibat blokade Israel di wilayah tersebut.
“Tidak ada masa depan di Gaza. Kehancurannya terlalu besar dan penderitaannya terlalu besar. Ada liga sepak bola profesional di Gaza. Tetapi setelah pendudukan (Israel) di Gaza, saya berhenti berlatih sepak bola karena genosida,” kata Hamad kepada Anadolu.
Baca Juga: Meski Gencatan Senjata, Serangan Drone Israel Bunuh Seorang Warga Gaza
Pesepakbola berusia 22 tahun itu telah bermain secara profesional selama tujuh tahun, tetapi ia kehilangan sumber pendapatannya ketika gaji klubnya dipotong setelah perang.

Kondisi Hamada Mohammed Hamad di tengah genosida Israel di Jalur Gaza, Palestina. (Foto: Anadolu)
Rekan setimnya yang bernama Rashid Al-Athamneh, gugur syahid oleh serangan Israel.
“Rashid adalah teman dekat saya dan kapten tim kami. Saya melewati masa-masa sulit setelah itu. Ketika ayah saya jatuh sakit, saya yang bertanggung jawab atas keluarga saya,” ujarnya.
Banyak atlet telah gugur di Gaza, termasui mantan pemain sepak bola nasional Palestina, Suleiman al-Obeid yang dijuluki “Pele Palestina”, yang dibunuh oleh Israel saat menunggu bantuan kemanusiaan di Gaza.
Baca Juga: Israel Perluas Kendali atas Situs Arkeologi di Tepi Barat
Sebelum Israel memulai pengeboman brutalnya di wilayah kantong tersebut, Hamad adalah penjaga gawang Ahli Beit Hanoun di liga Divisi 1 Jalur Gaza.
Menurutnya, kehidupan olahraga di Gaza sederhana dan indah sebelum terjadi serangan genosida.
Namun, tidak seorang pun di Gaza yang dapat berlatih lagi karena kondisi yang sulit dan kekurangan makanan dan air.
“Kehidupan sehari-hari saya sepenuhnya tentang sepak bola,” katanya.
Baca Juga: Israel Akhiri Status Darurat di Wilayah Selatan untuk Pertama Kalinya
“Dulu saya berlatih dan terus-menerus mempersiapkan diri untuk pertandingan. Setelah pengeboman 7 Oktober (2023), hidup saya berubah total. Saya jauh dari sepak bola dan tidak bermain sama sekali. Sekarang, saya membawa air, menebang kayu, merawat ayah dan keluarga saya yang sakit.”
Kondisi fisik Hamad pun telah memburuk karena kekurangan makanan dan latihan.
“Di Gaza, saya punya taman bermain kecil tempat saya dan teman-teman bermain sepak bola dan menjaga kebugaran. Namun, setelah saya dievakuasi dari Gaza, saya tidak pernah bermain sepak bola lagi,” tambahnya.
Mengenai rencana yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump untuk segera menghentikan serangan, Hamad mengatakan bahwa banyak janji telah dibuat kepada rakyat Gaza di masa lalu, tetapi tidak pernah dipenuhi.
Baca Juga: Hamas Perluas Pencarian Jenazah Sandera, Tim Mesir Masuk Gaza
“Tidak ada masa depan di Gaza. Kehancuran di Gaza sangat besar, penderitaannya sangat besar,” katanya. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: UNICEF: Gencatan Senjata Gaza ‘Kesempatan Vital’ untuk Lindungi Satu Juta Anak
















Mina Indonesia
Mina Arabic