Cerita tentang seorang pengantin wanita…
Adalah seorang laki-laki dari sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bernama Julaibib. Wajahnya tidak begitu menarik. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menawarinya menikah. Dia berkata (tidak percaya), “Kalau begitu, Anda menganggapku tidak laku?”
Beliau bersabda, “Tetapi kamu di sisi Allah bukan tidak laku.”
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam senantiasa terus mencari kesempatan untuk menikahkan Julaibib.
Baca Juga: Sheikh Hasina, Dari Dominasi Politik ke Vonis Hukuman Mati
Hingga suatu hari, seorang laki-laki dari Anshar datang menawarkan putrinya yang janda kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar beliau menikahinya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda kepadanya, “Ya. Wahai fulan! Nikahkan aku dengan putrimu.”
“Ya, dan sungguh itu suatu kenikmatan, wahai Rasulullah,” kata ORANG Anshar itu riang.
Namun Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda kepadanya, “Sesungguhnya aku tidak menginginkannya untuk dirikU.”
“Lalu, untuk siapa?” tanyanya.
Baca Juga: Zohran Mamdani, Jejak Anak Imigran Muslim Merebut Panggung Amerika
Beliau menjawab, “Untuk Julaibib.”
Orang Anshar pun terperanjat.
“Julaibib, wahai Rasulullah? Biarkan aku meminta pendapat ibunya.”
Laki-laki itu pun pulang kepada istrinya seraya berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melamar putrimu.”
Baca Juga: Mengenal Sosok Hemedti Komandan RSF dan Sudan yang Terbelah
Dia menjawab dengan gembira, “Ya, dan itu suatu kenikmatan. Menjadi istri Rasulullah.”
Suaminya berkata lagi, “Sesungguhnya beliau tidak menginginkannya untuk diri beliau.”
“Lalu, untuk siapa?” tanya si isteri.
“Beliau menginginkannya untuk Julaibib,” jawabnya.
Baca Juga: Hassan al-Turabi Pemikir Kontroversial dari Sudan
Isterinya pun berkata, “Aku siap memberikan leherku untuk Julaibib. Tidak. Demi Allah! Aku tidak akan menikahkan putriku dengan Julaibib. Padahal, kita telah menolak lamaran si fulan dan si fulan.”
Sang bapak pun sedih mendengar hal itu. Ketika hendak beranjak pergi kembali menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tiba-tiba puterinya berteriak memanggil ayahnya dari kamarnya.
“Siapa yang melamarku kepada kalian?”
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,” jawab keduanya.
Baca Juga: Sunan Drajat: Dakwah Kasih Sayang yang Menyentuh Hati
“Apakah kalian akan menolak perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam?” tanya puterinya. “Bawa aku menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh, beliau tidak akan menyia-nyiakanku.”
Sang bapak pun pergi menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, terserah Anda. Nikahkanlah dia dengan Julaibib.”
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun menikahkannya dengan Julaibib, serta mendoakannya:
اَللّهُمَّ صُبَّ عَلَيْهِمَا الْخَيْرَ صَبًّا وَلَا تَجْعَلْ عَيْشَهُمَا كَدًّا كَدًّا
Baca Juga: Tiga Ulama, Satu Napas Keilmuan Pesantren Lirboyo
“Ya Allah! Limpahkan kepada keduanya kebaikan, dan jangan jadikan kehidupan mereka susah.”
Tidak selang beberapa hari pernikahannya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam keluar dalam peperangan, dan Julaibib ikut serta bersama beliau. Setelah peperangan usai, dan manusia mulai saling mencari satu sama lain.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya kepada mereka, “Apakah kalian kehilangan seseorang?”
Mereka menjawab, “Kami kehilangan fulan dan fulan.”
Baca Juga: Sunan Bonang, Sang Penuntun Jiwa yang Mengharmonikan Cahaya Islam dan Budaya Nusantara
Kemudian beliau bertanya lagi, “Apakah kalian kehilangan seseorang?”
Mereka menjawab, “Kami kehilangan si fulan dan si fulan.”
Kemudian beliau bertanya lagi, “Apakah kalian kehilangan seseorang?” Mereka menjawab, “Kami kehilangan fulan dan fulan.”
Beliau bersabda, “Akan tetapi aku kehilangan Julaibib.”
Baca Juga: Prof. Omar Yaghi, Seorang Pengungsi Palestina yang Menangkan Hadiah Nobel Bidang Kimia
Mereka pun mencari Julaibib dan memeriksanya di antara orang-orang yang terbunuh. Tetapi mereka tidak menemukannya di arena pertempuran. Terakhir, mereka menemukannya di sebuah tempat yang tidak jauh, di sisi tujuh orang dari orang-orang musyrik. Dia telah membunuh mereka, kemudian mereka membunuhnya.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berdiri memandangi mayatnya, lalu berkata,”Dia membunuh tujuh orang lalu mereka membunuhnya. Dia membunuh tujuh orang lalu mereka membunuhnya. Dia dari golonganku dan aku dari golongannya.”
Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membopongnya di atas kedua lengannya dan memerintahkan mereka agar menggali tanah untuk menguburnya.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bertutur, “Kami pun menggali kubur, sementara Julaibib radhiallahu ‘anhu tidak memiliki alas kecuali kedua lengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, hingga ia digalikan dan diletakkan di liang lahatnya.”
Baca Juga: Sunan Ampel, Pelita Peradaban Islam di Tanah Jawa
Anas radhiallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah! Tidak ada di tengah-tengah orang Anshar yang lebih banyak berinfak dari pada istrinya. Kemudian, para tokoh pun berlomba melamarnya setelah Julaibib.” (P09/R2).
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Atif Dudakovic; Bosnia dan Gaza
















Mina Indonesia
Mina Arabic