Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

KISAH RAJA MUSTAFA, WANITA INTIFADHA PERTAMA

Rudi Hendrik - Selasa, 27 Oktober 2015 - 15:06 WIB

Selasa, 27 Oktober 2015 - 15:06 WIB

812 Views

Seorang wanita Palestina turun ke jalan melawan tentara Israel. (Foto: Twitter)
<a href=

Raja Mustafa menunjukkan fotonya yang terekam saat melawan tentara Israel yang menggerebk rumahnya. (Foto: Al Jazeera/Abed al-Qaisi)" width="300" height="169" /> Raja Mustafa menunjukkan fotonya yang terekam saat melawan tentara Israel yang menggerebk rumahnya. (Foto: Al Jazeera/Abed al-Qaisi)

Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Sebuah foto yang diambil 25 tahun yang lalu memperlihatkan gambar seorang wanita Palestina, bernama Raja Mustafa, berdiri dengan marah mengenakan gaun tidur bergaris, seraya satu tangannya memegang sebuah sapu. Di latar depan tampak seorang tentara Israel membelakanginya.

Itu adalah salah satu insiden perlawanan seorang wanita Palestina terhadap tentara Israel dalam pemberontakan rakyat Palestina pertama atau Intifadha I yang dimulai pada 1987 dan berakhir pada 1993.

“Anda tidak dapat melihatnya di foto, tapi sudah ada tentara (jatuh) di tanah, saya telah memukulnya,” kata Raja Mustafa yang kini berusia 44 tahun, kepada Al Jazeera.

Baca Juga: Selat Hormuz: Urat Nadi Energi Dunia dari Jantung Teluk Persia

“Para prajurit (Israel) dikenal mencuri ketika mereka melakukan penggerebekan rumah. Salah satu dari mereka mencuri emas saya di meja saya dan tidak mau memberikannya kembali. Saya sudah tidak sabar dan mulai memukul mereka untuk mendapatkan emas saya kembali dan mengusir mereka dari rumah saya,” ujarnya.

Raja mengungkapkan, saat itu dia juga bertindak sebagai umpan pengalih perhatian tentara iSRAEL, agar lima sepupunya bisa kabur dari samping rumah.

Saat Intifadha dimulai, Raja berusia 16 tahun, dia adalah pejuang Intifadha aktif sejak awal.

Dia tersenyum saat ingat masa remajanya, seakan perjuangannya menjadi kenangan manis, meskipun mereka berada dalam kondisi perang dan banyak kehilangan kerabat dan teman.

Baca Juga: [POPULER MINA] Perang Iran-Israel Memanas dan Masjid Al-Aqsa di Tutup

“Semua gadis usia saya berjuang di Intifadha pertama, kami berada di jalan-jalan melemparkan batu dan memblokir jalan serta berteriak dalam protes seperti laki-laki,” katanya.

“Benar-benar, dari awal sampai selesai perempuan berpartisipasi,” lanjut Raja. “Tapi itu berbeda dengan sekarang.”

Seorang wanita Palestina turun ke jalan melawan tentara Israel. (Foto: Twitter)

Seorang wanita Palestina turun ke jalan melawan tentara Israel. (Foto: Twitter)

“(Waktu itu) tidak ada Otoritas Palestina yang khawatir tentang penangkapan Anda dan Israel menembak gas air mata dan peluru karet, tidak membunuh remaja pelempar batu dengan peluru tajam. Sekarang ini jauh lebih berbahaya dari sebelumnya,” jelasnya.

Sementara Raja sekarang adalah seorang nenek, tapi sesekali dia masih keluar turun ke jalan ikut melakukan protes, mengambil waktu beberapa menit untuk menonton dari pinggir lapangan ketika kaum pemuda laki-laki dan perempuan berbenturan dengan tentara Israel.

Baca Juga: Semarak Bazar Tabligh Akbar: Ragam Stand, Ragam Keberkahan

Selama beberapa pekan terakhir ia melihat perubahan demografi.

“Saya sangat senang melihat gadis-gadis keluar, itu mengingatkan saya ketika saya masih muda,” katanya. “Kami kehilangan (kesempatan) selama Intifadah kedua, itu lebih sulit bagi perempuan untuk berpartisipasi, karena milisi tidak benar-benar menerima dalam pertarungan itu.”

Pertanyaan yang mengganggu warga Israel dan Palestina adalah “apakah sekarang adalah awal Intifadha ketiga?”

Raja mengatakan, selama Intifadha pertama dan kedua tidak ada pertanyaan seperti itu. Orang “hanya tahu”.

Baca Juga: Dari Pusdai untuk Al-Aqsa: Seruan Ukhuwah Umat Islam Menggema di Jawa Barat

“Saya sudah hidup melalui dua Intifadha, dan saya tidak yakin apakah ini adalah yang ketiga atau belum,” katanya. “Tak satu pun dari kita yang 100 persen yakin ini adalah Intifada ketiga, tapi melihat gadis-gadis di luar sana, dan perubahan kecil lainnya, ini bisa sangat baik menjadi Intifadha ketiga.”

Semua anak perempuan Raja menikah di usia remaja dan tidak ikut dalam bentrokan melawan Israel. Tapi dua anak lelakinya yang remaja, diajarkan untuk memperlakukan gadis-gadis lain di jalan sebagai wanita yang sama-sama berjuang.

“Gadis-gadis kami sekarang menghadiri kuliah dan sekolah, ini adalah sangat penting untuk generasi ini, sehingga mereka pintar, tapi sebagai perempuan Palestina, mereka juga kuat,” katanya.

“Palestina selalu membangkitkan wanita kuat karena kehidupannya yang keras dan mereka dilahirkan di dalamnya. Dengan dua hal ini, saya pikir mungkin gadis-gadis memiliki kekuatan yang garang, meskipun bukan anak laki-laki.” (P001/P2)

Baca Juga: Menyatukan Umat, Membebaskan Al-Aqsa: Peran Besar AWG di Balik Tabligh Akbar Pusdai

Sumber: Al Jazeeera

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Kata Situs Formula E tentang Jakarta

Rekomendasi untuk Anda

Feature