Oleh: Adam Lucente dan Zouhir Al Shimale, wartawan Al Jazeera
Sara (28) tinggal bersama suami dan ketiga anaknya di ibukota de facto ISIS (Islamic State), Raqqa di Suriah.
Suatu hari, seorang anggota ISIS asal Irak bernama Abu Al-Muthna Al-Irak datang untuk meminang Sara, namun wanita ini menolaknya.
“Pada awalnya, (Irak) ingin menikahinya, (karena) berpikir dia (Sara) belum menikah,” kata suami Sara, Samer, yang menolak untuk memberikan nama belakang keluarganya, karena takut akan dampaknya terhadap kerabat yang masih berada di Raqqa.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Namun, keputusan Sara menolak pengajuan Irak adalah pemicu terciptanya rantai peristiwa yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian isteri Samer itu.
Tindakan Irak terhadap isterinya membuat Samer kecewa dan kemudian ia mengadu kepada otoritas lokal, yang kemudian mengeluarkan peringatan terhadap Irak. Namun, sejak itulah hal-hal buruk dialami keluarga Samer.
“(Irak) mencambuk anak saya karena merokok dan mengutuknya berulang kali,” kata Samer.
Di seluruh wilayah yang telah dikuasai, ISIS dengan keras menghukum para perokok dan orang lain yang dianggap bertentangan dengan fatwa mereka.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
“Dia (Irak) juga mencoba masuk ke rumah kami beberapa kali dengan dalih ada penyusup di dalam, meskipun tetangga menyanggah ini,” kenang Samer.
Sara kemudian menuntut suaminya agar bisa bertemu dengan pejabat tinggi di Raqqa. Akhirnya Sara diberi kesempatan bertemu dengan hakim lokal yang kemudian mendenda Irak atas kecerobohannya.
Suatu hari, pengeboman berat dari udara melanda Raqqa selama musim panas 2014. Samer sekeluarga memutuskan untuk meninggalkan kota.
Namun pada tanggal 14 September 2014, ketika Samer pulang dari toko kelontong dan menjemput isterinya di rumah untuk membawanya pergi, ternyata Sara telah ditangkap oleh aparat ISIS atas tuduhan berbuat cabul saat membersihkan rumahnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Tetangga dan anak-anaknya menangis sambil mengatakan kepada Samer bahwa tuduhan itu palsu.
“Setelah peristiwa ini, saya mengirim anak-anak ke Aleppo. (Sementara) saya tinggal di Raqqa untuk mengikuti kasusnya,” kata Samer.
Samer kemudian diberi tahu dari pejuang ISIS lainnya bahwa Sara telah meninggal di penjara pada tanggal 4 November 2014.
“(Sara) disiksa oleh anggota ISIS di penjara, membuka pakaiannya dan memukulinya,” kata Samer. “Setelah beberapa hari, dia meninggal karena serangan jantung, seperti yang diceritakan oleh seorang anggota ISIS.”
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Setelah kematiannya, jenasah Sara dipulangkan ke keluarganya. Ia lalu dimakamkan di Raqqa.
Samer merindukan istrinya setiap hari. Dia ingat bahwa Sara adalah wanita pemberani dan pekerja keras yang sabar, bahkan ketika suaminya sedang marah-marah.
“Dia adalah orang tersayang yang pernah saya tahu,” katanya. “Saya tidak mengalami hal yang buruk darinya selama pernikahan kami.”
Samer kini tinggal bersama anak-anaknya di Aleppo.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Tetangga pun memiliki hubungan yang baik dengan Sara dan sering berkomentar tentang kesederhanaannya, kekuatannya dan akhlaknya.
Sekarang Samer bekerja di sebuah pasar daging di Aleppo. Ia berencana untuk membawa ketiga anaknya ke Turki seiring keluarga mencoba untuk membangun kembali kehidupan mereka yang hancur.
“(Sara) adalah hal yang paling berharga dalam hidup saya,” kata Samer, mengenang saat Sara duduk di ruang yang gelap dengan tangan dilipat dalam doanya. “Saya meminta Tuhan untuk mengampuni dan menerimanya sebagai salah satu syuhada-Nya.” (T/P001/P4)
Sumber: Al Jazeera
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)