Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kisah Tahanan Palestina dari Gaza Ibrahim Salem, Dari Penjara Menuju Pengungsian

Rana Setiawan Editor : Widi Kusnadi - Ahad, 4 Agustus 2024 - 07:59 WIB

Ahad, 4 Agustus 2024 - 07:59 WIB

39 Views

Ibrahim Salem saat tiba di Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa di Deir al-Balah, Jalur Gaza, setelah dibebaskan dari penjara otoritas penjajah Israel, Kamis (1/8/2024). (Foto:WAFA)

Ketika Ibrahim Salem keluar dari ambulans yang membawanya dan sesama tahanan ke Rumah Sakit Al-Aqsa di Deir al-Balah, Jalur Gaza, ia segera dikerumuni oleh penduduk setempat yang penuh kegelisahan. Pertanyaan penuh kecemasan menyelimuti suasana, semua menginginkan kabar tentang keluarga dan teman yang hilang atau ditangkap oleh pasukan Zionis Israel selama invasi darat terbaru di Gaza.

“Apa kamu melihat si fulan? Bagaimana kondisinya? Apakah kamu mendengar tentang si fulan?” Ini adalah beberapa pertanyaan yang mendesak ketika berita tentang penyiksaan dan pembunuhan tahanan Palestina di penjara dan kamp penahanan Israel tersebar.

Dalam pernyataan Sami Abu Salem yang dikutip dari WAFA, Ahad (4/8), korban terbaru adalah Islam Al-Sarsawi (42), dari lingkungan Shujaiya, yang meninggal akibat penyiksaan di kamp Sdeh Teyman setelah penangkapannya di Rumah Sakit Al-Shifa.

Pada Kamis (1/8/2024), otoritas penjajah Israel membebaskan 64 tahanan Palestina dari Gaza sebagai bagian dari agresi yang dimulai pada Oktober tahun lalu. Dua wanita dari Gaza, yang ditahan saat mendampingi pasien di Israel, juga dibebaskan. Sebanyak 22 dari tahanan yang dibebaskan segera dibawa ke rumah sakit, sementara yang lain berpencar untuk mencari keluarga mereka.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta

Salem menggambarkan penderitaan yang dialaminya, termasuk penyiksaan berat oleh tentara Israel: “Mereka menyiksa saya dengan kursi listrik, memukuli saya dengan keras, dan mematahkan tulang rusuk saya,” katanya, menunjukkan bekas luka di dadanya sebagai bukti.

Dia menjelaskan bahwa penyiksaan berlangsung selama berhari-hari dan berpekan-pekan. Selama penahanannya, seorang tahanan lainnya meninggal akibat penyiksaan, yang memicu protes di dalam penjara yang dibalas dengan kekerasan oleh penjaga.

Menurut Otoritas Urusan Tahanan Palestina dan Masyarakat Tahanan Palestina, sejak 1967, sudah ada 257 syuhada dari gerakan tahanan, termasuk 20 orang yang meninggal sejak dimulainya perang genosida saat ini. Identitas banyak tahanan lain dari Gaza masih dirahasiakan oleh pasukan pendudukan.

Salem menggambarkan pengalamannya setelah penangkapan, menjelaskan bahwa dia dibawa ke lokasi yang tidak dikenal di mana dia mengalami penyiksaan sebelum dipindahkan ke penjara gurun Negev. Di sana, kondisi sangat buruk: banyak tahanan menderita penyakit kudis akibat kasur yang kotor. “Kudis, lapar, haus, dan tidak ada perawatan medis; kebanyakan kehilangan setengah atau sepertiga dari berat badan mereka,” kata Salem.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari

Dia juga mengisahkan perlakuan tidak manusiawi, termasuk penggunaan anjing untuk menakut-nakuti tahanan dan pemberian makanan yang tidak memadai. “Potongan kecil roti, tempat tidur kotor yang tidak bisa dicuci, tidak ada perawatan medis atau obat-obatan,” keluhnya.

Cobaan Salem dimulai ketika tentara Israel menangkapnya di Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza utara saat dia menemani anak-anaknya yang terluka setelah serangan udara di rumah mereka pada Desember 2023. Serangan itu menewaskan saudaranya Mohamed (25), saudari Ahlam (27), dan kedua anaknya Rami (3) dan Mohamed (5), serta melukai tiga anaknya.

“Saya membawa anak-anak saya ke rumah sakit dan tinggal bersama mereka pada hari pertama, tetapi keesokan harinya, tentara Israel menyerbu rumah sakit dan menculik saya serta yang lainnya. Saya masih tidak tahu nasib anak-anak saya,” kata Salem.

Setelah dibebaskan, Salem tiba di rumah sakit dalam kondisi lemah dan kurus. Dia duduk di bangku di luar, dikelilingi oleh tetangga dan kerabat yang mengungsi dari Gaza utara, yang terus menanyakan kabar. Semangatnya sedikit terangkat saat seorang tetangga menghubungi ayahnya, Atef, yang menolak meninggalkan Gaza utara. Namun, kebahagiaannya sirna saat menerima telepon dari saudaranya Waseem di Turki, yang mengabarkan bahwa saudaranya Laith tewas saat berusaha menyelamatkan tetangga dari serangan udara Israel.

Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman

Laith tewas pada 12 Desember 2023 ketika sebuah rudal Israel menghantam saat ia mencoba membantu korban pengeboman lainnya. Salem juga kehilangan saudaranya Khalil (31) dalam serangan Israel di kamp pengungsi Jabalia pada 2 November 2023.

Saat Salem dan rekan-rekannya berjalan menuju tujuan yang tidak diketahui, dia bertanya, “Di mana kita? Ke mana kita akan pergi? Saya ingin kembali ke anak-anak dan keluarga saya di Gaza utara.”

Pemandunya menjelaskan bahwa kembali ke utara tidak mungkin dan mereka sekarang berada di bagian tengah Gaza. Mereka membawanya ke sebuah tenda di daerah Mawasi, sebelah barat Khan Younis, yang dianggap “aman” oleh pendudukan tetapi telah menjadi sasaran beberapa serangan udara, menyebabkan banyak korban.

Sejak 7 Oktober 2023, serangan Israel yang terus berlanjut di Gaza telah menewaskan dan melukai lebih dari 130.000 orang, mayoritas anak-anak dan wanita. Konflik ini juga menyebabkan lebih dari 10.000 orang hilang, di tengah kehancuran dan kelaparan yang meluas yang telah merenggut banyak nyawa.[]

Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia

Rekomendasi untuk Anda

Palestina
Palestina
Palestina
Palestina
Palestina
Indonesia
Kolom
MINA Preneur
Sosok