Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kisah Tentang Sabar dan Syukur

Bahron Ansori - Kamis, 2 Februari 2017 - 08:51 WIB

Kamis, 2 Februari 2017 - 08:51 WIB

1731 Views

Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINAsyukur-sabar-300x274.png" alt="" width="300" height="274" />

 

“Ketika engkau berada di jalur menuju Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka berlarilah.

Jika sulit bagimu, maka berlari kecillah.

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Jika kamu lelah, berjalanlah.

Jika kamu tak mampu, merangkaklah.

Namun jangan pernah berbalik arah atau berhenti.”

(Imam Syafi’i)

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Hidup di tengah hiruk pikuknya zaman terkadang membuat kita terasa lelah. Tapi inilah hidup, kenyataan yang datang tidak pernah bisa dihindari. Bagi orang beriman, apa pun yang terjadi di dunia ini merupakan bagian dari amal ibadahnya selama niatnya lurus dan benar. Ujian yang menimpanya, jika ia terima dengan sabar dan penuh harap kepada Allah semata, maka kesabaran itu lebih baik baginya. Ia tidak perlu bersedih hati atas semua ujian yang diterimanya. Sebab itu artinya Allah Subhanahu Wa Ta’ala sedang menunjukkan rasa cinta-Nya kepada si hamba.

Sebaliknya, bila ia beri kenikmatan, maka sikap terbaik yang harus dimiliki oleh seorang beriman adalah mensyukuri semua nikmat itu, dan yang demikian itu lebih baik baginya. Sabar ketika diuji dan syukur ketika diberi kenikmatan adalah dua sifat yang harus ada dalam diri seorang yang beriman. Sabar dan syukur adalah dua sifat mulia, di mana sabar dan syukur itu tidak pernah dimiliki oleh manusia-manusia di luar orang beriman.

Dari Shuhaib bin Sinan radhiallahu’anhu dia berkata,

عجبًا لأمرِ المؤمنِ . إن أمرَه كلَّه خيرٌ . وليس ذاك لأحدٍ إلا للمؤمنِ . إن أصابته سراءُ شكرَ . فكان خيرًا له . وإن أصابته ضراءُ صبر . فكان خيرًا له

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.”[HR. Muslim (no. 2999).]

Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan bersyukur di saat senang dan bersabar di saat susah, bahkan kedua sifat inilah yang merupakan penyempurna keimanan seorang hamba. Abdullah bin Mas’ud berkata: “Iman itu terbagi menjadi dua bagian; sebagiannya (adalah) sabar dan sebagian (lainnya adalah) syukur.” [Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab “’Uddatush shaabiriin” (hal. 88).2].

Ibnu Hibban dalam kitabnya Ats-Tsiqoot menyebutkan kisah keimanan yang menakjubkan dari seorang ahli ibadah. Adalah Abdullah bin Zaid Al-Jarmi salah seorang ahli ibadah dan ahli zuhud berasal dari Al-Bashroh. Ia meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik dan sahabat Malik bin Al-Huwairits –radhiallahu ‘anhuma- . Ia wafat di negeri Syam pada tahun 104 Hijriah pada masa kekuasaan Yazid bin Abdilmalik.

Abdullah bin Muhammad berkata, “Aku keluar menuju tepi pantai dalam rangka mengawasi (menjaga) kawasan pantai (dari kedatangan musuh), tatkala aku tiba di tepi pantai tiba-tiba aku telah berada di sebuah dataran lapang di suatu tempat (di tepi pantai itu) dan di dataran tersebut terdapat sebuah kemah yang di dalamnya terdapat seseorang yang telah buntung kedua tangan dan kedua kakinya, dan pendengarannya telah lemah serta matanya telah rabun. Tidak satu anggota tubuhnyapun yang bermanfaat baginya kecuali lisannya, orang itu berkata, “Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memuji-Mu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku di atas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan.”

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Abdullah bin Muhammad berkata, “Demi Allah aku akan mendatangi orang ini, dan aku akan bertanya kepadanya bagaimana ia bisa mengucapkan perkataan ini, apakah ia faham dan tahu dengan apa yang diucapkannya itu? Ataukah ucapannya itu merupakan ilham yang diberikan kepadanya?.

Maka akupun mendatanginya lalu aku mengucapkan salam kepadanya, lalu kukatakan kepadanya, “Aku mendengar engkau berkata “Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memuji-Mu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku di atas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan,” maka nikmat manakah yang telah Allah anugrahkan kepadamu sehingga engkau memuji Allah atas nikmat tersebut? Dan kelebihan apakah yang telah Allah anugerahkan kepadamu hingga engkau mensyukurinya?”

Orang itu berkata, “Tidakkah engkau melihat apa yang telah dilakukan oleh Rabku kepadaku? Demi Allah, seandainya Ia mengirim halilintar kepadaku hingga membakar tubuhku atau memerintahkan gunung-gunung untuk menindihku hingga menghancurkan tubuhku, atau memerintahkan laut untuk menenggelamkan aku, atau memerintahkan bumi untuk menelan tubuhku, maka tidaklah hal itu kecuali semakin membuat aku bersyukur kepada-Nya karena Ia telah memberikan kenikmatan kepadaku berupa lidah (lisan)ku ini.

Namun wahai hamba Allah, engkau telah mendatangiku, maka aku perlu bantuanmu, engkau telah melihat kondisiku. Aku tidak mampu untuk membantu diriku sendiri atau mencegah diriku dari gangguan, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memiliki seorang putra yang selalu melayaniku, di saat tiba waktu sholat ia mewudhukan aku, jika aku lapar maka ia menyuapiku, jika aku haus maka ia memberikan aku minum, tapi sudah tiga hari ini aku kehilangan dirinya maka tolonglah kau mencari kabar tentangya –semoga Allah merahmati engkau-“.

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Aku berkata, “Demi Allah tidaklah seseorang berjalan menunaikan keperluan seorang saudaranya yang ia memperoleh pahala yang sangat besar di sisi Allah, lantas pahalanya lebih besar dari seseorang yang berjalan untuk menunaikan keperluan dan kebutuhan orang yang seperti engkau”.

Maka akupun berjalan mencari putra orang tersebut hingga tidak jauh dari situ aku sampai di suatu gudukan pasir, tiba-tiba aku mendapati putra orang tersebut telah di terkam dan di makan oleh binatang buas, akupun mengucapkan inna lillah wa inna ilaihi roji’uun. Aku berkata, “Bagaimana aku mengabarkan hal ini kepada orang tersebut?” Dan tatkala aku tengah kembali menuju orang tersebut, maka terlintas di benakku kisah Nabi Ayyub ‘alaihissalam. Tatkala aku menemui orang tersebut maka akupun mengucapkan salam kepadanya lalu ia menjawab salamku dan berkata, “Bukankah engkau adalah orang yang tadi menemuiku?”

Aku berkata, “Benar”. Ia berkata, “Bagaimana dengan permintaanku kepadamu untuk membantuku?” Akupun berkata kepadanya, “Engkau lebih mulia di sisi Allah ataukah Nabi Ayyub ‘alaihissalam?” Ia berkata, “Tentu Nabi Ayyub ‘alaihissalam.”

Aku berkata, “Tahukah engkau cobaan yang telah diberikan Allah kepada Nabi Ayyub? Bukankah Allah telah mengujinya dengan hartanya, keluarganya, serta anaknya?” Orang itu berkata, “Tentu aku tahu”. Aku berkata, “Bagaimanakah sikap Nabi Ayyub dengan cobaan tersebut?” Ia berkata, “Nabi Ayyub bersabar, bersyukur, dan memuji Allah”. Aku berkata, “Tidak hanya itu, bahkan ia dijauhi oleh karib kerabatnya dan sahabat-sahabatnya.” Ia berkata, “Benar.” Aku berkata, “Bagaimanakah sikapnya?” Ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur dan memuji Allah.”

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Aku berkata, “Tidak hanya itu, Allah menjadikan ia menjadi bahan ejekan dan gunjingan orang-orang yang lewat di jalan, tahukah engkau akan hal itu?” Ia berkata, “Iya.” Aku berkata, “Bagaimanakah sikap Nabi Ayyub?” Ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur, dan memuji Allah, lagsung saja jelaskan maksudmu –semoga Allah merahmatimu-!!” Aku berkata, “Sesungguhnya putramu telah aku temukan di antara gundukan pasir dalam keadaan telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas, semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu dan menyabarkan engkau.”

Orang itu berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak menciptakan bagiku keturunan yang bermaksiat kepada-Nya lalu Ia menyiksanya dengan api neraka.” Kemudian ia berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun.” Lalu ia menarik nafas yang panjang setelah itu meninggal dunia.  Aku berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun”, besar musibahku, orang seperti ini jika aku biarkan begitu saja maka akan dimakan oleh binatang buas, dan jika aku hanya duduk, maka aku tidak bisa melakukan apa-apa. Lalu akupun menyelimutinya dengan kain yang ada di tubuhnya dan aku duduk di dekat kepalanya sambil menangis.

Tiba-tiba datang kepadaku empat orang dan berkata kepadaku “Wahai Abdullah, ada apa denganmu? Apa yang telah terjadi?” Maka akupun menceritakan kepada mereka apa yang telah aku alami. Lalu  mereka berkata, “Bukalah wajah orang itu, siapa tahu kami mengenalnya!” Maka akupun membuka wajahnya, lalu merekapun bersungkur mencium keningnya, mencium kedua tangannya, lalu mereka berkata, “Demi Allah, matanya selalu tunduk dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah, demi Allah tubuhnya selalu sujud tatkala orang-orang dalam keadaan tidur!!”.

Aku bertanya kepada mereka, “Siapakah orang ini –semoga Allah merahmati kalian-?” Mereka berkata, “Abu Qilabah Al-Jarmi sahabat Ibnu ‘Abbas, ia sangat cinta kepada Allah dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Lalu kamipun memandikannya dan mengafaninya dengan pakaian yang kami pakai, lalu kami menyolatinya dan menguburkannya, lalu merekapun berpaling dan akupun pergi menuju pos penjagaanku di kawasan perbatasan.

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Tatkala tiba malam hari akupun tidur dan aku melihat di dalam mimpi ia berada di taman surga dalam keadaan memakai dua lembar kain dari kain surga sambil membaca firman Allah

سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ (الرعد:24)

“Keselamatan bagi kalian (dengan masuk ke dalam surga) karena kesabaran kalian, maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (Qs. 13:24).

Lalu aku berkata kepadanya, “Bukankah engkau adalah orang yang aku temui?” Ia berkata, “Benar.” Aku berkata, “Bagaimana engkau bisa memperoleh ini semua.” Ia berkata, “Sesungguhnya Allah menyediakan derajat-derajat kemuliaan yang tinggi yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan sikap sabar tatkala ditimpa dengan bencana, dan rasa syukur tatkala dalam keadaan lapang dan tenteram bersama dengan rasa takut kepada Allah baik dalam keadaan sendirian maupun dalam kaeadaan di depan khalayak ramai.”

Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin

Semoga kisah di atas menjadi pelajaran bermakna bagi kita kaum muslimin. Ternyata, rahasa hidup agar kita selamat dunia akhirat, bahagia dunia akhirat adalah sabar dan syukur. Sabar dan syukur adalah sifat yang harus dimiliki seorang mukmin, dan dengan modal sabar dan syukur itulah Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan memasukkanya kedalam surga-Nya. Wallahua’lam.(RS3/P1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
MINA Preneur
MINA Millenia
MINA Preneur
Kolom
Kolom