Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Koalisi Netanyahu Terancam Runtuh, Dua Partai Ultra-Ortodoks Mundur

Hasanatun Aliyah Editor : Widi Kusnadi - 2 jam yang lalu

2 jam yang lalu

0 Views

Ilustrasi: Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memimpin rapat kabinet di Yerusalem, 7 Oktober 2024. (Foto: GPO)

Tel Aviv, MINA – Satu lagi partai ultra-Ortodoks mengundurkan diri dari pemerintahan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, Selasa (15/7), sehari setelah partai serupa juga menarik dukungan dari koalisi yang berkuasa.

Faksi Agudat Yisrael, yang memiliki tiga kursi di Knesset (parlemen Israel) dengan beranggotakan 120 orang, memutuskan mundur dari koalisi Netanyahu sebagai bentuk protes atas kegagalan pengesahan undang-undang yang memberikan pengecualian wajib militer bagi warga Yahudi ultra-Ortodoks (Haredi), demikian dilaporkan surat kabar Yedioth Ahronoth.

Langkah ini menyusul pengunduran diri Degel HaTorah, partai ultra-Ortodoks lain yang memiliki empat kursi pada Senin (14/7) malam.

Kedua partai tersebut merupakan bagian dari blok United Torah Judaism (UTJ) yang menguasai tujuh dari total 68 kursi koalisi pemerintahan Netanyahu di Knesset.

Baca Juga: Tentara Israel Curi Ratusan Keledai Gaza, Dikirim ke Prancis

Koalisi Netanyahu memerlukan setidaknya 61 kursi di Knesset untuk mempertahankan kekuasaan.

Selama ini, partai-partai ultra-Ortodoks terus mendorong legislasi yang memberikan pengecualian wajib militer bagi laki-laki Haredi. Namun, usulan ini semakin mendapat penolakan dari sejumlah faksi di dalam pemerintahan maupun masyarakat luas.

Menurut laporan Channel 12 Israel, Partai Shas, partai ultra-Ortodoks lain juga berencana mundur dari koalisi pemerintahan pada Kamis mendatang dengan alasan yang sama.

Jika Partai Shas yang memiliki 11 kursi benar-benar mundur, pemerintahan Netanyahu yang telah berkuasa sejak Desember 2022 diprediksi akan runtuh, sehingga memicu pemilu lebih awal.

Baca Juga: Serangan Terbaru Israel di Gaza Bunuh 78 Warga

Kantor penyiaran publik Israel (KAN) menyebut bahwa pemerintahan saat ini menghadapi kebuntuan serius terkait perekrutan wajib militer bagi warga Haredi.

KAN juga melaporkan, partai-partai ultra-Ortodoks telah mengajukan serangkaian tuntutan kepada pemerintah, termasuk pembatalan ribuan surat panggilan wajib militer dan pendanaan bagi lembaga-lembaga regional.

Kaum Haredi mewakili sekitar 13% dari total 10 juta penduduk Israel. Mereka menolak wajib militer dengan alasan agama, berpendapat bahwa mempelajari Taurat adalah kewajiban utama mereka, dan integrasi ke masyarakat sekuler dianggap mengancam identitas dan keutuhan komunitas mereka. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Israel akan Lanjutkan Proyek Permukiman E1 untuk Pisahkan Tepi Barat

Rekomendasi untuk Anda